4| Ineffable

1958 Words
"FIX, JE! GUE JATUH CINTA!" Bekapan pada mulut Keyla, nyatanya percuma dilakukan Jean karna semua mata sudah terlanjur menatap sepasang sahabat itu. Tak sedikit yang segera memberikan tatapan sinis kepada keduanya, terlihat tak menyukai wajah-wajah cantik yang menjadi incaran para senior mereka itu. Tanpa perduli, Keyla melepaskan bekapan yang sedari tadi menyarang di bibirnya. Digantikan dengan senyum sumringah, menatap sahabatnya itu tersipu malu. "Lo udah ngomong gitu lebih dari seratus kali, Key!" Jean— satu-satunya sahabat Keyla di sekolah memberikan peringatan. Peringatan yang hanya Keyla balas dengan cengiran bodoh, "Ya, gimana? Emang gue beneran lagi jatuh cinta." "Oke--" Jean membenarkan posisi duduknya, bahkan sempat menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, "Jelasin gimana ceritanya." Gantian Keyla yang membenarkan posisi duduknya di atas bangku kantin ini, "Semuanya tuh dadakan, dia tiba-tiba dateng terus bayarin ice cream gue dan dengan sekurang ajar itu natap gue! Jadi jangan salahin kalo gue jatuh cinta sama dia." Di posisinya, Jean terlihat mengerutkan keningnya geli, "Kayak sinetron, agak geli ngebayanginnya," "Tapi sweet, kan?" "Ya--" lawannya menggantung jawabannya, "Iyasih." Keyla tertawa kecil sebelum meminum ganas jus alpukatnya walau bibirnya masih melengkungkan senyuman. "Nama dia siapa?" Perhatian gadis itu kembali pada Jean kala pertanyaan kembali terdengar. Dan kali ini, wajah Keyla berubah murung. "Gak tau." "Sekolah dimana?" Gelengan kepala kembali Keyla tunjukan, "Gak tau juga." Sebuah sendok mendarat tepat di dahi gadis itu, membuat pemiliknya meringis dengan tangan yang mengusap-ngusap bagian dahinya, "Oon, kan!" "Dia gak mau ngasih tau, anjir! Kenapa jadi nyalahin gue?" "Terus abis nganterin lo, dia langsung cabut gitu aja?" tanya Jean tak percaya, dan ketika anggukan kepala Keyla keluarkan, bibir gadis itu terlihat terbuka lebar. "Gak jodoh berarti, gak jodoh." "JEAN!" "Ya lo bayangin aja, ada berapa sekolah di kota kita? Kemungkinan lo ketemu lagi tuh cuma satu berbanding seribu! Alias gak mungkin!" Omongan benar itu kembali menghadirkan bibir manyun Keyla. Benar-benar tak menyukai fakta yang baru saja dirinya dengar. Memiliki niatan untuk kembali memakan sushi miliknya. "Hay, Key?" Pandangan Keyla beralih kala sebuah suara datang dari arah sebelah kirinya. Memilih memalingkan wajahnya tanpa senyum, mood gadis itu sedang hancur saat ini. "Iya?" respon Keyla malas, menatap cowok tampan di sampingnya. "Gue suka sama lo." Sebuah kalimat yang mampu membuat Keyla terdiam mematung di bangku kantinnya itu terdengar. Tangannya yang baru saja ingin menyumpitkan sebuah sushi pun kini seperti membeku di udara, sedangkan mata indahnya nampak fokus menatap laki-laki ber-badge kelas 12 itu. Tanpa menunggu respon Keyla yang menurutnya sangat lama, cowok tampan itu terlihat meletakkan sebuah kotak yang di hias rapih menggunakan sebuah pita berwarna soft pink. Sedangkan gadis itu hanya mengikuti arah pandang barang yang kini berada di hadapannya. Senior yang bahkan tidak Keyla ketahui namanya itu menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. Kemudian nampak tersenyum manis, memperlihatkan sebuah lesung pipinya yang berada di sebelah kanan. Keyla masih nampak terpaku sebelum sebuah senggolan yang berasal dari Jean mampu mengembalikan kesadaran Keyla. Apalagi karna kini seluruh mata tengah menatap ke arahnya dengan rasa penasaran yang memuncak atas jawaban apa yang akan Princess sekolah mereka ini berikan. Keyla meletakan sumpitnya, ia bahkan sempat berdehem canggung, "Hm, Ka--" Ucapan Keyla terputus, menyadari tak mengetahui nama dari cowok tampan disampingnya, matanyapun terlihat mencari name-tag milik seniornya itu, "Kak Kevin, ya?" Cowok bernama Kevin itu mengangguk antusias. "Maaf, gue gak bisa, Kak. Lagian kitakan gak pernah kenal, apalagi ngobrol. Jadi--" "Gue udah sering mantau lo selama setahun ini," potong Kevin cepat, "Jadi gue harap, lo kasih kesempatan kecil buat gue," Kevin sempat menarik napasnya dan membenarkan posisi dasi miliknya, "Lo juga gak perlu jawab sekarang, kita bisa ketemu sehabis pulang sekolah di taman. Bye." Lanjutnya yang sempat mengelus rambut Keyla lembut sebelum akhirnya cowok jangkung itu memilih pergi. Meninggalkan Jean yang terlihat bernapas lega. Entah mengapa malah jadi dirinya yang sangat gugup, padahal jelas-jelas Keyla yang di beri pernyataan cinta. Jean menutup mulutnya, berusaha agar tak terlihat histeris, "Gila-gila, dia ketua osis di sekolah kita! Cakep banget, parah." Keyla memanyunkan bibirnya, benar-benar tidak menunjukan ekspresi bahagia sedikitpun, "Lo mau? Ambil gih, gue gak minat." "Rabun nih anak," sambar Jean, "Dia cowok terpinter disekolah kita, anak baik-baik, rajin, sopan, disayang guru! Kurang apalagi sebutin!" "Emang gak ada kurangnya sih," "Terus kenapa lo gak suka?" "Karna justru, cowok yang terlalu sempurna itu gak menarik buat gue. Apa serunya punya pacar baik-baik? Gak ada tantangannya." Daratan sendok kembali mendarat di dahi Keyla, "Pola pikir gininih yang harus dilurusin." Keyla melirik tajam Jean, "Bodo! Gak mau! Buat lo aja sana! Gue mau yang semalem!" Jean kembali menutup mulut Keyla rapat-rapat. Pandangannya nampak menyapu sekitar, menyadari semua mata kembali pada mereka berdua. "Berisik, gila!" •••• "Lo langsung balik?" Pertanyaan Jean membuat wajah murung Keyla terlihat, lalu gadis itu nampak mengangguk pelan. Salah satu hal yang tak ia sukai dari hidupnya adalah ini. Tak pernah bisa bermain atau sekedar berkumpul dengan teman-temannya sepulang sekolah. Ayahnya tak pernah mengizinkan Keyla melakukan hal itu. Segera memerintahkan seorang supir plus pengawal yang akan datang menjemputnya ketika bell pulang sekolah berbunyi. Dengan gemas, Jean mengusap lembut kepala Keyla, "Gak apa-apa, gue bisa minta temenin Mike kok. Lo balik aja." "Sori banget ya, Je. Gue gak pernah bisa nemenin lo jalan." katanya dengan wajah menunduk, kembali menghadirkan senyum dibibir Jean. Bahkan gadis itu nampak memeluk Keyla singkat, "Gak apa-apa, yaudah gih sana ke depan. Jemputan lo udah dateng siapa tau." Keyla mengangguk, kemudian mulai berjalan memisahkan diri dari Jean. Sempat melambaikan tangannya sebelum berjalan malas menuju keluar gerbang. Mencari-cari mobil Ayahnya yang biasanya sudah stand-by di depan gerbang. Walau yang ia cari nampak tak terlihat. Sempat mengerutkan keningnya bingung, lalu melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, pukul lima lewat lima belas. Tak biasanya mobil jemputannya itu telat datang. Kembali menoleh ke arah kanan dan kirinya sekali lagi sebelum pandangnnya terkunci pada rombongan anak SMA dengan mengenakan seragam yang berbeda dengannya. Tengah berkerumun tepat di seberang jalan, sesekali ke-tujuh pemuda tampan yang menaiki motor ninja berbeda warna itu nampak mengeluarkan tawanya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas, saat ini Keyla nampak kembali menemukan hidupnya. Gadis itu bahkan sempat mengusap matanya kasar, mencoba untuk menghilangkan halusinasi yang sepertinya tengah dirinya alami. "Gue udah gila, fix!" mengakhiri kalimatnya dengan tawa geli, walau dimenit berikutnya, ia kembali memfokuskan matanya. "Oke, cuman mastiin ya, Key." entah apa yang membuat nyali Keyla kambuh, yang jelas, tanpa perintah kakinya terlihat mulai melangkah. Berjalan tanpa dosa mendekati kerumunan cowok asing itu tanpa melepaskan pandangannya dari si tampan. Dan semakin dekat posisinya, semakin jelas pula apa yang dirinya lihat. Membuat mata Keyla hampir saja gelinding dibuatnya ketika manik indah yang membuatnya tak bisa tidur semalaman itu ikut menatapnya. Dan dari apa yang Keyla lihat, cowok yang bahkan tak dirinya ketahui namanya itu juga terkejud akan kehadirannya. "Lo!?" Keyla hampir menjerit begitu meyakini kebenaran dari penglihatannya, menutup mulutnya rapat-rapat sebelum rahangnya terjatuh karna menganga. Hal yang terjadi tak jauh berbeda dengan lawan bicaranya, "Lo kok bisa disini!?" Keyla mengedipkan matanya susah payah, ia hampir kehilangan kesadarannya, "Harusnya gue yang tanya, ngapain lo berdiri di depan sekolah gue?" Manik Raynzal beralih pada gerbang kokoh berawarna merah yang terpajang tepat dibelakang Keyla, "Lo sekolah disini?" Dalam diam Keyla mengangguk. Masih terlihat setengah sadar. Menyalahi omongan Jean yang mengatakan kalau mereka tak akan pernah bertemu lagi. Kalau kata Keyla, jodoh memang tak kemana. Tak pernah ia rasakan, kalau kebetulan adalah hal yang indah. "Bentar-bentar--" perhatian Keyla beralih saat seseorang berambut keriting berjalan di antara sepasang makhluk itu, "Lo siapa? Kalian saling kenal?" "Enggak." "Iya." Dua jawaban berbeda datang dari bibir Raynzal dan Keyla. Membuat senyum geli terlintas bibir cowok tampan dengan name-tag Al Delano itu. Senyuman yang membuat Keyla memasang wajah cerianya, kemudian menjulurkan tangan ke arah Al, "Gue Keyla." "Al, temennya Raynzal." balas si tampan berambut keriting yang segera Raynzal respon dengan lemparan botol air mineral. "Namanya Raynzal!?" tanya Keyla bersemangat, menatap Raynzal dengan sorot berbinar. Dan Al nampak dengan bodohnya mengangguk, "Lo kenal dia tapi gak tau namanya?" Jelas saja Keyla menggeleng, menghadirkan dengusan tak percaya dari arah rekannya, segera menatap Raynzal dengan tak suka. "Jual mahal anjing." "Hay, Keyla?" Perhatian Keyla beralih, ke arah cowok tampan lainnya yang tengah tersenyum manis, menunjukan lesung pipinya. "Gue Steve." Dalam jarak yang cukup jauh, gadis itu melambaikan tangannya, "Hai, Steve!" "Itu Derren," tunjuk Steve pada seorang laki-laki berkacamata, namun tetap tampan, "disampingnya ada Richard, yang paling putih kayak Oppa Korea namanya Arkan," Dengan antusias Keyla melakukan hal yang sama, tersenyum girang sembari melambaikan tangannya. "Yang terakhir--" Steve menghentikan kalimatnya, menatap Al dengan penuh kode, "Lo aja nyet yang ngenalin." Cowok berambut keriting itu sempat melirik orang terakhir, tengah menghisap dalam-dalam rokoknya tanpa perduli dengan kejadian ini. "Gak usah kenalan lah, Key--" kata Al akhirnya menyerah, terlalu malas dengan rekannya satu itu. "Kenapa emang?" Keyla bertanya polos. "Gak bakal direspon juga sama dia," jawab Al enteng, "yang jelas namanya Arga." Keyla kembali mengangguk mengerti. Terlalu bersemangat membuatnya lupa pada tujuan awal. "By the way--" Al memulai selidikannya, "Kalian kenal dimana? Club?" Jelas saja Keyla menggeleng, bahkan Raynzal terlihat menarik rambut Al kesal. "Terus dimana? Kapan? Kok bisa? Raynzal kan bukan tipe orang yang mau kenalan sama orang asing." lanjutnya bersemangat. Lagi, tarikan kedua menyapa rambut keriting Al, "Gak usah pengen tauan urusan orang deh, kutil." Jawaban yang menghadirkan tawa geli dari Al dan Steve, kedua orang itu terlihat memulai keisengannya. "Kamu gak usah mau tau urusan aku deh!" Al bersuara, menirukan gaya bicara Raynzal ke arah Steve, bahkan terlihat memukul bahu sobatnya itu gemulai. "Kenapa emang?" Steve ikut andil di dalam permainan Al, mengeluarkan suara layaknya perempuan. "Kamu masih kecil! Inikan pembahasan delapan belas tahun ke atas!" Tawa geli pecah dari arah beberapa orang yang berada disana. Termaksud Keyla, tersenyum geli karna melihat tingkah menggemaskan dari kedua orang itu. Tidak dengan Raynzal yang kali ini memasang tampang masam. Menahan dirinya sebisa mungkin untuk tak membelah tubuh Al dan Steve ke dalam delapan bagian. "Key--" perhatian Keyla beralih pada Steve, "Disekolah lo ada lagi gak yang secantik lo?" Sempat berfikir sejenak sebelum gelengan kepala terlihat, "Gue yang paling cantik." Gemuruh sorakan nampak terdengar, menyetujui kesombongan dari calon Raynzal ini. "Kalian ngapain berdiri di depan gerbang sekolah gue?" pertanyaan yang sama kembali Keyla tanyakan. Pertanyaan yang sempat membuat mereka saling pandang dalam diam. Seperti ingin menyuarakan jawabannya. "Bukan urusan lo." akhirnya, Raynzal bersuara, kembali mengalihkan perhatian semua mata. "Bang--" Al berjalan mendekati Raynzal, kemudian terlihat merangkulnya, "Jangan galak-galak lah, masa cewek cakep begini di kasarin sih," Tanpa perduli, dilepaskannya rangkulan itu secara ganas, "Lo ngapain masih disini?" Keyla memajukan bibirnya, "Nyebelin lo dari semalem gak berubah!" "Dari semalem?" Steve membeo, bahkan terlihat membulatkan matanya, pura-pura terkejud, "Semalem emang abis ngapain kalian?" "Semalem?" Keyla mengulang, "Gue nemenin dia pergi ke--" Ucapan itu secepat kilat tenggelam saat bibirnya dengan sempurna tertutup oleh tangan kokoh milik Raynzal. Perlakuan tiba-tiba yang membuat mata Keyla membulat, menatap wajah yang hanya berjarak sejengkal itu tanpa berkedip. Perilaku yang kembali mendatangkan sorakan dukungan dari arah penonton, "Ya ilah, nyet, bagi-bagi pengalaman pelit amat." "Kalian bisa ngurusin b*****t-b*****t itu sendiri, kan?" Raynzal bertanya, masih nampak membekap bibir Keyla, "Gue cabut dulu." "Nge-date?" tembak Al diikuti cengiran setannya. "Apa mau jalan-jalan ditengah cuaca mendukung ini?" sambar Steve tak kalah menyebalkannya. Tolong ingatkan Raynzal untuk menendang b****g keduanya disaat urusannya dengan si cantik ini selesai. Untuk itu, tanpa mau merespon, sebuah tarikan tangan terlihat menyapa Keyla. Membawanya mendekat pada motor ninja berwarna putihnya. "Mau kemana?" Keyla bertanya sesaat setelah Raynzal selesai memakaikan helm full face miliknya kepada kepala Keyla. Pertanyaan yang jelas saja menghadirkan tatapan sinis dari Raynzal, "Diem aja, gak usah berisik." Mata Keyla membulat secara tiba-tiba, sebelum gadis itu nampak menyilangkan tangannya di depan d**a, "Lo gak mau aneh-aneh sama gue, kan?" Raynzal berdecih sebelum melirik bagian tubuh Keyla ragu, "Gak ada juga yang bisa di aneh-anehin." "IH!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD