Bab 13. Pembalasan Fabian

1319 Words
Angga dan Pak Harris menanti jawaban dari Lusi. "Lusi ingin menikah dengan Ka Angga tapi tidak sekarang. Lusi ingin kuliah, bekerja, melewati masa muda Lusi yang hanya sekali, jadi tolong Ka Angga bisa mengerti". "Dan Abah juga bisa menghargai keinginan Lusi, Lusi janji akan menjaga diri dan tidak mengulang kesalahan yang sama". "Iya, De, Ka Angga setuju dengan kamu. Ka Angga akan mendukung keinginan kamu selama itu hal yang positif. Saya juga mohon ke Pak Harris mendukung keinginan Lusi". "Baiklah, jika Nak Angga tidak keberatan dengan keinginan Lusi. Abah harus menghargai keinginan kalian". "Terimakasih Pak". "Terimakasih Abah", Lusi memeluk Abahnya. Hari sudah larut, Angga pamit pulang ke rumahnya. Selama di liburkan dari kampus, Lusi tetap belajar di rumah. Angga pun sekarang setiap sabtu datang ke rumah Lusi untuk menemuinya, kadang mengajaknya keluar atau hanya mengobrol di rumah. Sabtu ini, Angga datang ke rumah Lusi, dia membawa roti srikaya. "Malam Pak". "Nak Angga, masuk, Lusi ada di dalam". "Iya, Mari Pak". "Malam De". "Ka Angga udah datang. Duduk sini Ka". "Ini Ka Angga ada bawa roti srikaya untuk kamu". "Wah, kalau gitu Lusi buat teh dulu sebentar". Lusi kembali ke ruang tamu dengan membawa dua cangkir teh hangat. Mereka makan roti srikaya bersama. "Sudah lama rasanya kita bisa berdua seperti ini, Lusi kangen suasana seperti ini". "Iya, maaf Ka Angga sudah mengabaikan hal-hal kecil seperti ini. Ka Angga juga kangen suasana seperti ini. Sekarang kita akhirnya bisa merasakannya kembali". "Mereka saling memandang dan kebetulan ada sisa srikaya yang tertinggal di sudut bibir Lusi". Angga dengan segera mengelap sisa srikaya tersebut dengan ibu jarinya. Lalu Lusi memegang tangan Angga dan mendekatkan bibirnya ke bibir Angga. Angga pun menyambut bibir Lusi dengan lembut. Kecupan demi kecupan pun terjadi, mereka saling memeluk. Lusi lalu mengajak Angga ke kamarnya untuk saling melepas gairah mereka. "Ka, kita lakukan sebentar di kamar ya". Angga pun tak kuasa menolak karena gairah yang memuncak. "Ayo, De". Mereka pun menuju kamar, menutup pintu dan saling melepas pakaian. Untuk kedua kalinya, mereka berhubungan. Lusi membawa Angga ke atas tempat tidurnya. Sentuhan demi sentuhan semakin memanas dan sentuhan di area sensitif Lusi membuat Lusi mendesah. Dia menikmatinya. Angga pun menuju puncak kenikmatan. "Arghh..., arghh..., arghh...", terdengar desahan Lusi. Lalu Angga terkapar di sebelah Lusi. "Gimana, De, enak kan?" "Iya, lagi ya Ka". "Kamu mau lagi?" Lusi mengangguk dan mulai memainkan jari jemarinya membuat rangsangan. Tak butuh waktu lama rangsangannya membuat Angga tak bisa menolak. Dengan posisi yang berbeda mereka melakukan gerakan maju mundur dan sama-sama menikmatinya sampai keduanya merasa lemas dan puas. "Ka Angga, Lusi senang bisa seperti ini dengan Kakak". "Iya, De. Ka Angga juga senang bisa buat Ade senang". "Ka, kita segera berpakaian, yuk. Abah bentar lagi nutup nanti kalau lihat Kakak di kamar Lusi, bisa-bisa Ka Angga di bawain golok", canda Lusi. "Ade, jangan nakutin gitu, Ka Angga akan bilang langsung menikahi kamu saja. Kan Abah juga sudah setuju", balas Angga. "Ihhh..., Ka Angga". "Sudah, sudah ayo kita keluar". Mereka telah selesai berpakaian dan merapikan rambut mereka yang sedikit berantakan. Lalu menuju ruang tamu kembali dan mengobrol. Tak lama Pak Harris menutup toko dan menyapa Angga. "Abah senang lihat kalian seperti dulu lagi, semoga kalian bisa selalu langgeng". "Iya, Bah". Akhirnya mereka berbincang sebentar dan Angga pun pamit pulang karena hari sudah malam. Keesokan harinya, Lusi mendapat pesan dari Fabian. "Aku pengen ketemu kamu, ada yang ingin aku bicarakan". "Ka Fabian, Lusi minta maaf sudah membohongi Kakak. Lusi gak ada maksud menyakiti hati Kakak". "Kamu bukan hanya menyakiti hati aku tapi melukai harga diri aku, kamu pikir aku ini apa?" "Lusi minta maaf". "Lalu dengan maaf saja kamu pikir cukup". "Ka Fabian mau Lusi gimana?" "Kamu datang temui aku sekarang atau aku akan ke rumah kamu dan menemui Abah kamu lalu memberikan rekaman saat kita di hotel". "Apa maksud Ka Fabian? Rekaman di hotel? Rekaman apa?" "Rekaman saat kita saling bercinta". "Ka Fabian merekam hal itu tapi untuk apa?" "Sudah pokoknya kamu temui aku sekarang jika tidak rekaman ini akan langsung Abah kamu terima". "Jangan, jangan Ka, kita ketemu dimana? Lusi akan ke sana". "Aku jemput di halte dekat rumah kamu jam 1 siang nanti". Lusi pun terpaksa menuruti keinginan Fabian. Lusi membohongi Abahnya dengan mengatakan ke rumah temannya untuk menyalin pelajaran yang tertinggal selama dia diliburkan. Abahnya tanpa curiga pun mengizinkan. Lusi pergi ke halte dan Fabian sudah menunggunya di sana. Lalu Fabian membawa Lusi ke sebuah rumah kecil yang cukup sepi karena berada di komplek yang masih sepi. "Ka, kita mau kemana?" "Kamu ikut saja jika tidak mau Abah kamu kecewa". Lusi tak bertanya lagi dan mereka sampai di tujuan. "Kenapa kita ke sini, Ka? Ini rumah siapa?" "Kita masuk". "Tapi, Ka... ". "Atau kamu mau aku langsung kirimkan video ini ke Abah kamu". Fabian menunjukkan video tersebut ke Lusi. "Kenapa Ka? Kenapa Ka Fabian merekam itu? Apa begini cara Kakak menaklukan mantan-mantan Kakak? Dengan ancaman video seperti ini?" "Pandai kamu, kamu pikir aku benar-benar serius sama kamu. Hari itu di hotel seharusnya kamu sudah jadi milikku lalu setelah aku bosan ya aku cari yang baru. Video ini cuma untuk memastikan mereka itu tunduk sama aku dan buktinya aku selalu berhasil". "Kamu itu benar-benar lelaki jahat. Seharusnya aku tidak pernah berhubungan denganmu. Aku mau pulang". "Aku akan langsung kirimkan ini". "Jahat kamu. Mau kamu apa sekarang?" "Kita lakukan hal yang tertunda kemarin". "Gila kamu ya, kamu pikir setelah tahu kebusukkan kamu, saya mau sama kamu. Gak akan". "Baik, aku akan kirim ini sekarang". "Silahkan, saya akan jelaskan ke Abah siapa kamu yang sebenarnya". "Ternyata kamu berani juga ya, aku semakin b*******h mendapatkan kamu. Kita lihat seberapa garangnya kamu di ranjang?" "Gila kamu". Lusi mendorong Fabian namun Fabian malah memegang erat tangan Lusi lalu memaksanya masuk ke dalam rumah. Lusi melawan sekuat tenaganya namun dia kalah kuat. Fabian lalu mengunci pintu rumah tersebut dan mengantongi kunci itu ke dalam saku celananya. "Buka pintunya atau saya akan teriak". "Teriak saja, karena komplek di sini tuh masih sepi banget dan gak akan ada yang dengar". Lusi mengambil handphonenya dan berusaha menghubungi Angga tapi dengan cepat Fabian mengambilnya lalu melempar handphone milik Lusi hingga mati. "Ayolah, kita sama-sama menikmati, bukankah kamu juga menginginkannya?" Fabian mulai melepas pakaiannya satu persatu tanpa tersisa dan tanpa malu. "Lepaskan pakaianmu atau mau aku bantu?" "Gak, Lusi gak mau, tolong maafkan Lusi", sambil berkaca-kaca. "Sudahlah, jangan membuang waktu, kita bersenang-senang sekarang". Fabian mulai mendekati Lusi, Lusi berusaha menghindar namun apa daya, kekuatan Lusi kalah jauh dari Fabian yang bertubuh atletis itu. Fabian sudah memeluk tubuh Lusi hanya dengan sebelah tangannya dan tangan satunya sangat cekatan melepas pakaian Lusi mulai dari celana jeans yang dia kenakan lalu melepas kaos Lusi, bra dan terakhir celana dalamnya. Lalu Fabian mendorong Lusi ke sebuah kasur kecil yang memang sudah ada di sudut ruangan. Fabian menindih tubuh kecil Lusi. Lusi berusaha meronta namun Fabian semakin mengganas. Ciumannya mulai melumat menikmati setiap bagian tubuh Lusi. Lusi mendesah bahkan mengerang. Hatinya menolak melakukan itu namun gairahnya tak kuasa. Permainan Fabian begitu liar di ranjang karena sudah sering melakukannya. Lusi yang awalnya menolak akhirnya menikmati setiap gerakan permainan Fabian. Beberapa kali terjadi serangan dari Fabian yang membuat Lusi mencapai kenikmatan dan kepuasan. "Ternyata, kamu sudah pernah di pakai. Tapi, tak apalah, kamu cukup hebat di ranjang". Lusi menatap Fabian dengan tajam. "Saya rasa sekarang saya tidak punya perasaan bersalah lagi ke kamu. Jadi, kita akhiri saja sekarang. Tolong, hapus video itu dan mulai sekarang anggap kita tidak saling kenal". "Oke, aku hapus videonya sekarang". Fabian menghapusnya saat itu juga sambil menunjukkannya ke Lusi. Lalu Lusi mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya kembali begitupun Fabian. Selesai berpakaian, mereka keluar dari rumah tersebut. "Kamu bisa jalan kaki keluar dari komplek, lalu naik angkot ke kota, aku gak bisa antar kamu". Lusi hanya terdiam dan memandangi handphonenya yang mati. "Semoga handphoneku tidak rusak", Lusi berusaha menyalakan handphonenya dan untunglah handphonenya menyala. Lalu Lusi berjalan keluar komplek mencari angkot dan akhirnya bisa pulang ke rumahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD