Jantung Cila berdegup tak karuan ketika lembar-lembar dokumen di map cokelat itu terbuka satu per satu di tangannya. Setiap baris kata terasa seperti paku yang menghantam kepalanya, tanggal kelahiran, catatan medis, arsip rahasia. Semuanya menuntun pada satu kesimpulan yang tak pernah berani ia bayangkan. Tangannya bergetar, napasnya memburu. Ia menutup map itu dengan keras, seakan ingin mengusir kebenaran yang baru saja ia lihat. Tapi semakin ia menolak, semakin jelas semuanya menghantui. “Jadi selama ini, tua bangka itu menipuku demi harta mama” bisiknya, matanya memanas, wajahnya pucat. “Dan Jack.. aku harus menemuinya, dia pasti sedang dalam bahaya.” Tanpa pikir panjang, Cila meraih kunci mobil dari meja, melangkah cepat keluar dari apartemen. Hentakan sepatunya beradu keras dengan

