5| Mellifluous

1307 Words
KEYLA melepaskan helm besar yang sedari tadi menempel di kepalanya begitu motor milik Raynzal mulai memasuki perkomplekan rumahnya. Setelahnya, ia terlihat menepuk punggung cowok itu singkat, membuat pemiliknya melirik ke arah kaca spion untuk melihat ke arahnya. "Gue gak mau pulang, berenti disini aja." pinta Keyla yang terdengar sudah seribu kalinya di telinga Raynzal. Namun tetap saja, cowok itu terlihat tak perduli dan masih terus menancap gas. Berjalan mendekati rumah Keyla. Membuat gadis itu memajukan bibirnya sembari memeluk helm besar milik Raynzal. Sudah pasrah, merasa tak akan menang melawan cowok bertatto itu. Pandangannya sempat beralih pada sekitar, memperhatikan detail perkomplekan rumahnya yang rata-rata ditempati oleh rumah-rumah mewah dan indah. Dan sepertinya, Keyla baru menyadari hal itu. Padahal ia sudah tinggal di daerah ini lebih dari 10 tahun. Memilih menarik napasnya dalam-dalam, menghirup aroma kebebasan yang tak akan lagi bisa ia rasakan ketika dirinya sudah menginjakan kaki ke dalam rumahnya. Sebelum maniknya beralih, terlihat menyadari dua orang berjas hitam yang saat ini tengah berdiri tepat didepan gerbang rumah Keyla. Untuk itu, tepukan singkat pada punggung Raynzal kembali gadis itu ulangi. "Berenti disini, please." Kedua kalinya Raynzal melirik Keyla dari arah kaca spion, sebelum pandangan cowok itu beralih ke arah depannya. Ikut menyadari apa yang Keyla lihat, Raynzal menepikan motornya di disamping tembok pagar rumah Keyla. Posisi yang aman karna keberadaan mereka tertutupi oleh sebuah pohon besar. "Siapa?" Raynzal bertanya sesaat setelah Keyla turun dari atas motornya. "Paling pengawal bokap gue, yang waktu itu lo pukulin." jawab Keyla sembari memberikan helm yang sedari tadi ia peluk pada pemiliknya. Ucapan santai yang segera menghadirkan tatapan penuh tanya dari arah Raynzal. Ekspresi yang membuat Keyla tersenyum geli begitu menyadarinya, "Lo penasaran kenapa bokap gue punya banyak pengawal?" "Enggak." Keyla kembali memanyunkan bibirnya, sebal dengan jawaban ketus cowok itu. Padahal jelas-jelas ekspresi yang ditunjukannya sangat amat menunjukan kalau dirinya penasaran, namun kenapa yang keluar dari bibir si tampan adalah jawaban seperti itu? Hampir memakinya sebelum ponsel milik Raynzal berbunyi. Jadilah gadis itu memilih diam, menunggu pangerannya selesai mengangkat telfon. "Sekarang pada dimana?" cowok itu bertanya pada sang penelfonnya, entah siapa, Keyla tak tahu. Sibuk memperhatikan si tampan yang saat ini mengenakan seragam sekolahnya. Nampak berantakan namun mampu membuat mata Keyla tak berkedip. "Yaudah, gue ke warung Mpok Onah sekarang." Ketika panggilan berakhir, barulah gadis itu mengedipkan matanya. "Zal?" Keyla memanggil, masih menatap si tampan yang saat ini tengah sibuk bermain ponsel, terlihat mengetikkan sesuatu di dalamnya. "Hm?" responnya tanpa menoleh. Walau sempat ragu, akhirnya ia memberanikan diri bertanya, menghilangkan rasa penasarannya, "Lo punya pacar?" "Punya." lagi-lagi hanya jawaban singkat saja yang Keyla dengar, namun tetap menghadirkan senyum lebar di bibir Keyla. Ekspresi aneh yang mendatangkan perhatian Raynzal, "Kenapa senyum-senyum?" "Kata 'punya' yang lo bilang barusan, malah sangat menunjukan kalo lo itu jomblo." ucap Keyla penuh keyakinan, kembali tersenyum saat Raynzal berdecih tak perduli. "Berarti gue ada kesempatan, kan?" pertanyaan frontal kembali Keyla tanyakan. Kembali pula menghadirkan ekspresi tak percaya Raynzal. Mungkin selama hidup, baru kali ini ia bertemu dengan gadis gila seperti Keyla. Tak ada jawaban yang Keyla dengar, membuat sebuah ide terlintas di benak gadis itu. Nampak menunggu Raynzal selesai mengetik sebelum direbutnya ponsel milik si tampan. "Siniin, gak?" Raynzal menjulurkan tangannya, masih setia berada di atas motor miliknya. Sedangkan Keyla terlihat mundur selangkah, menjauhkan dirinya dari jangkauan Raynzal. Sibuk berkutat dengan ponsel cowok itu, entah apa yang dirinya lakukan. "Keyla, siniin gak?" Pandangan Keyla beralih secepat kilat. Bahkan matanya nampak terbuka, "Lo panggil gue apa?" "Siniin, gak?" Keyla menggeleng, "Enggak, tadi lo panggil gue apa?" Raynzal tak menyahut, malah memasang tampang datarnya. "Lo tau nama gue?" pertanyaan itu terdengar sangat excited di telinga Raynzal, "Coba panggil gue lagi?" "Males, siniin." "Gak mau, panggil dulu." Cowok itu kembali memasang tampang datarnya, semakin mengerikan malah, membuat gadis itu menyerah. Terlihat memberikan ponsel itu kepada pemiliknya, "Yaudah, gue balik." Kata terakhir sebelum si cantik memutar tubuhnya. Berniat masuk melewati pintu belakang sebelum sebuah suara kembali terdengar. "Pasti ada alasan, kenapa bokap lo ngelarang lo untuk keluar." Tubuh gadis itu kembali berputar, menatap si tampan dengan ekspresi penuh tanya. "Mungkin bokap lo gak mau anak cantiknya kenapa-kenapa." Kalimat terakhir yang Keyla dengar, hampir saja melumpuhkan kaki gadis itu. Harus menguatkan tubuhnya agar tak pingsan sampai ketika Raynzal kembali menancap gas motornya. Menghilang dari pandangan Keyla, namun tetap menghadirkan senyum di bibirnya. Tak percaya dengan apa yang baru saja dirinya dengar, "Dia bilang gue cantik?" •••• Selesai mengerjakan tugas selama tiga jam di depan laptop, dengan lemahnya Keyla berjalan ke arah kasur. Merebahkan dirinya sebelum melirik ke arah jam dinding, pukul 23:16 dan gadis itu masih belum mengantuk. Kata-kata indah yang tadi sore dirinya dengar terus terngiang di telinganya. Membuat dirinya harus berkonsentrasi penuh saat mengerjakan tugasnya tadi. Kembali terdiam dengan pandangan lurus menatap langit-langit kamarnya. Keheningan dan kesendirian yang sudah Keyla rasakan selama belasan tahun. Tanpa teman dan keluarga, hanya sunyi yang menemani hari-harinya. Memilih menggerakan kakinya ke kiri dan ke kanan, mengikuti otaknya yang saat ini tengah bersenandung. Nampak memejamkan matanya sebelum otaknya kembali mengingat hal penting yang membuatnya segera membuka matanya lebar-lebar. Tersenyum penuh kemenangan sesaat sebelum dirinya menemukan ponselnya yang terletak di bawah bantal. Segera mencari-cari sesuatu yang sangat penting dihidupnya, lebih penting dari nyawanya sendiri kalau kata Keyla. Kembali tersenyum lebar saat dirinya selesai mengetikkan sesuatu didalamnya. Menunggu dengan jantung berdebar. Keyla Hai! Gue Keyla. Lagi ngapain? Makan udah? Menunggu kata read itu muncul dengan sabar. Masih dengan senyum yang mengembang. Raynzal Dapet nomor gue darimana? Keyla Daritadi hehe By the way, lo lagi dimana? Gue samperin boleh ga? Gue bosen nih Raynzal Engga Keyla memanyunkan bibirnya kesal, karakter Raynzal benar-benar sangat sulit di dekati. Keyla Yaudah deh gue cerita aja Masa tadi, bokap gue mukul pengawal sama supir karna telat jemput gue. Gue kadang ga ngerti sama jalan pikirannya, dia itu tipe yang gak mau cari tahu hal dari dua sisi. Kalo dia udah yakin sama pemikiran A, yang selama akan gitu. Terus nih ya, dia bentak gue. Katanya gamau gue balik sendiri, jadikan gue nangis. Dia emang ga pernah sayang sama gue, sama kaya ke nyokap. Dia juga kasar sama nyokap gue :( Dengan sabarnya, gadis itu masih saja menunggu balasan atas curhatan panjangnya. Walau ia sudah yakin cowok itu membaca, namun balasan yang dirinya tunggu masih belum juga terlihat. Memilih meletakkan ponselnya di atas perut sebelum kembali pada langit-langit kamarnya. Merasakan hembusan AC kamarnya yang tanpa sadar membuat matanya terasa berat. Hingga Keyla memilih memejamkannya. Tak ada niatan tidur memang, hanya ingin mengistirahatkan matanya sejenak. Walau di akhir, gadis itu tetap saja jatuh tertidur. Masih setia dengan ponsel yang ia genggam. Baru beberapa menit berlalu, nyawanya kembali menyatu dengan tubuhnya. Terlalu terkejud dengan getaran tiba-tiba yang berasal dari ponsel miliknya. Walau dengan setengah sadar, ia memilih mengangkatnya. Belum ada niatan untuk membuka matanya sebelum suara tak asing memasuki hatinya. "Tidur?" Satu kata itu berhasil melebarkan mata Keyla, membuat mata indah itu hampir saja gelinding dibuatnya. "Raynzal?" Keyla bertanya, memastikan indra pendengarannya. "Katanya mau jalan, jadi gak?" Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Keyla malah mencubit pipinya sendiri. Memastikan kalau ini bukanlah mimpi indah. "Aw! Gue gak mimpi?" gadis itu kembali bertanya, walau masih belum percaya dengan apa yang saat ini tengah terjadi. "Lima menit lo gak kesini, gue cabut." "Ha?" gadis itu bergeming tak mengerti. "Gue disamping rumah lo." Mulut gadis itu terbuka lebar, bahkan ia secepat kilat bangkit. Berlari kecil ke arah jendela kamarnya sebelum melihat ke arah bawah. Mendapati si tampan tengah duduk di atas motornya sembari menempelkan ponselnya ke telinga. Pemandangan indah yang jelas saja menghadirkan senyum lebar dibibir gadis itu. "Lo ganteng pake jaket putih." entah apa yang dirinya katakan, Keyla bahkan tak menyadarinya. Semua itu keluar begitu saja dari bibirnya. "Gue cabut." "Iya-iya gue turun! Gak sabaran banget sih mentang-mentang ganteng." "Emang." Keyla menjauhkan ponselnya, benar-benar hampir memaki cowok itu kalau saja mengingat dirinya sedang kasmaran saat ini. "IH!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD