10| Evanescent

1443 Words
"KAMU darimana?" Tubuh Keyla mematung saat sambaran suara terdengar menggema di telinganya, membuat niat awal Keyla untuk menuju kamarnyapun terpaksa ia urungkan. Membalikkan badannya dengan kaku saat maniknya menatap wajah sang Ayah yang saat ini tengah duduk dengan santai di atas sofa ruang keluarga. Dengan jantung yang berdegub kencang, Gadis itu berjalan dengan kepala tertunduk. Menghampiri sang ayah tanpa berani mengeluarkan sepatah katapun. Memilih berdiri tepat di depan Jonathan yang saat ini masih terlihat berada di posisi awalnya. Manik Jonathan berpindah pada anak gadis semata wayangnya itu, menatap Keyla dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sudah tak menemukan baju seragam yang melekat disana, Jonathan terlihat menarik napasnya dalam-dalam. "Ayah tanya, kamu darimana?" pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya terdengar, menghadirkan getaran di dalam jantungnya. Ia benar-benar tak suka berada di posisi ini, karna di ending, Keyla tahu benar apa yang akan terjadi pada dirinya. Masih menunduk dalam-dalam, Keyla mulai membuka suranya, "Sekolah, Yah." Hentakkan pada tongkat yang saat ini tengah berada di tangan kiri Jonathan terdengar, nampak tak bisa menerima alasan itu. "Ayah meminta kamu untuk menjawab dengan jujur, bukan berbohong." Susah payah Keyla menelan salivanya, belum siap dengan kejujuran yang Jonathan minta pada dirinya. "Darimana lagi aku, kalo bukan dari sekolah, Yah?" Percobaan kedua itu tetap saja tak membuahkan hasil, bahkan kali ini, Jonathan terlihat menendang meja bundar yang berada tepat dihadapannya. Membuat beberapa isi di atasnya tumpah. Dan hal itu jelas saja mengagetkan Keyla, ia hampir terkena serangan jantung malah. "Mike tidak bisa menemukan kamu disekolah saat bell pulang berbunyi." Oh iya, Keyla sempat melupakan pengawalnya yang satu itu. Pengawal yang selalu siap menjemput Keyla saat sekolah berakhir. Mungkin, karna ia sudah tersihir oleh si tampan bernama Raynzal. "Aku udah nunggu Mike, tapi dia gak dateng-dateng, ya udah aku pulang sendiri." kembali memberikan alasan, masih berjuang dengan kebohongan bodohnya. Dan kali, Jonathan terlihat hilang kendali. Karna sesudah bangkit dari posisi duduknya, lelaki berumur itu nampak melayangkan pukulan pada wajah cantik anak gadisnya. Menghadirkan warna kemerahan pada pipi sebelah kanan Keyla, belum lagi tambahan rasa nyeri yang melanda. Membuat Keyla tanpa aba-aba meneteskan bulir air mata. Melirik Jonathan dengan sorot kebencian. Kali ketiga ia merasakan hal ini. Kali ketiga ia harus kembali berjuang untuk menutupi rasa sakit hatinya akibat ulah sang Ayah. "Berhenti berbohong!" bentakkan sehabis tamparan nyata itu kembali menggelegar, menghadirkan tetesan air mata yang semakin deras di kedua sisi wajah Keyla. "Lalu kenapa wali kelas kamu sibuk-sibuk menghubungi Ayah dan bertanya tentang keberadaan kamu!?" Tak ada jawaban dari bentakan itu, hanya kebisuan dengan aura merah saja yang menjadi balasan atas ucapan serta kelakuan jonathan. "Masuk ke kamar kamu, sekarang!" Perintah yang sedang tak ingin Keyla turuti itu membawa gadis itu membalikkan badannya. Berjalan dengan cepat menuju tempat tujuannya, bukan kamar seperti yang Jonathan perintahkan kepadanya, bukan. Melainkan pintu utama di rumahnya. Berlari sebisa mungkin untuk menghindari kejaran pengawal yang saat ini tengah berjaga disana. Tak perduli kala suara Jonathan berkali-kali memanggilnya, meminta Keyla untuk berhenti dan kembali ke kamar. Gadis itu masih memutuskan untuk pergi sesaat dari dalam rumahnya. Ia lelah harus menjalani kehidupan neraka selama bertahun-tahun. Masih dengan tangis dan tangan yang memegangi pipinya, Keyla mulai berlari menuju jalan raya. Berniat menaiki apapun untuk membawanya pergi dari tempat terkutuk ini. Bahkan ia tak menyadari kalau sebuah mobil terlihat mengikutinya. Bahkan sempat memberikan sebuah klakson, meminta Keyla untuk berhenti berlari. Namun apa daya, emosi yang tengah memuncak membuat indra pendengaran Keyla menghilang. Jadi yang gadis itu lakukan hanya terus melangkah tanpa alas kaki. Walau di detik berikutnya, sebuah tarikan tangan mampu membawa Keyla tersadar sesaat dari mimpi buruknya. "Lo kenapa!?" Raynzal bertanya dengan nada yang sedikit ia naikkan, menatap Keyla dengan panik saat melihat mata berair dari gadis di hadapannya ini. Dan begitu menyadari kalau orang yang menarik tangannya adalah Raynzal, gadis itupun spontan memeluknya. Semakin membuat cowok itu kebingungan atas ulah tiba-tiba Keyla. Karna beberapa menit yang lalu, tepatnya saat ia mengantar Keyla untuk pulang, gadis itu masih terlihat baik-baik saja, sangat malah. Namun kenapa wajah ceria itu bisa berubah drastis dalam waktu hitungan menit? Bahkan Raynzal belum sempat menancap gas dari komplek perumahan Keyla. Sudah muak menunggu jawaban, dilepaskannya pelukan itu, "Jawab, lo kenapa?" Hanya sesegukan yang terdengar, gadis itu masih sibuk dengan tangis dari perih di pipinya. Menghadirkan perhatian Raynzal untuk membuka tutupan dari tangannya, melihat sebuah bercak tangan yang saat ini menghiasi pipi Keyla. "Ini kenapa? siapa yang mukul lo?" Kali kedua tak ada jawaban, hanya lirikan pada dua orang pengawalnya saja yang berhasil Keyla tunjukan. Membuat kepala Raynzal berputar, mendapati dua orang berjas tengah berlari menghampiri mereka. Untuk itu, sebelum orang-orang sialan itu mendapatkan apa yang mereka mau, Raynzal sudah lebih dahulu menarik pergelangan tangan Keyla agar masuk ke dalam mobil miliknya. Kemudian tanpa basa-basi terlihat menancap gas mobilnya dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan perumahan itu dengan segera, sesekali cowok itu melirik Keyla yang saat ini masih terlihat sesegukan menahan tangis. Wajah cemberut dengan hidung memerah itu tanpa sadar menggoda tangan Raynzal untuk mengusap puncak kepalanya lembut. Entah setan apa yang merasuki, Raynzalpun tak mengerti dengan dirinya sendiri saat ini. Yang jelas, ia tak suka melihat gadis di sebelahnya ini menangis. Tidak, jangankan menangis. Cemberutpun Raynzal nampaknya tak rela. •••• Sepuluh bungkus s**u kotak sudah terlihat berceceran di dalam mobil si tampan, membuat cowok itu melirik ke arah sang pengacau mobilnya yang saat ini sedang sibuk meminum s**u kotak ke-sebelasnya. Dengan penuh perjuangan dan menolak gengsinya, Raynzal tadi sempat pergi ke dalam minimarket untuk membeli berbagai macam hal yang Keyla ingini. Diantaranya; Dua belas s**u kotak berbeda rasa; Rasa cokelat tujuh kotak, rasa strawberry tiga kotak dan rasa vanilla dua kotak. Cokelat dengan isi kacang almond dan kacang Mede; masing-masih dua buah. Chiki yang di dalamnya terdapat saos sambal; tiga bungkus. Air mineral dengan kadar kedinginan yang luar biasa, dimaksudkan untuk mengompres mata gadis itu agar tak bengkak setelah menangis. Dan dua buah tissue tanpa parfume. Hampir berteriak memaki kalau saja Raynzal tak mengingat kondisi Keyla saat ini. Jadi untuk sekarang, ia hanya pasrah dan menurut. "Udah?" Raynzal bertanya, tangannya nampak sibuk memasukkan sampah-sampah hasil ciptaan Keyla ke dalam kantong plastik. Dengan tersenyum, gadis itu mengangguk. Entah mengapa moodnya selalu bagus saat bersama Raynzal. "Udah bisa cerita?" Lagi, anggukan penuh senyuman itu kembali Keyla keluarkan. "Kenapa?" "Bokap nampar gue karna ketawan bolos sekolah." Satu kalimat itu berhasil menghadirkan diamnya Raynzal, tidak dengan Keyla yang malah terlihat kembali mengunyah hasil palakannya. "Terus sekarang gimana?" Dengan bibir yang penuh, manik itu kembali pada Raynzal, "Gimana apanya?" "Lo mau gimana sama bokap lo?" "Gak tau, yang jelas gue gak mau pulang dulu. Gue gak betah dirumah, udah kayak neraka. Panas." Saat ini, Raynzal terlihat seperti tengah bercermin. Merasa kalau Keyla dan dirinya memiliki latar belakang masalah yang sama. Merasa kalau Keyla adalah dirinya yang lain. "Yaudah, jangan pulang." Kunyahan itu terhenti, bahkan Keyla terlihat mematung di tempatnya. Menatap Raynzal dengan kening berkerut. Melihat ekspresi aneh itu, jelas saja Raynzal ikut menautkan alisnya, "Kenapa?" "Bukannya seharusnya, lo maksa gue buat pulang dan baikkan sama bokap gue?" Dengan santainya cowok itu melirik Keyla, "Ngapain? Kalo emang belum siap buat ngadepin masalah, kabur sementara bisa dijadiin solusi," Mulut Keyla hampir terbuka karnanya. "Lagian, setiap orang itu butuh waktu untuk ngadepin suatu masalah. Dan gue bisa paham gimana posisi lo sekarang," Semakin terbuka karna ucapan bijak itu terdengar sangat merdu di telinga Keyla. Entah mengapa bisa seperti itu. "Asal jangan terus kabur dari masalah, karna gunanya ngehindarin masalah sementara itu buat mikir gimana cara nyelesainnya." Tak ada hal yang ingin Keyla lakukan sekarang selain memeluk erat tubuh itu. Menjatuhkan saos ke atas celana dan bajunyapun Keyla tak apa. Yang jelas saat ini, ia hanya ingin memeluk si tampan berkacamata itu dengan erat, kalau bisa tak mau melepaskannya. "Kenapa bijak banget, sih? Jadi makin sayang." Cowok itu berdecih, walau tak terlihat memeluk balik Keyla, Raynzal juga tak terlihat risih dengan kedekatanya saat ini. Memilih membiarkan gadis itu mencuri kesempatan emas. Puas dengan aroma parfume Raynzal, Keylapun mengakhiri pelukannya. Digantikan dengan tatapan mata dalam jarak dekat ke arah cowok itu. Dengan mata menyipit, Raynzal yang sudah hapal dengan ide picik Keylapun terlihat menjauhkan kepala itu dengan cara mendorong dahi Keyla. "Kenapa?" gadis itu menyingkirkan jari Raynzal dari dahinya. "Gue tau ide picik lo." "Sekali doang, sumpah deh! Ya?" "Key--" "Bener, sekali aja. Nempel dikit doang, janji!" "Key--" "Ijal, lo kalo mau baik sama orang gak boleh setengah-setengah." "Key!" suara Raynzal dengan nada yang semakin meninggi berhasil membungkam mulut berisik Keyla. Dengan diam dan mata membulat, Keyla nampak memandangi wajah Raynzal yang saat ini terlihat mendekat ke arahnya. Dan di akhir, sebuah bisikan yang menghadirkan bulu kuduknya pun terdengar. "Jangan pernah main-main sama cowok, atau lo bakal kena akibatnya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD