Setelah meninggalkan banyak perintah untuk Jaka, Jenny meninggalkan tempat itu. Ia tahu benar, jika Jaka adalah orang yang bisa dipercayanya. Oleh karena itu, tak ada sedikitpun ketakutan yang menjalar ke dalam sanubari Jenny. Ia harus fokus untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan membuat pria itu tahu, jika dirinya bukanlah wanita lemah yang bisa diinjak sesuka hati. Perselingkuhan pria itu tak ‘kan membuatnya jatuh.
Jenny berdiri di hadapan rumah yang sudah ditempatinya bersama dengan Altair selama dua tahun lamanya. Pernikahan mereka harusnya masih terasa indah. Apalagi dirinya baru berusia dua puluh lima tahun, seharusnya Jenny masih tampak menarik, jika memang penampilan yang pria itu cari dalam perselingkuhan yang dilakukannya pada wanita-wanita di luar sana. Pria itu masih tampak tampan dan gagah walau ia berusia tiga puluh lima tahun. Wajahnya awet muda dan ia adalah orang pemerintahan yang banyak menarik banyak gadis untuk memilihnya sebagai anggota DPR. Ketampanan dan juga tubuhnya yang atletis.
Jenny ingat sekali, dirinya pernah diwawancarai tentang kekhawatiran dirinya memiliki suami setampan Altair dan denganpenuh percaya diri, Jenny menjawab; “Untuk apa aku menikah dengannya jika nggak ada kepercayaan? Aku mencintainya dan aku yakin dengan perasaan yang kami bagi. Walau banyak wanita yang mendekatinya, aku yakin, Mas Al nggak akan pernah berpaling dariku. Perasaan yang kami bagi terlalu dalam untuk digoyahkan.”
Jenny tertawa sumbang mengingat perkataannya hari itu. Konyol sekali, bagaimana ia bisa merasa pasti dengan sebuah perasaan yang begitu rapuh, rasa yang mereka panggil cinta. Cinta telah membutakan matanya, hingga tak mampu melihat keadaan sekitar yang perlahan berubah. Cinta adalah ilusi yang menjebak, membuat seseorang menjadi bodoh.
Jenny segera melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah itu. Ia harus segera membuang semua hal yang akan mengaitkan mereka berdua karena tak ada apa pun lagi di antara mereka. Jenny tak ingin masuk ke rumah itu dan merasa jika tempat itu milik mereka berdua. Ia butuh kehampaan dan tak lagi menginginkan bayang-bayang pria itu di rumah yang akan segera menjadi miliknya. Biarlah dianggap perampok, daripada seorang pengkhianat cinta. Jenny disambut dengan beberapa asisten rumahnya begitu ia masuk ke dalam sana.
“Aku perlu bantuan kalian semua,” ucap Jenny pada keempat asisten rumah tangga yang diperkerjakan Altair untuk menjebak Jenny di dalam sangkar emas itu. Semua kebutuhan yang ia perlukan telah tersedia, agar Jenny tak mengetahui bagaimana kelakuan pria itu di luar sana.
Keempat orang wanita itu mengangguk dan berjalan mengikuti Jenny. Seorang yang lebih tua, yang Jenny panggil Bi Ira berjalan di sisinya. Satu-satunya wanita yang selalu menghiburnya di rumah yang selalu terasa hampa itu. Wanita yang dengan sabar menuruti kemauannya belajar memasak demi menyenangkan suami yang ternyata bermain api di luar sana. Saat dirinya mati-matian menjadi istri idaman, pria itu malah menikmati perannya sebagai lelaki idaman bagi banyak wanita di luar sana.
“Keluarkan semua pakaian Tuan dari sana, masukkan dalam kotak, lalu letakkan di gudang. Aku akan meminta dia segera mengambil barang-barangnya itu nanti,” perintah Jenny begitu mereka tiba di kamar yang selama ini menjadi saksi dirinya bermadu kasih bersama Altair. Melalui malam-malam panas penuh gairah yang membuat Jenny semakin tak mengerti di mana letak kesalahannya, sampai-sampai pria itu mencari kepuasan di luar rumah.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Jen?” Bi Ira adalah satu-satunya orang yang diperbolehkan Jenny untuk memanggil namanya di rumah itu. Wanita itu menatap Jenny penuh tanya, sedang yang ditatap bersedekap sembari menatap kosong orang-orang yang mulai mengemasi seluruh pakaian Altair. Semuanya harus segera kosong karena Jenny tak sanggup lagi melihat sisa-sisa diri pria itu yang masih begitu jelas di setiap sisi rumah yang ditempatinya.
Bi Ira. Wanita itu adalah orang yang pernah menjaganya sedari kecil, sejak dirinya berusia enam tahun, lalu ayahnya mengalami kebangkrutan dan tak lagi bisa menyokong hidup mereka yang semula nyaman. Hebatnya, Bi Ira tak rela dipulangkan ke kampung dan lebih memilih tetap mengikuti keluarga mereka walau tak digaji. Wanita itu bahkan membantu ibu Jenny berjualan nasi uduk dan ibunya membayar wanita itu sekenanya setiap bulannya. Bi Ira tak pernah mengeluh. Ia mencintai Jenny seperti anaknya sendiri. Oleh karena itu, setelah menikah Jenny memaksa wanita itu tinggal dan bekerja bersamanya.
“Kamu benar-benar membuat Bibi ketakutan, Jenny. Apa yang sebenarnya terjadi?” wanita itu mengelus lengan Jenny dan meneliti wajah Jenny dengan saksama.
Jenny adalah seorang wanita yang manis, ramah, dan baik hati yang pernah Bi Ira kenal. Sejak kecil, wanita itu terkenal pekerja keras dan tak pernah menyerah. Walau semua kenyamanan tak lagi bisa Jenny rasakan, Bi Ira tak pernah mendengar wanita itu mengeluh. Hingga Jenny tumbuh menjadi wanita cantik yang begitu mandiri dan kuat. Terlalu sibuk menafkahi keluarga sempat membuat Bi Ira khawatir jika Jenny tak ‘kan pernah menikah. Siapa sangka, wanita itu malah menikah di usia muda, dua puluh tiga tahun.
“Dia berselingkuh dariku dan ini bukan pertama kalinya, Bi,” suara Jenny terdengar bergetar. Bi Ira menatap sendu wanita di sampingnya dan mencengkram pundak Jenny.
Sesungguhnya, Bi Ira mengetahui kelakuan suami Jenny itu. Setahun lalu, setelah terpilih menjadi seorang DPR, pria itu beberapa kali mengajak wanita asing ke rumah saat Jenny pergi keluar negeri untuk berlibur. Tak ada satupun asisten rumah tangga yang menginap karena Jenny tak menyukai rumah yang terlalu ramai. Dirinya yang selalu menjadi pusat perhatian, tak ingin banyak orang mengamati kehidupan pribadinya. Ia hanya ingin hidup damai sebagai seorang istri yang mengabdi pada suami. Mimpi sederhana yang terasa sulit bila kau menjalaninya bersama dengan seorang seperti Altair yang terlihat seperti magnet wanita.
Bi Ira yang terlalu menyayangi Jenny tak mampu menyampaikan kabar itu pada Jenny. Ia tak ingin wanita itu terluka dan berharap Altair dapat berubah. Siapa sangka, pria itu tak pernah berubah malah semakin parah. Ada rasa lega dan juga sedih yang merasuki Bi Ira saat tahu jika Jenny sudah mengetahui perselingkuhan suaminya.
“Aku rasa, Bibi juga sudah mengetahui hal ini,” Jenny melirik ke arah Bi Ira sekilas, tatapan matanya dingin. Tak ada lagi sosok wanita ceria yang selama ini selalu menjadi jati diri Jenny. Seharusnya, Bi Ira mengetahui jika Jenny telah mengetahui semuanya.
Diamnya Bi Ira membuat Jenny tersenyum. “Aku tahu kalau Bibi hanya memikirkan kebaikanku saat menyembunyikannya. Hanya saja, memang ada beberapa hal yang nggak perlu disembunyikan untuk menyelamatkan hati seseorang. Lebih baik tersakiti dengan kejujuran daripada terus tenggelam dalam kesemuan. Aku sudah dewasa, Bi. Menanggung luka seperti ini akan mendewasakanku, jadi Bibi nggak usah mengkhawatirkanku,” Jenny mengusap lengan wanita paruh baya itu, sedang wanita itu menatapnya sendu.
“Maafkan, Bibi,” hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir Bi Ira. Baginya, Jennya akan selalu gadis kecil berumur enam tahun yang harus dijaganya dengan baik.
Jenny memeluk wanita yang sudah menjadi ibu keduanya itu erat-erat. “Papa bangkrut karena dia berselingkuh. Aku tahu, kalau Bibi juga takut jika perselingkuhan suamiku akan membuatku semakin jatuh,” Jenny melepaskan pelukannya, “Bibi salah. Aku nggak akan ikut hancur karena kesalahannya, Bi. Aku akan membuatnya membayar mahal atas perbuatannya.”
Bi Ira bergidik ngeri melihat senyum yang Jenny pamerkan. Wanita itu tampak memiliki rencana untuk membuat suaminya mendapatkan ganjaran yang seharusnya setelah membuat hatinya patah. Jenny kembali menatap ketiga orang yang kini sudah hampir menyelesaikan pekerjaan mereka, menyingkirkan semua tentang Altair dari dalam hidupnya.
“Aku harus mengurus sesuatu. Bisa tolong Bibi pastikan semua barang-barang itu masuk ke gudang?” Jenny menoleh pada Bi Ira yang langsung mengangguk, “Untuk aksesoris atau semua barang mahalnya biarkan di sana. Hanya pakaian saja yang harus dia bawa keluar dari rumah ini,” lanjut Jenny seraya tersenyum manis.
“Jen … apa kamu akan baik-baik saja?”
Jenny tersenyum untuk yang kesekian kalinya, lalu mengangguk mantap. “Tentu saja, Bi.” Jenny segera berlalu meninggalkan kamar itu.
Tentu saja dirinya akan baik-baik saja. Semua orang akan berubah, bukan? Altair yang berubah dan menjauh darinya, maka ia pun bisa melakukan hal yang sama. Ah cinta … ilusi yang begitu mengerikan. Sungguh, tak seharusnya ia mempercayai cinta yang penuh omong kosong itu. Perasaan yang mengubahnya yang kuat menjadi lemah. Kini, ia akan kembali menata hidupnya dan kembali bahagia seperti sebelum dirinya mengenal cinta. Pada akhirnya, cinta adalah ilusi semata, saat semuanya berakhir, maka kau tak lagi bisa menghindar dari kepahitan.