Lusi menjalani hubungan dengan Fabian tanpa sepengetahuan Pak Harris. Lusi sering mencari alasan saat akan pergi dengan Fabian. Begitu pun ke Angga, Lusi selalu mengatakan dia sibuk dengan tugas kuliahnya sehingga telat membalas pesan dari Angga. Kebohongan demi kebohongan berlanjut hampir 2 minggu sampai pada akhirnya kebohongan itu terungkap.
"De, kamu sibuk gak hari minggu ini, Ka Angga mau ajak kamu keluar".
"Lusi minggu ini ada kerja kelompok, Ka".
"Iya, sudah lain kali saja kalau gitu. Kamu yang semangat belajar ya".
"Iya, Ka".
Padahal tidak ada kerja kelompok. Lusi sudah janji keluar dengan Fabian hari Minggu ini.
Hari Minggu tiba, Lusi minta izin ke Pak Harris, ingin pergi dengan Angga.
"Abah, Lusi pamit pergi ya sama Ka Angga".
"Nak Angga nya mana Lus, biasa kan dia jemput ke rumah".
"Ka Angga ada di depan gang, Bah".
"Kenapa gak masuk, Lus?"
"Lagi buru-buru nih, Bah. Lusi pamit ya", lalu bergegas keluar.
"Ga biasanya Nak Angga begini, tapi mungkin mereka buru-buru", gumam Pak Harris.
Lusi menuju depan gang, disana Fabian sudah menunggunya.
"Sweeny cantik banget hari ini".
"Makasih, sweepy".
"Kita langsung jalan ya".
Lusi mengangguk dan segera menaiki motor.
Sementara itu, Angga baru pulang bekerja. Di perjalanan pulang, Angga sengaja mampir membeli martabak manis. Dia ingin mampir sebentar ke rumah Lusi. Karena sudah sebulan ini, mereka belum bertemu lagi.
Angga sampai di depan rumah Lusi jam setengah 9 malam. Toko Pak Harris masih buka dan Angga mengucapkan salam.
"Malam, Pak. Apa kabar?"
"Eh, Nak Angga sudah pulang. Lusi nya mana?"
"Lusi?? Maksudnya Pak?"
"Lah, kan tadi kalian pergi berdua".
"Maaf, Pak, tapi..., saya ke sini karena ingin ketemu Lusi".
"Tadi Lusi pamit ke Abah mau pergi sama Nak Angga tapi jemputnya di depan gang".
Sejenak Angga dan Pak Harris terdiam.
"Pergi dengan aku? Kenapa Lusi bohong ke Abahnya ya?, gumam Angga dalam hatinya.
"Maaf, Nak Angga. Abah gak tahu kenapa Lusi bilang seperti itu? Nanti Abah pasti tanya ke dia atau Nak Angga tunggu Lusi saja sampai pulang".
"Saya tunggu Lusi pulang saja, boleh Pak".
"Iya boleh Nak Angga, tunggu di dalam saja. Sebentar Abah tutup toko dulu".
"Iya, Pak. Saya bantu beberes".
"Iya, iya, makasih Nak Angga".
Selesai beberes dan menutup toko, mereka menuju rumah.
"Duduk Nak Angga".
"Iya, Pak. O iya, ini saya ada bawa martabak Pak, silahkan dicicipi".
"Kebetulan Abah lapar, makasih Nak".
"Bagaimana hubungan kamu dengan Lusi? Kalian tidak sedang bertengkar kan?", tanya Pak Harris.
"Tidak Pak, semua baik-baik saja, tapi ya belakangan ini kami jarang berkomunikasi".
"Begini Nak, kalian kan sudah 2 tahun lebih menjalin hubungan. Apa kamu belum terpikir untuk melamar Lusi?"
"Iya, saya belum berani Pak karena merasa belum punya apa-apa. Saya ingin melamar Lusi dengan layak".
"Abah bangga kamu ingin memberi yang terbaik buat Lusi, hanya saja pacaran terlalu lama juga tidak baik. Kalau Nak Angga sudah mantap, segalanya pasti akan dimudahkan".
"Iya Pak, saya lagi ngumpulin ini sedikit demi sedikit, tapi memang kami belum berbicara ke arah sana. Mungkin nanti bila ada waktu, kami akan membicarakan hal ini".
Tak berasa mereka berbincang sampai jam 10 malam namun Lusi belum pulang juga.
"Apa coba kamu telepon saja Lusi nya? Kenapa sudah malam begini belum pulang?"
Angga mencoba menelepon Lusi namun tak diangkat.
"Saya pamit dulu Pak, sudah malam, Bapak juga pasti mau istirahat. Besok pagi saya akan telepon Lusi".
"Mungkin bentar lagi pulang. Tunggu sebentar lagi saja".
"Tak apa Pak, Lusi juga pasti capek nanti mau istirahat".
"Iya sudah hati-hati Nak Angga. Abah pasti tegur Lusi nanti kalau dia pulang".
"Mari Pak, saya pamit".
Angga pun pulang menyalakan motornya tapi di depan gang, Angga melihat Lusi turun dari motor bersama seorang pria. Lusi tampak tertawa bahagia dan mereka saling berpegangan tangan.
"Sampai jumpa besok, Sweeny".
"Iya, Bye, Sweepy".
Dan Fabian mencium kening Lusi yang membuat Angga yakin bila ada hubungan spesial di antara keduanya. Angga terdiam menyaksikan itu dan berusaha tetap tenang.
Saat Fabian sudah pergi melaju dan Lusi berjalan menuju rumahnya, Angga menghampiri Lusi. Lusi terkejut saat itu.
"Ka Angga...., Kakak dari rumah?"
"De, Ka Angga sudah lihat tadi kamu diantar seorang pria. Siapa dia?"
"Anu, Ka..., itu teman kuliah Lusi".
"Teman? Sampai pegangan tangan lalu cium kening kamu".
"Ka Angga lihat semuanya".
"Iya, jadi tolong kamu katakan yang sejujurnya".
"Ka, Lusi butuh waktu sendiri".
"De, kamu....menduakan Kakak?"
"Bukan gitu, Kak. Tolong Lusi butuh waktu. Lusi pasti jelasin ke Kakak".
"De, Ka Angga akan kasih kamu waktu tapi tolong jangan ngegantung Kakak seperti ini. Kakak sayang sama kamu, De", sambil memegang tangan Lusi.
Lusi merasa bersalah lalu bergegas pulang tanpa mengucap kata lagi.
Angga pun pulang dengan perasaan kacau.
"Kenapa? Kenapa? Kenapa Ade bisa menduakan aku? Aku tahu aku kurang perhatian padanya tapi seharusnya dia mengerti aku kerja keras untuk kebahagiaan kita nanti".
Angga merasa terpukul tapi dia berusaha tetap sabar menunggu kabar dari Lusi.