Prolog
Siang ini dunia tampak suram walau matahari terlihat terang. Sinarnya yang cerah mampu menerangi separuh bagian bumi dan sebut saja itu siang hari.
Selepas bebasnya dia dari ruang rawat Milka dengan cara yang tak biasa, Bima menyusuri lorong rumah sakit untuk menemui dokter Herman guna memeriksa bekas jahitan di d**a kiri akibat kecelakaan tempo hari.
Pikirannya kosong menerawang dengan pandangan lurus ke depan. Mencoba menerka apakan dia akan menikahi Milka atau tidak?
Demi Tuhan. Bima tidak menyukai gadis itu sekalipun wajahnya mirip dengan cinta di masa lalu.
Tuhan.. kirimkan seseorang untukku, tapi jangan dia.
Gubrakk!
"Astaga," pekik seorang wanita yang terlihat tergesa.
"Aakh!" Bima meringis memegangi d**a kiri. Bekas jahitannya di tubruk kepala dengan begitu kerasnya.
Baru juga mau sembuh, sudah di beri luka baru. Bisa-bisa d**a Bima hancur kalau begini caranya.
"Maaf," kata gadis itu sambil ikut memeriksa d**a Bima. "Aku nggak sengaja." Ada nada panik di sana.
Bima hanya diam sambil melayangkan tatapan tajam.
Sakit!
"Maaf-maaf. " Gadis itu membuka tas kecilnya dengan buru-buru. "Ini kartu namaku, ada nomor telepon dan alamat kantor papaku di sana. Setelah kamu berobat, kamu kirim tagihannya ke sana. Nanti aku ganti," cerocosnya sebab wajah tampan itu meringis kesakitan.
"Tenang saja, berapapun akan aku ganti. Tapi biarkan aku pergi. Aku sungguh tak punya waktu." Gadis itu memutar lengan guna melihat arloji di tangan.
Bima diam. Dia pandang kartu nama yang entah kapan dia pegang. Sedetik kemudian, dia alihkan atensi di mana gadis itu kini berlari. Dia terlihat sangat tergesa dan hilang di balik tembok begitu saja.
"Olivia Jasmine?" gumamnya membaca deretan abjad yang tertera.
Bima menghela napas. Yang baru saja terjadi itu apa?
Apa mungkin itu jawaban dari doa yang baru Bima ucap penuh harap?
Masih di posisi yang sama, seorang gadis berparas ayu masuk ke ruang rawat inap tepat di sebelahnya. Ruang dimana Olivia keluar dari sana lalu menubruk d**a Bima dengan kepalanya, tadi.
"Sayang?"
Pintu yang tidak tertutup membuat suara itu masuk ke gendang telinga Bima.
"Kemarilah," titah lelaki yang terbaring di ranjang. "Olivia sudah pergi," lanjutnya.
Bima segera pergi daripada melihat dua sejoli yang sedang beraksi.
Yang seharusnya pintu di tutup, bukan asal memagut. Bima menggelengkan kepala malas memikirkan yang bukan urusannya.
Dia memiliki urusan sendiri. Memeriksakan dadanya yang kini terasa nyeri. Sejenak dia mengeluarkan dompet dan memasukkan kartu nama Olivia.
Siapa dia?
Bima tidak tahu. Bima simpan saja dulu, mungkin besok-besok dia perlu.
***
(bersambung)
Di Tap Love dulu ya kak. part selanjutnya menyusul.
aku sayang kalian banyak-banyak.
