bc

CEO Iblis Azhar

book_age18+
584
FOLLOW
1.4K
READ
dark
forbidden
HE
forced
boss
bxg
mystery
loser
city
cruel
musclebear
like
intro-logo
Blurb

“Iblis!” teriak perempuan itu.

“Oh, aku iblis tentu saja. Iblis yang tampan dengan kuasa besar,” balas laki-laki itu dengan senyumannya. Dia lalu menatap tubuh perempuan itu.

“Sudah cukup percakapannya,” komentar laki-laki itu, “saatnya kita bermain.”

(Adjusted Version)

chap-preview
Free preview
Bab 1
“Turut berduka cita atas kematian istrimu, Azhar,” ucapan bela sungkawa itu keluar dari mulut seorang laki-laki yang usianya memasuki angka 27. Orang akan mengira dia berusia tiga puluhan dengan penampilannya, namun usianya jauh lebih muda. “Terima kasih, Arrow,” balas laki-laki yang diberi ucapan itu. Seorang laki-laki yang meneteskan air melihat pusara sang istri. Azhar mencoba tersenyum, meskipun pemandangan di depannya ini membuat pilu baginya. “Maaf aku baru datang. Ada urusan perusahaan,” balas laki-laki yang dipanggil Arrow itu. Hanya tiga orang yang masih ada di sana: Azhar, Arrow, dan seorang perempuan dengan pakaian gamis panjang berwarna putih. Jilbab putih menutupi kepalanya. “Aku permisi dulu,” ucap Arrow berpamitan. Azhar menganggukkan kepalanya. Laki-laki yang baginya sudah seperti teman akrab itu pun pergi dari pemakaman. Azhar lalu melihat kepada perempuan bergamis putih itu. “Kamu ikut aku pulang,” ucap Azhar kepada perempuan itu, “Citra,” lanjutnya memanggil nama perempuan itu. Perempuan bernama Citra itu menganggukkan kepalanya. “Baik kak,” ucap perempuan yang disapa Citra. Mereka berdua pun pergi dari pemakaman. Mobil hitam Azhar masih berada di area pemakaman. Hari ini adalah hari yang sepi. Tidak ada orang selain para penjual bunga untuk diuntaikan pada makam orang terkasih. “Bahkan langit pun bersedih,” komentar Azhar seraya menatap ke langit yang berselimutkan gulungan hitam. Dia menghembuskan nafas berat. “Kenapa harus seperti ini? Aku sudah mendapatkan semuanya, tetapi, justru aku kehilangan yang berharga,” keluhnya pelan. Tepukan di pundak kiri Azhar membuatnya menoleh kepada sang penepuk. “Jangan bersedih, Kakak. Kakakku sudah tenang di sana,” balas Citra menyemangati laki-laki yang menjadi suami dari kakaknya selama setahun terakhir. Azhar menganggukkan kepala, namun mengisyaratkan agar Citra melepaskan tangannya yang menyentuh pundak kirinya. “Terima kasih,” ucap Azhar. Mereka pun berjalan masuk ke mobil Azhar. Perjalanan kembali ke rumah menjadi sangat suram. Tidak ada patah kata antara dua insan itu, hingga mereka dekat dengan area perumahan. “Apakah kamu mau ku antar pulang ke rumah keluargamu saja?” tanya Azhar kepada Citra. Perempuan yang sempat merenung itu terlihat terkejut. Namun, dia segera menetralkan reaksinya. “Boleh Kak. Pakaian saya masih di sana pula,” jawab Citra. Azhar menghembuskan nafas berat. “Baiklah. Akan saya antarkan,” ucap Azhar. Dia pun memutar arah menuju rumah mertuanya yang sekarang sepi. Entah siapa yang membencinya, hingga menyingkirkan orang-orang yang berharga baginya satu per satu. Ayah dan ibunya wafat karena penyakit kanker stadium 4, dengan ayahnya duluan. Kakak tunggal dan Adik-Adik di keluarganya mati keracunan, namun dia tidak bisa mengungkap dalang dibalik pembunuhan mereka. “Semenjak Kakak berada di puncak, keluarga Kakak mulai tersingkir satu per satu,” ucap Citra pelan, namun Azhar mendengarnya meski samar. Azhar menghembuskan nafas berat. “Seminggu lalu, aku menghadiri resepsi pernikahan. Seminggu kemudian, aku menghadiri pemakaman. Kehidupan itu memang lucu,” komentar Azhar terhadap kalimat Citra. Perempuan itu terkejut mendengarnya. “Oh. Aku lupa bilang, salah satu anak buah di perusahaanku resepsi minggu lalu. Namanya Shad,” jelas Azhar kepada Citra. Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. “Kita sampai,” komentar Azhar kala mereka tiba di depan rumah itu. “Kamu masih mau tinggal di sini? Aku menawarkanmu untuk tinggal di rumahku,” tanya Azhar seraya memberikan penawaran. Citra tampak ragu. “Tapi, apakah-” kalimat Citra langsung dipotong oleh Azhar. “Kamu tahu sendiri rumahku tidak terlalu dekat dengan rumah lain. Selain itu, orang-orang tidak akan berprasangka macam-macam. Selama ini, kamu juga sering mampir kan?” tanya Azhar lagi. Citra menganggukkan kepalanya pelan. “Kalau begitu, saya urus pakaian-pakaian saya dulu. Saya juga sekaligus kunci rumah,” jawab Citra. Dia pun pergi keluar dari mobil Azhar. Sebuah telepon masuk ke dalam ponselnya. “Selamat siang Pak Bos Azhar. Turut berduka cita. Untuk rencana kerjasama dengan perusahaan itu bagaimana?” tanya seseorang di seberang. “Harst. Kerjasamanya akan tetap berjalan. Aku minta kamu urus berkasnya. Aku akan periksa nanti saat aku ke kantor,” jawab Azhar. “Siap Pak Bos,” balas orang yang disebut sebagai Harst itu. Azhar mematikan telepon. “Menyusahkan saja. Perusahaan panah itu terus mengganggu rencanaku. Sudah beberapa perusahaan kecil potensial dia rebut dariku,” keluh Azhar seraya membuka sebuah daftar perusahaan yang dia kejar. Beberapa sudah dia ambil, sementara sisanya dia coret karena pesaing utamanya telah melakukan akuisisi total. “Aku akan kalah jika bersaing dengan dia. Di lokal, dia tidak terlalu mentereng dibandingkan aku maupun para CEO top lainnya. Namun, resources yang dia punya lebih banyak dari kami semua digabungkan. Si laknat itu,” gumam Azhar ketus. Dia menutup daftar itu. “Setidaknya pergerakannya menjadi sulit di Indonesia. Jujur, aku tidak mengerti kenapa dia masih berani berada di dalam zona perang yang membahayakan dirinya sendiri,” pikir Azhar heran. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh rivalnya dengan terus berada di Indonesia secara fisik? Azhar membuka sebuah aplikasi rahasia. Dia mencoba melacak dimana rivalnya itu berada. “Apa yang diinginkan oleh rivalku ini?” gumamnya seraya melihat pergerakan rivalnya yang mengarah ke sebuah bandara. Terbesit untuk melakukan sebuah kecelakaan insidental, namun dia tahu itu bukanlah ide bagus saat ini. “Dia tahu dia bermanfaat bagiku meski menjadi ancaman. Apa yang sebenarnya dia inginkan?” gumam Azhar lagi. Suara Citra yang mengetuk pintu depan mobil membuat Azhar tersadar dari pemikirannya. “Sebentar,” komentar Azhar seraya membuka bagasi mobil dari tempat kemudi. Citra memasukkan pakaiannya ke bagasi. Azhar tetap menunggu dengan tenang. Sebuah telepon masuk, dia melihat nomornya dari anak buahnya yang baru mengadakan resepsi. Apakah ada informasi menarik? “Assalamu’alaikum Pak Azhar. Turut berduka cita pak,” ucap suara di seberang. Azhar hanya menghembuskan nafas berat. “Terima kasih, Shad. Bagaimana kondisi di lab?” tanya Azhar kepada orang di seberang. “Baik pak. Namun, Rahima sampai sekarang masih absen dari shift jaga,” jawab Shad. Azhar hanya geleng-geleng kepala. “Begitu ya. Aku yakin Arrow menjaga adik Soul dengan baik,” komentar Azhar dengan tenang, “aku putus dulu,” lanjutnya. Azhar menutup telepon itu. Citra sudah selesai dengan bagasinya, dan dia kembali duduk di kursi baris tengah mobil. “Sudah selesai Kak,” ucap Citra kala dia sudah duduk dengan sempurna. Bagasi mobil telah dia tutup. “Baiklah. Kita berangkat,” komentar Azhar dingin. Mobil itu pun melaju pergi dari rumah keluarga mertua Azhar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.2K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.5K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.3K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.1K
bc

CINTA ARJUNA

read
12.2K
bc

Ayah Sahabatku

read
20.8K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
21.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook