4. Watak yang Keras

1210 Words
Aroha rasanya ingin bersembunyi di lubang paling dalam, ingin melarikan diri ke tempat yang paling jauh atau tenggelam di Samudra saja sekalian kalau akhirnya seperti ini. Niatnya untuk membuat Alvar mundur dengan cara yang elegan, tapi sepertinya Aroha justru akan membuat Alvar mundur melalui jalur ilfeel. Yah, meski sama-sama hasil yang Aroha inginkan, tapi tetap saja kan… Untungnya, entah benar-benar bisa dikatakan untung atau bukan, kecanggungan yang terjadi di antara keduanya kali ini terselamatkan karena ponsel dengan nada dering yang cukup heboh terdengar di tengah keheningan mereka. "Ma-maaf, Alvar. Tapi bisa kamu tolong sambungin panggilan ini untuk saya? Ini panggilan darurat." Pinta Aroha sedikit merasa bersalah, tangannya kini sudah kembali sibuk dengan kemudi karena lampu merah di depan sana sudah berubah menjadi hijau, dan Aroha tetap masih harus buru-buru mencari jalan alternatif lain agar mereka bisa cepat tiba di rumah sakit. Malu memang malu, tapi bagaimana pun tugas Aroha jelas nomer satu, kan? Rasa malu Aroha bisa dikesampingkan dulu kalau bagian emergency membutuhkannya di rumah sakit. "Eh? Tapi..." Pandangan Alvar tertuju ke arah dering itu berasal, tidak lain adalah tas Aroha yang berada di sisi tubuh wanita itu berhimpitan dengan kursi kemudi juga sosok Aroha berada. "Nggak apa-apa, tarik aja tasnya terus ambil hp saya di dalam tas itu." Alvar masih diam dan Aroha tahu benar kalau pria itu masih ragu. "Alvar, please. Ini darurat!" Mendengar nada penuh desakan itu barulah Alvar bergerak, mengambil tas itu dari sisi Aroha dan mencari ponsel wanita itu di dalamnya. Setelahnya Aroha memerintahkan Alvar untuk menjadikan mode speaker dalam panggilannya begitu sambungan terhubung. "Halo, Gabby?" "Dokter! Dokter udah ada di mana? Pasien benar-benar membutuhkan dokter sekarang! Tolong, Dok—keadaannya..." Seru Gabby, salah seorang dokter magang yang bekerja di bawah pengawasan Aroha. Aroha menanggapi dengan suara tenang, meski wanita itu bisa dibilang sebaliknya, hal itu terlihat dari bagaimana Aroha mencengkram stir kemudinya dengan sekuat tenaga hingga urat-urat di punggung tangannya tampak. Matanya sibuk memindai jalanan, mengarah pada jam di dashboard mobil lalu kembali ke jalanan. Percakapan medis itu berlangsung kurang dari satu menit, dengan penjabaran mengenai kondisi pasien dari dokter yang berada di seberang sambungan dan Aroha yang memberikan perintah setelah mendengar kondisi pasien yang akan dihadapinya. "Lakuin apa yang saya bilang, dan kamu harus tenang, Gabby! Kurang dari sepuluh menit lagi saya sampai. Lakukan apa pun untuk buat pasien bertahan! Dia pasien kamu sekarang, dan kamu harus mengusahakan apa pun untuk pasien itu!" Gabby menjawab bahwa dirinya mengerti dengan suara bergetar, setelahnya panggilan terputus. Alvar dengan hati-hati mengembalikan ponsel Aroha ke dalam tasnya, begitu juga meletakan tas itu ke posisi di mana benda itu berada sebelumnya. Setelah keadaan mereka sudah lebih kondusif untuk kembali bicara, Aroha menarik napasnya panjang, menghembuskannya pelan meski dirinya tetap harus fokus dengan setir kemudi dan jalanan yang mereka lalui. “M-Maaf, saya nggak tahu kalau ternyata kamu belum terima tawaran Ayah itu. Saya pikir…” “Saya sedang mempertimbangkannya, karena Bapak memang memberikan waktu untuk saya memikirkannya terlebih dulu.” Yah, itu terdengar masuk akal. Tapi tetap saja memalukan bagi Aroha yang sudah berpikir terlalu jauh. Sebab wanita itu pikir, dengan ayahnya yang sudah mengatakan hal ini pada Aroha itu berarti Alvar sudah menerimanya, maka dari itu Aroha mencoba untuk—ah, sial. Memang seharusnya untuk hal seperti ini dipastikan atau ditanya dulu baru mengambil kesimpulan. “Kalau begitu biar saya minta maaf karena permintaan Ayah sama kamu itu benar-benar nggak masuk akal.” “Saya memang masih mempertimbangkannya, tapi saya tidak merasa permintaan Bapak sesuatu yang tidak masuk akal." Aroha menoleh ke arah Alvar, tepat ketika wanita itu membanting setirnya ke arah kanan. Tubuh mereka sama-sama berguncang hebat, tapi keduanya sama sekali tidak menunjukan ketakutan sama sekali, di saat orang-orang di luar sana sudah mengumpat bahkan memaki bagaimana cara Aroha mengemudikan mobil itu Aroha masih bisa dengan tenang menanggapi mereka dengan menyerukan permintaan maaf berkali-kali. "Huh?" "Bukannya wajar untuk orang tua mengkhawatirkan anak mereka? Apalagi kalau itu anak perempuan. Orang tua mana pun, apalagi seorang Ayah pasti ingin yang terbaik untuk putri mereka. Ingin putri mereka tinggal dengan aman, hidup dengan tenang dan bahagia bersama sosok seseorang di sampingnya." Dengusan kembali terdengar dari mulut Aroha, dengusan yang terdengar dan terlihat penuh penghakiman setelah mendengar apa yang diucapkan pria di sampingnya. Well, sebenarnya Aroha bukan tipe yang menghakimi ucapan orang lain, tapi karena sosok di sampingnya itu melakukan hal itu lebih dulu—entah secara sadar atau tidak, Aroha jadi tidak bisa menahan diri untuk melakukan hal yang serupa. "So, menurut kamu—kamu sosok yang bisa kasih semua itu untuk saya?" "Eh?" Alvar terlihat panik, pria itu menyadari Aroha sudah mengambil ucapannya terlalu mentah bahkan mengartikannya dalam sudut pandang lain. "Maksud saya dalam artian yang general, Mbak. Bukan secara khusus mengerucut pada kasus kita atau tentang saya. Tapi secara umum dari sudut pandang setiap orang tua." Kita? Mendengarnya sedikit terasa aneh di telinga Aroha. Wanita itu mencoba untuk mengabaikan bagian itu, agar fokus percakapan mereka tidak terpecah. Tentu saja Aroha harus mengakui kalau dirinya mungkin sedikit salah mengartikan ucapan Alvar jika maksud Alvar memang tidak sekompleks itu. Meski... tetap saja, ada bagian dari ucapan Alvar yang perlu dikoreksi besar. "Pandangan kamu sepertinya terlalu sempit, Alvar. Nggak semua orang menganggap kebahagiaan itu sama seperti kamu memandangnya." Alvar mendengarkan dengan seksama, sama sekali tidak terlihat tersinggung atau tidak nyaman ketika pernyataannya Aroha bantah. "Kamu pikir orang lain nggak bisa bahagia meski mereka sendiri? Kamu pikir orang lain nggak bisa merasa lebih aman ketika mereka justru seorang sendiri? Pun dengan rasa tenang, banyak orang di luar sana yang justru merasa tenang ketika mereka sendiri—sebab bagi mereka, bisa jadi bersama orang lain justru menjadi ancaman. Bisa jadi bagi mereka hidup dengan orang lain justru sebuah kekacauan." Mobil jeep putih yang Aroha kendarai memasuki kawasan rumah sakit tempatnya bekerja, dengan cepat wanita itu mengarahkan mobil ke jalur unit emergency berada, agar dirinya bisa lebih cepat mencapai ruangan persiapan operasi yang harus dia tuju. Mobil itu kemudian berhenti, dengan bunyi decitan yang cukup kencang hingga baik tubuh Aroha maupun Alvar menjorok ke depan menahan guncangannya. "Kita lanjutin pembicaraan ini nanti, tapi saya harap kamu bisa pikirin apa yang saya maksud barusan." Aroha membuka sabuk pengamannya, menarik handle pintu dan hendak melompat keluar dari mobil yang dia kendarai kurang dari 15 menit terakhir itu sebelum gerakannya terhenti dan menoleh menghadap Alvar untuk terakhir kali sebelum pergi. "Terima kasih untuk mobilnya. Kamu bisa tunggu saya kalau takut tiba-tiba dicari polisi karena banyak melanggar rambu tadi, tapi—" Sebelum Aroha berhasil menyelesaikan kalimatnya, ponselnya yang bernada emergency kembali terdengar dan itu membuat Aroha tidak bisa bercakap-cakap lebih lama lagi dengan pria itu. "Apa pun itu, silakan kamu yang putusin. Mau tunggu atau apa pun. Saya pergi dulu!" Ucap Aroha, kali ini benar-benar membuka pintu mobil, melompat dari mobil itu dan menutup pintunya lumayan keras. Wanita itu terlihat berlari sambil merogoh tas mencari ponselnya yang berbunyi, lantas ketika menemukannya Aroha langsung menempelkan ponsel itu ke telinga. "Iya, Gabby. Saya udah di rumah sakit. Ini udah di depan IGD—" Pemandangan itu Alvar saksikan dari dalam mobil, mengamati dengan penuh perhatian setiap gerak-gerik yang wanita itu buat hingga sosoknya hilang di balik pintu unit gawat darurat yang tertutup. Alvar menarik napasnya panjang, menghembuskannya pelan berharap yang terbaik untuk pasien yang ada dalam penanganan Aroha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD