bc

My Surprise Blind Date

book_age16+
401
FOLLOW
1.7K
READ
fated
goodgirl
independent
self-improved
confident
drama
sweet
ambitious
friendship
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Sebatang kara dan hidup susah tak membuat Elea Noorin kehilangan mimpi. Ia yakin masih punya semangat dan kerja keras yang bisa ia jadikan modal. Tekadnya ternyata berhasil, setelah sempat bekerja serabutan di kota, Elea akhirnya diterima di salah satu perusahaan swasta ternama ibu kota. Kehidupan kantor perlahan membuat gaya hidupnya berubah dan kepercayaan dirinya bertambah. Hingga suatu ketika perkenalan tak sengaja mempertemukannya pada sosok Nicho. Pria dengan wajah tampan sempurna itu terlanjur memikat hatinya pada pandangan pertama. Siang malam Elea bermimpi dan berharap bisa bertemu Nicho lagi. Tak disangka tak dinyana, selepas berhasil mendapatkan nomor kontak Nicho dan berminggu-minggu saling bertukar cerita via telepon, kencan buta itu akhirnya berujung pada pertemuan. Sayangnya, Nicho yang ada di balik telepon selama ini ternyata bukan Nicho yang Elea cari. Belakangan Elea mengetahui sosok yang datang pada kencan buta malam itu adalah Nicholas Handoyo, pengusaha muda kelas atas yang merupakan pemilik raksasa bisnis Handoyo Grup. Akankah Elea melupakan begitu saja sosok Nicho yang sebenarnya ia cari dan melabuhkan hatinya pada Nicholas sang milyarder?

chap-preview
Free preview
Berhenti Jadi Upik Abu
Dering ponsel terdengar di ruang dapur. Elea langsung membasuh busa di tangannya lalu mengeringkan tangan dengan lap seadanya. Ia menepi sesaat. Mengambil posisi di salah satu sudut ruang dapur yang sekiranya tidak terlalu bising. “Hallo,” Elea menyentuhkan jemarinya pada layar ponsel. Nomor yang tidak ia kenali memanggil. Sepertinya bukan nomor ponsel. Jantungnya berdegup hebat berharap kalau panggilan telepon kali ini datang dari yang ia harapkan. “Selamat siang dengan Elea Noorin?” suara dari ujung telepon. “I-iya benar, saya Elea Noorin.” Tangan Elea yang satu diletakkan di d**a. Ia tak tahan menunggu kalimat selanjutnya dari si penelpon ini. Bola matanya melebar sambil membayangkan kantor impian yang ia doa-doakan belakangan ini. “Kami ingin menawarkan kredit dengan cicilan bunga rendah, pengajuannya juga tidak su ….” Tangan Elea langsung mengepal kesal kecewa. Mulutnya komat-kamit menggerutu sekenanya. Ia langsung matikan telepon itu tanpa menunggu kalimat basa-basi panjang lebar keluar dari mulut manis si sales kredit. “Dasar! Dari mana sih dapat nomor ponsel aku? Perasaan aku gak pernah buat pengajuan kredit! Ngeselin banget! siapa juga coba yang mau kredit barang? Buat makan cukup sudah syukur!” Elea kembali ke wastafel tempat mencuci piring. Ia nyalakan lagi kran air dan melanjutkan mencuci piring yang menumpuk. Tanpa menoleh kanan-kiri Elea mencuci piring-piring kotor itu dengan cekatan. Tidak ada kata untuk bersantai-santai. Lambat sedikit teriakan Nyonya Liem si pemilik café akan menggema membuat telinga sakit. Getaran terasa lagi dari saku baju Elea. Getaran dari dering ponsel lagi. Elea tidak menghiraukannya. Ia lanjutkan membasuh piring-piring berbusa sambil bersiap mengambil piring kotor lagi di depan dari para pelanggan yang sudah selesai makan. “Berisik tuh, angkat dulu teleponnya.” Salah satu rekan sesama pekerja di café ini protes dengan bising dering ponsel Elea. Merasa tidak enak hati dan terganggu juga dengan dering yang tak kunjung berhenti, Elea akhirnya mematikan kembali kran air di wastafel. Ia kembali mengelap tangannya dan menepi. “Dasar! Gak kapok-kapok ya nawarin kreditan!” Gerutunya sebelum menjawab telepon. Ia geser layar ponsel dan melekatkan ponsel itu pada telinga. “Hallo, saya ga berminat untuk ambil barang kredit!” “Ma-maaf Mbak, saya bukan ingin menawarkan kredit. Saya dari PT. Cahaya Gemilang, apa benar ini dengan Elea Noorin?” suara dari ujung telepon kali ini membuat bola mata Elea melebar. Ia ingat nama perusahaan itu. “I-iya, saya Elea, ma-maaf.” “Iya, tidak apa-apa Mbak Elea, saya Fani Staff HRD PT. Cahaya Gemilang. Berdasarkan CV yang sudah Elea kirimkan, kami ingin mengundang Mbak Elea untuk mengikuti interview besok. Bagaimana, bisa?” Elea langsung ternganga. Ia tutup mulutnya takut terlepas bersorak saking girangnya. “Bagaimana Mbak? Bisa hadir?” suara di ujung telepon mengulangi pertanyaannya. “Bisa Mbak, bisa!” jawabnya yakin. “Baik kami tunggu kehadirannya besok pukul Sembilan pagi di Gedung Permata lantai lima belas.” “Ba-baik Bu,” Elea kembali menyimpan ponsel ke dalam saku. “Yess! Alhamdulillah,” haru bercapur senang tak karuan. Rasanya Elea tidak sabar ingin mengucapkan selamat tinggal pada tumpukan piring kotor itu. Cepat-cepat Elea melepaskan celemek yang biasa ia kenakan saat mencuci piring di café. Hari ini genap satu bulan sudah Elea tinggal di kota ini. kota metropolitan yang konon tidak pernah tidur. Tidak ada siapa-siapa lagi di kampung halaman yang bisa ia jadikan sandaran. Ayah dan ibu sudah tiada sejak lama. Mencoba bertahan hidup di kampung ternyata jauh lebih berat. Harapan karir tidak ada, yang ada terus menerus diberi tawaran perjodohan. Menurut keluarga Elea di kampung, tidak ada gunanya anak perempuan bermimpi tinggi. Ujung-ujungnya di dapur. Elea dendam dengan semua itu. Bukan dendam yang kotor. Dendamnya sederhana, hanya ingin merantau ke kota, sukses dan pulang untuk memamerkan pada semuanya. Datang ke kota ini hanya dengan modal pas-pasan. Meski mengantongi ijazah S1, tanpa koneksi dan dengan keluguannya yang tidak tahu sana-sini awalnya membuat Elea sulit mendapat pekerjaan yang ia impi-impikan. Kerja kantoran. Dari pada tidak makan dan terjerumus tawaran-tawaran tidak baik di kota, Elea rela kerja apa saja asal halal. Café ini adalah tempat pertama yang menampungnya bekerja. Bekerja serabutan sebagai pelayan dan pencuci piring. Kadang juga dapat tugas untuk belanja ke pasar. Satu bulan bekerja di café ini rasanya seperti upik abu. Nyonya Liem yang galak, rekan kerja yang suka cari muka, semua membuat Elea muak. Tapi hatinya terpaksa ia kuatkan. Daripada kembali pulang ke kampung dan terus dijodoh-jodohkan dengan orang yang tak jelas. Dan hanya dianggap mentok di dapur. “Nyonya, maaf, mulai hari ini saya mengundurkan diri.” Tanpa banyak pikir, Elea langsung menghadap Nyonya Liem. Nyonya tua berumur lebih dari lima puluh tahun itu mengerutkan alisnya. Dahi yang keriput makin tambah kelihatan keriput. Elea menelan saliva. Menahan degupan di jantungnya. Ia sudah pasrah kalau suara Nyonya Liem yang bagai petir di siang bolong itu akan menyambut permohonan pengunduran dirinya kali ini. “Apa-apaan kamu? Yakin kamu mau keluar? Kalau tidak bisa cari makan, jangan pernah kembali ke sini!” sesuai dugaan kata-katanya tidak ada manis-manisnya sedikitpun. Elea cuek. Ia menulikan telinga agar hatinya tidak sakit. Biar saja hari ini dimaki seperti apa. Ia yakin besok interview akan langsung berhasil. Dan gedung megah nan mewah dengan meja kerja indah dan ruangan ber AC itu sudah menunggunya. Tanpa banyak menjawab Elea langsung pamit dengan baik-baik. Meski seperti penjara upik abu, tempat ini menjadi tempat pertama Elea mencari nafkah. Ia tetap tidak melupakan itu. Elea pulang dengan amplop di tangan. Sebagai pekerja serabutan di café, jangan bayangkan ada slip gaji yang ia terima. Hanya lembaran merah dan biru dalam amplop putih. Ia genggam dan segera melenggang pulang. “Ciyaaaaaa!” Elea bersorak di dalam kamarnya. Setelah satu kali naik angkot dari café ia tiba di rumah sederhana yang sudah ia sewa untuk satu tahun kedepan. Rumah bercat hijau itu sengaja ia sewa dengan satu-satunya pegangan uang yang ia miliki saat pertama tiba dari kampung. Elea berdiri di depan cermin yang terpasang di dinding. Ia perhatikan bayangan dirinya baik-baik. “Yeeee! Aku bakal beneran jadi orang kantoran!” berulang kali Elea bersorak riang. Satu menit kemudian ia baru berpikir dan mulai membuka lemari pakaian miliknya. Tidak ada baju yang pantas untuk interview besok. “Gawat,” ucapnya lirih. Pilihan yang berat, belanja baju tapi uang pegangan habis, atau tidak belanja dan datang ke kantor dengan baju seadanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
97.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook