3. Pelindung Terakhir Untuk Jefri Dari Mendiang Kedua Orang Tuanya

1048 Words
Esok harinya Jefri sudah boleh keluar dari Rumah Sakit, namun dia malah kebingungan mau pulang ke mana karena saat ini dia sudah tidak punya tempat untuk dituju. Jefri meyakinkan dirinya bahwa dia pasti bisa melewati hal buruk ini, dan bisa naik lagi perlahan-lahan ke tempatnya semula dan merebut semua miliknya yang sudah diambil secara paksa oleh Paman Hendrik dengan cara yang kotor. Jefri berjalan tak tentu arah, namun dia selalu mampir dan menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan bagi dirinya yang saat ini sangat memerlukan pekerjaan agar bisa menghasilkan uang dan bertahan hidup dari kerasnya dunia fana ini. Semua toko yang Jefri singgahi tidak ada satu pun yang menerima Jefri karena tidak ada lowongan pekerjaan yang tersedia. Jefri kini duduk di sebuah bangku halte bus dan di dekatnya ada sebotol minuman mineral yang tinggal setengah lagi dan kemungkinan pemiliknya lupa membawanya. Jefri meraih botol minuman itu dan membuka tutupnya dan mereguk air di dalamnya. "Segarnya," ucap Jefri sembari menyeka sisa air yang tersisa di sekitar mulutnya. "Bukankah ini lingkungan tempat tinggal para kerabatku berada," Jefri mengenali wilayah ini karena dia pernah beberapa kali datang ke rumah kerabatnya. "Oh iya, apa aku minta bantuan saja ya kepada mereka? Siapa tahu salah satu diantara mereka ada yang bersedia membantuku dan menampungku untuk sementara waktu," pikir Jefri. "Lebih baik aku mencobanya dulu." Jefri bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menuju ke rumah para kerabatnya yang kebetulan rumahnya memang berkumpul di wilayah ini. Tidak butuh waktu yang lama, kini Jefri sudah sampai di salah satu rumah kerabatnya yang bernama Bibi Lili. Rumah Bibi Lili lumayan besar dan dikelilingi oleh pagar yang menjulang. "Permisi, Pak," sapa Jefri kepada satpam yang sedang berjaga di dekat pintu gerbang. "Bibi Lili-nya ada? Tolong sampaikan kepada Bibi Lili bahwa keponakannya yang bernama Jefri datang." "Maaf, Tuan. Sepertinya anda salah rumah. Pemilik rumah ini tidak mempunyai seorang keponakan bernama Jefri," tutur Pak Satpam yang berjaga. Kening Jefri mengernyit. "Pemilik rumah ini sudah berganti pemilik kah?" Satpam itu hanya bisa terdiam karena nyatanya rumah ini memang belum berganti pemilik. Tiba-tiba mobil yang dikendarai oleh Bibi Lili tiba dan pintu gerbang segera dibukakan. Jefri yang melihat Bibinya ada di dalam mobil segera menghampiri mobil itu dan menghalangi laju mobil itu. "Bibi!" Tin tin tin. Bibi Lili malah mengklakson berkali-kali agar Jefri tidak menghalangi jalannya. Kaca jendela pintu mobil itu terbuka, "Hei, Pak Tua!" panggilnya kepada satpam yang sedang berjaga. "Cepat enyahkan orang itu dari jalanku!" perintah Bibi Lili. Jefri hanya bisa terdiam saat Bibi Lili malah melihatnya dengan tatapan sinis. Jefri akhirnya diseret paksa menjauh dari mobil Bibi Lili dan dilemparkan ke luar. "Huft," Jefri hanya bisa menghela napasnya dan langkah kakinya mulai dia langkahkan menuju ke rumah kerabatnya yang lainnya. Lagi-lagi perlakuan buruk yang didapatkan oleh Jefri, semua kerabatnya tidak ada yang mau menjalin hubungan lagi dengan Jefri. Jefri hanya bisa memejamkan kedua matanya karena hatinya terasa sesak. "Apakah semua keramahtamahan dan kasih sayang mereka selama ini hanyalah kepalsuan belaka?" Jefri bertanya-tanya. "Percuma saja aku memperlakukan kalian dengan baik selama ini jika ini balasan yang kalian berikan kepadaku yang sedang memerlukan bantuan." "Ternyata setelah semua hartaku lenyap, hubungan persaudaraan kita juga ikut lenyap," lirih Jefri dengan kedua matanya yang mulai memerah. Hari sudah semakin gelap dan Jefri belum punya tempat bernaung. Tanpa Jefri sadari ternyata langkah kakinya menuntunnya ke arah tempat peristirahatan terakhir kedua orangtuanya. "Lho. .. kok aku malah ke sini?" Jefri baru menyadari bahwa dirinya malah berjalan ke arah pemakaman. Wajah pemuda itu saat ini terlihat begitu sendu dan dengan langkah gontainya dia memasuki area pemakaman. "Lebih baik aku bermalam dengan kedua orang tuaku saja." Kini Jefri sudah berada di depan makam kedua orangtuanya. Pemuda itu langsung memeluk nisan Ibunya. "Ma, Pa," panggilnya kepada kedua orang tuanya. "Kenapa kalian pergi begitu cepat?" tangis Jefri mulai mengalir deras. "Seandainya saja kalian masih ada di dunia ini, aku pasti terlindungi dari semua kelicikan semua keluargaku." "Kenapa kalian begitu jahat meninggalkanku sendirian bersama orang-orang jahat itu?" Jefri menangis sejadi-jadinya di pemakaman itu. Cahaya bulan malam ini menerangi area pemakaman dan membuat Jefri tidak merasakan sesak karena gelapnya malam. Tangis Jefri telah berhenti dan kedua matanya melihat nisan kedua orangtuanya yang terlihat aneh saat terpapar sinar rembulan. Lebih tepatnya bukan aneh tapi Jefri baru menyadari bahwa ada lambang yang terukir di kedua nisan orang tuanya. "Ini kan lambang air mengalir." Jefri mulai mengingat lambang ini. Dulu sewaktu Jefri masih kecil dan kedua orang tuanya masih hidup, dia sering diajak ke sebuah tempat rahasia yang memiliki lambang seperti air mengalir. Flashback. "Jef, kamu boleh menggunakan semua sumberdaya yang ada di ruangan ini tapi jika kamu sedang kesulitan. Dan ingat! Kamu tidak boleh memberitahukan tempat rahasia ini kepada siapapun oke!" pinta Ayah Jefri. "Baik, Pah," jawab Jefri kecil. Flashback end. Jefri mulai merebahkan tubuhnya di atas tanah yang diapit oleh makam kedua orangtuanya. "Aku bersumpah akan membalas semua kejahatan yang kalian lakukan padaku. Dan akan aku rebut kembali apa yang sudah sedari awal menjadi milikku." Kedua mata Jefri terpejam dengan perasaan hangat karena ada sebuah harapan yang ternyata sudah disiapkan oleh kedua orangtuanya sebagai perlindungan terakhir jika orang yang dipercayai oleh mereka berdua mengkhianati janjinya. Esok harinya Jefri bangun pagi-pagi sekali, setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya yang telah lama tiada. Jefri melangkahkan kakinya keluar dari area pemakaman ini. Dengan langkah cepat dia mulai berjalan menuju tempat yang dijadikan oleh kedua orang tuanya menjadi tempat rahasia penyimpanan uang dan emas batangan yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Belum sampai Jefri keluar dari area pemakaman ini, dia melihat ada tubuh seorang bapak-bapak yang tergeletak di atas rerumputan pemakaman. Jefri segera mendekat, "Pak, anda baik-baik saja?" "Tolong aku!" lirih Bapak-Bapak itu. "Aku baru saja digigit oleh ular berbisa." Jefri segera memeriksa dan ternyata kaki sebelah kanan Bapak-Bapak ini yang digigit oleh ular berbisa itu. Srek! Jefri menyobek kain bagian bawah bajunya dan menalikan kain itu untuk mencegah bisa ular semakin menyebar. "Pak, naik ke pundakku! Aku akan membawamu ke klinik terdekat." Jefri menggendong Bapak-Bapak itu, dengan langkah cepat dan tergopoh-gopoh. Dia membawa Bapak-Bapak itu meninggalkan area pemakaman dan segera berlari menuju klinik terdekat. Di ujung sana ada penjaga kuburan yang baru saja tiba di area pemakaman ini. "Pak, klinik terdekat di sekitar sini di sebelah mana ya?" tanya Jefri panik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD