~Part 3 (Janji Tak Berujung)

2058 Words
{Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.} (QS. Al-Baqarah: 152) *** Hari ini pagi ku nampak tidak bersahabat. Apakah dia tau semua yang ada di dalam d**a? Pagi ku nampak murung. Tidak nampak secercah sinar semangat yang menghiasinya. Bahkan tidak ada secercah kehangatan yang menyapa dalam dinginnya pagi. Arumi duduk di salah satu restoran dan menuliskan kata-kata tersebut dalam diary kesayangannya. Dia menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu di tempat itu. Satu tahun berlalu, kejadian demi kejadian terjadi dalam hidup Arumi. Bahkan kejadian Raihan yang tidak sengaja menabrak Arumi pun sudah berlangsung satu tahun lalu. Semenjak itu mereka menjadi lebih akrab, bahkan Raihan sering menghubungi Arumi hanya untuk menanyakan kabar Arumi. "Assalamualaikum, Arumi." Ucap Raihan di depan Arumi. "Wa'alaikumussalam." "Maaf membuatmu menunggu." "Ah, tidak masalah. Tapi, apa yang membuat Mas Raihan mengajak saya bertemu di sini?" Ucap Arumi tidak basa-basi. "Oh iya, selamat ya, Mas. Kamu kemarin sudah wisuda. Ini hadiah buat kamu." Sambung Arumi memberikan kotak berukuran sedang berwarna biru muda. "Terimakasih, Arumi. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan sama kamu." Ucap Raihan. Arumi nampak diam, dia tidak bergeming sedikitpun. Raihan nampak menarik nafas panjang. "Aku akan pergi ke Istanbul." Ucapan Raihan membuat Arumi kaget. "Tu---Turki?" Arumi seolah tidak percaya. "Iya, besok saya berangkat. Maaf memberi tahu mu secara mendadak." Raihan seolah tidak bersemangat. 'Rasanya aku berat untuk meninggalkan mu, Arumi.' Raihan berucap dalam hati. "Tidak masalah, kok. Sukses selalu buat Mas Raihan. Semoga Allah senantiasa mempermudah urusannya di sana." Arumi tidak tau harus berkomentar apa. Nyatanya hari ini dia merasa dunianya terasa sesak. "Aku ingin kamu berjanji, Arumi." "Apa?" "Berjanjilah akan selalu menunggu ku kembali. Aku akan segera kembali dan menemui mu. Aku berjanji, setelah pulang dari sana dan menyelesaikan pendidikan ku di sana, aku akan menemui mu kembali. Aku akan menjemputmu." Ucap Raihan penuh keyakinan. "Maksud kamu?" "Jujur, semenjak kejadian itu dan kita semakin dekat. Membuat aku sadar, bahwa kamu lah wanita yang aku cari selama ini, untuk menjadi ibu dari anak-anakku." "Inyaa Allah. Aku akan menunggu kamu pulang. Semoga Allah meridhoi apa yang ada dalam hati kita masing-masing, Mas." Akan ada sebuah masa, dimana kita akan merindukan sesuatu yang pernah kita keluhkan dimasa lalu. *** "Woy." Tepukan di pundak Arumi membuyarkan lamunannya satu tahun lalu, saat itu Raihan pamit untuk melanjutkan pendidikannya ke Istanbul. "Kebiasaan!" Ucap Arumi sedikit mendelik. "Kamu yang kebiasaan Arumi. Kebiasaan melamun sendiri. Lama kelamaan kamu benar-benar dirasuki seta." Ucapan Tasya membuat Arumi melotot. "Ini, nih. Kebiasaan mulut kamu, Tasya." Sambil menggelitik Tasya. "Sorry! Eh, kita berfoto ayo. Biar ada kenangan waktu wisuda." Tasya menarik lengan Arumi. Tepat hari ini Arumi wisuda. Dia berharap Raihan akan datang, namun nyatanya di luar dugaan. Yang dinanti tidak kunjung datang, hanya sebuah harapan yang tidak berujung. Siapakah yang berhak menjadi tempat mengadu orang-orang yang dilanda kegelisahan, kesempitan, kesulitan dan kesedihan? Kepada siapakah mereka harus memohon pertolongan? Siapakah yang layak menjadi tempat bergantung, memohon, meminta dan meratap semua makhluk? Siapakah yang berhak menjadi gantungan hati dan selalu diucapkan oleh lidah manusia? Tak lain, adalah hanya Allah yang tiada Tuhan selain Dia. Bagiku Arumi, merupakan suatu kewajiban untuk berdoa dan meminta kepada Allah dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam keadaan mudah maupun ketika sulit. Tumpahkan semua permasalahan ke kepada-Nya dan tetap harus bertawassul kepada-Nya, meski dalam keadaan seperti apapun. Duduk bersimpuh di hadapan-Nya dengan memohon, menangis merendahkan diri dan meminta ampunan-Nya. Tunggulah! Karena pada saatnya nanti akan datang pertolongan, bantuan dan kemudahan yang bersumber dari-Nya. Semua tangis akan berubah menjadi tawa, sedih menjadi bahagia. Arumi selalu meyakini itu. Buku yang dia baca selalu seolah menguatkannya. "Arumi!" Azkar tiba-tiba berlari kearah Arumi. "Eh, Iya kak. Kenapa?" "Boleh minta foto bareng?" Ucap Azkar gugup. "Biar ada kenangan lagi pakai toga." Sambungnya. "Oh, boleh." Arumi berfoto bersama Azkar. Tanpa dia tau bahwa sebenarnya Azkar menaruh hati padanya. Namun Azkar belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Arumi. "Acieee." Suara Tasya membuat keduanya kaget. "Dilanjutkan saja, biarkan aku menjadi penonton kalian berdua." Ucap Tasya dengan tertawa. Arumi dan Azkar hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Arumi. Terkadang bibir mampu berkata dan tersenyum, ketika hati tidak mampu membendung sebuah rasa. Terkadang bibir mampu berkata 'Iya' ketika hati hanya mampu berkata 'Tidak'. Hidup itu indah, Setiap nikmat yang ada membuat kita merasa bersyukur. Dan musibah yang datang semakin menambah alasan kita untuk terus bersyukur. *** Satu Tahun Kemudian... Tidak semua musibah adalah adzab. Beberapa di antaranya adalah karena rahmat Allah untuk membawa kita kembali kepada-Nya. Semakin banyak manusia mengingat Allah, maka pikiran akan semakin terbuka. Hati semakin tenteram, dan jiwa akan semakin bahagia. Bahkan nurani pun akan semakin terasa damai. Karena ketika mengingat Allah keyakinan terasa di d**a. Allah senantiasa dekat ketika hamba dekat kepada-Nya, Allah mendengar ketika hamba-Nya meminta. Rendahkan dan tundukkan diri ke hadapan-Nya. Selangkah kita rapat kepada Allah, seribu langkah Allah dekat dengan Hamba-Nya. Kini Arumi sudah resmi menyandang gelar Sarjan Pendidikan. Dia kini sudah mengajar di salah satu sekolah SMP Negeri selain itu dia juga menjadi Guru DTA yang tidak jauh dari rumah barunya, yang ia kumpulkan dari hasil kerja kerasnya selama ini. Kerja keras yang Arumi lakukan selama ini membuatnya tersenyum bahagia. Arumi yakin dan merasakan dari Arti sebuah kesungguhan. Masalah masa depan biarkan dia berjalan dengan sendiri. hari esok masih ada dalam ketidak pastian dan belum datang adanya. Maka, tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jalam sebelum sampai menginjaknya. Sebab, siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jalan itu. Bisa jadi kita akan terhenti di tengah jalan sebelum sampai ke tujuan itu, atau mungkin juga jalan itu hilang diterjang arus sebelum kita sampai menapakinya. Dan bisa juga kita akan sampai pada jalan itu lalu kemudian berjalan damai di atasnya. Arumi selalu meyakini Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Kita juga tidak mungkin memaksakan sesuatu yang seharusnya belum terjadi. Kita tidak mungkin memetik bunga yang belum menjadi buah. "Ustadzah Arum!" Ucap seseorang menghentikan langkah Arumi. "Eh, Ustadz Zaki. Ada apa?" Ustadz Zaki merupakan salah satu pengajar DTA bersama Arumi. Zaki sering memanggilnya dengan panggilan Arum, menurutnya itu lebih simpel. "Hmm, tidak jadi. Saya pulang duluan. Afwan. Assalamualaikum" Ucap Zaki terburu-buru. 'Saya bingung menyanpanya' ucap Zaki dalam hati. "Oh, Tafadhol Ustadz. Wa'alaikumussalam." Arumi hanya menggelengkan kepala melihat gelagat aneh dari Ustadz Zaki. Sore hari ini Arumi ada jadwal mengajar anak-anak DTA. Arumi berjalan kaki dengan sesekali menikmati suasana sore hari yang cerah. 'Syukurku Wahai Rabb, Kuasa Mu begitu amat indah. Skenario Mu kerap kali membuatku bertanya-tanya. Namun Kuasa Mu mengalahkan semua kegundahan yang pernah hadir dan menggantinya dengan Hikmah yang luar biasa. Sungguh nikmat Mu luar biasa' Arumi berkata dalam hati dengan memandang senja yang seolah menyapanya dengan lambaian tangan. Arumi selalu menyukai keindahan Tuhan, terutama senja dan hujan. Menurut Arumi banyak sekali makna yang terselip di antara keduanya yang membuat Arumi suka dan menguatkannya. "Tolong! Tolong!" Teriakan itu mengusik pendengaran Arumi. Teriakan itu terus terdengar semakin jelas mengganggu gendang telinganya. Arumi mencari ke asal suara. Dia melihat seorang ibu paruh baya di hadang dua orang memakai penutup wajah. Seketika Arumi tau jika ibu tersebut sedang di rampok. Arumi berlari mendekat ke arah ibu tersebut, sebelumnya Arumi membunyikan suara sirine polisi dari telpon genggam miliknya. "Polisi! Ada polisi." Arumi berteriak untuk mengalihkan perhatian perampok tersebut. Kedua perampok tersebut terlihat panik, saat itu Arumi berlari membantu ibu paruh baya. Kedua perampok itu berhasil kabur. Namun sebelum mereka kabur, mereka sembari menusuk perut sang ibu dengan pisau yang mereka bawa. "Tahan bu, saya akan membawa ibu ke rumah sakit." Arumi membawa ibu itu ke rumah sakit terdekat, namun karena lukanya cukup parah dan kondisi sang ibu yang semakin lemah, Ibu itu di rujuk ke Rumah Sakit yang lebih jauh dari sana. Arumi masih setia menolong ibu tersebut, karena dia belum mengetahui keluarga sang ibu yang mesti dia hubungi. Kini Arumi lega karena sang ibu yang dia tolong telah ditangani dokter dan melewati masa kritisnya. Arumi mencoba mencari informasi keluarga yang bisa dia hubungi. "Keluarga pasien." Ucapan dokter yang keluar dari ruangan ICU mengagetkan Arumi. "Apa anda keluarganya?" Sambung dokter tersebut. "Mmm, Iya dok. Bagaimana kondisinya sekarang?" Tanya Arumi meyakinkan. "Beliau sudah siuman, anda bisa melihatnya sekarang." Ucapan dokter membuat Arumi semakin lega. "Alhamdulillah, kalau begitu saja boleh masuk, dok?" "Silahkan!" Arumi masuk keruangan tersebut dan di sambut senyuman oleh ibu tersebut. "Assalamualaikum, bu." Ucap Arumi menghampiri seseorang yang dia tolong. "Wa'alaikumussalam. Terimakasih sudah menolong saya." Ucapnya yang dibalas anggukan oleh Arumi. "Nama saya Sarah. kamu siapa?" Sambungnya. "Nama saya Arumi, Bu." Jawab Arumi Ramah. "Oh iya, saya minta maaf tadi sempat membuka handphone ibu untuk menghubungi keluarga ibu. Mereka pasti sangat khawatir ibu belum pulang ke rumah." Ucap Arumi tidak enak. "Tidak masalah. Saya benar-benar berterima kasih sama Nak Arumi. Kamu baik sekali." Arumi dan Bu Sarah mengobrol seolah sudah akrab. Arumi memutuskan untuk menunggu Sarah sampai keluarganya datang. Arumi merasa sangat bahagia karena seseorang yang dia tolong dapat di selamatkan setelah melewati masa kritis. Perbuatan baik itu bagaikan wewangian. Wewangian itu bukan hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya akan merasakan aromanya. Seteguk air yang diberikan seorang p*****r kepada seekor anjing yang kehausan dapat membuahkan surga yang luasnya melebihi jagat raya. Ini merupakan bukti bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Pemaaf. Ketika kita merasa mendapatkan himpitan hidup, kesusahan, kegelisahan bahkan kesedihan. Maka perbanyaklah mendatangi tempat-tempat kebaikan. Perbanyaklah membantu orang yang merasa kesulitan. Niscaya kita akan merasakan kebahagiaan. Itulah yang selalu Arumi tanamkan dalam jiwanya. Bukannya Arumi merasa bahwa hidupnya telah sempurna dirinya jauh dari dosa, tetapi dia mencoba menjalani hari demi hari untuk lebih baik lagi dan lagi. "Bunda, bunda tidak apa-apa?" Seseorang tiba-tiba datang dengan berlari ke ruangan Sarah. "Bunda baik-baik saja." Ucap Sarah. "Sayang, kenalkan dia Arumi yang sudah menolong bunda." Ucap Sarah Arumi kaget dengan pemandangan yang ada di depannya. Begitu juga orang yang ada di depan Arumi, dia tidak kalah kagetnya dengan Arumi. "Lo!" Dengan menunjuk Arumi. "Farhan!" Ucap Arumi dengan tidak percaya. Sudah dua tahun Arumi tidak pernah bertemu lagi dengan Farhan. Semenjak Farhan lulus satu tahun sebelum Arumi lulus, hidup Arumi terasa damai dan tentram. Karena tidak ada lagi seseorang yang membuat hari-harinya di kampus merasa gerah. "Kalian sudah saling kenal?" Ucap Sarah membuyarkan lamunan masing-masing. "Hmm, Kita dulu satu organisasi Bun, di kampus." Ucap Farhan. "Iya Bu. Mas Farhan ini Kakak tingkat Arumi waktu di kampus dulu." Ucap Arumi. 'kenapa harus bertemu dia lagi, sih!' Arumi bersuara dalam hati. 'Makroni bantet.' Farhan berucap dalam hati. Arumi tidak menyangka jika Farhan adalah anak dari seorang ibu yang dia tolong. Arumi tidak mengira bahwa setelah dua tahun tidak bertemu, mereka di pertemukan kembali di salah satu rumah sakit tempat ibunya Farhan di rawat. Pertemuannya dengan Farhan mengingatkan Arumi pada sosok pria yang memberinya sebuah janji. Janji sebuah pertemuan yang tidak pernah berujung. Raihan. Arumi mengingat sosok Raihan. Sudah dua tahun semenjak Raihan pamit untuk pergi ke Turki, tidak pernah ada sedikitpun kabar darinya. Hal itu membuat Arumi menunggu dalam sebuah ketidak pastian. "Arumi menikahlah dengan anak saya Farhan." Ucap Sarah. "TIDAK!" Ucap Arumi dan Farhan bersamaan. "Kenapa?" Tiba-tiba seseorang pria masuk ke ruang rawat Sarah. "Ayah!" Ucap Farhan. "Saya Yusuf. Suami dari orang yang kamu tolong." Ucap Yusuf ramah kepada Arumi yang di balas senyuman. "Saya sangat setuju jika kamu menikah dengan anak saya, Farhan." Ucap Yusuf kembali. "Ayah, Farhan tidak mau. Ayah pikir ini sinetron, main nikah segala. Ayah kan tidak tahu dia itu wanita seperti apa." Ucap Farhan. "Dia itu dulu di kampus tukang makroni bantet, dia juga pelayang restoran di restoran milik om Wildan, terus dia itu asal usulnya gak jelas." Ucap Farhan kembali. "Ya, tidak masalah. Berarti Arumi itu anak yang mandiri." Ucap Yusuf. "Ayah kan tau, Farhan itu pacaran sama Alifia, Yah." Farhan mulai geram. "Kan cuman pacaran. Lagi pula bunda itu tidak suka sama Alifia." Ucap bundanya. "Pokoknya Farhan tidak mau menikah dengan Arumi." Farhan menahan amarah. "Tidak masalah kalau kamu tidak mau menikah dengan Arumi. Tapi kamu tidak akan pernah mendapat sepeserpun harta keluarga kita." Ucap Yusuf meninggikan suara. "Maaf pak, bu. Saya rasa saya tidak bisa menikah dengan anak bapak dan ibu." Ucap Arumi pelan. "Saya tidak mau ada penolakan, Nak Arumi. Ibu mohon kamu jadi menantu ibu." Ucap Sarah merajuk Arumi. "Tuh, kan. Dia juga tidak mau." Ucap Farhan. "Kami terserah kamu Farhan. Menikah dengan Arumi dan menjadi ahli waris tunggal atau tidak kamu kami coret dari daftar penerima ahli waris." "Selalu saja itu dijadikan alasan. Ini sudah seperti drama sinetron." Ucap Farhan meninggalkan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD