Chapter 4

1043 Words
Prilly menyelusuri koridor sekolahnya menuju kelasnya. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang sedang berdiri di depan kelasnya dengan angkuhnya. Kalau bisa, Prilly rasanya ingin sekali bisa menghilang dan mengendap-ngendap masuk tanpa menemui orang itu. Tapi apa daya ia tak bisa melakukannya. Akhirnya Prilly pun kembali berjalan menghampiri orang itu. “Bisa gak sekolah itu pagian dikit? Sepaling tidak kalau lo udah gak ada harapan di nilai lo. Tapi kelakuan lo masih bisa nutupinnya kan,” pagi ini Prilly langsung disambut kata-kata pedas Ali. Prilly hanya membuang muka pura-pura tak peduli dan mendengar ucapan Ali. “Lo mau ngapain?” Tanya Prilly. “Gue cuma mau bilang kalau mulai hari ini gue gak bisa ngajarin lo saat istirahat. Gue bakal disibukkan sama persiapan buat Olimpiade di akhir bulan nanti,” jelas Ali. “Oh yaudah,” Prilly melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelasnya. Namun Ali dengan sigap menahan lengan Prilly. “Gitu doang respon lo? Kenapa jadinya kayaknya gue banget yang ngebet buat ngajarin lo,” Ali menatap tajam ke arah Prilly yang hanya dibalas tatapan malas oleh Ali. “Terus gue harus gimana? Bukannya lo sibuk?” Ali menatap geram dengan respon Prilly yang lagi-lagi terlihat acuh. “Mulai hari ini kita bakal belajar 3 kali seminggu. Jadwalnya biar gue yang ngatur karna gue sibuk. Kita belajar kalau gak dirumah gue ya dirumah lo,” jelas Ali. Prilly mengerinyitkan dahinya mendengar ucapan Ali. “Gue gak tau alamat rumah lo dan lo juga pasti gak tau rumah gue. Gue minta nomor lo,” ucap Prilly dengan malasnya. Sebenarnya ia sangat enggan meminta nomor ponsel orang di hadapannya ini. “Hp lo,” pinta Ali. Prilly lalu memberikan ponselnya pada Ali. Ali tampak menekan nomornya. “Jangan menghubungi gue kecuali urusan pelajaran,” ucap Ali memberikan ponsel Prilly lalu pergi begitu saja dari hadapan Prilly. Prilly menatap geram melihat laki-laki yang sangat menyebalkan itu.   ***     Jl.mawar nomer 15 Setelah mendapat pesan yang dikirim Prilly, Ali langsung melajukan motornya menuju kawasan itu. Sore ini Ali sudah membuat jadwal untuk mengajarkan Prilly dirumah-Nya. Ali menekan bel rumah minimalis berwarna abu-abu itu, suasana rumah yang cukup sunyi membuat Ali berpikir apakah anggota keluarga gadis itu tak banyak. “Den pasti temannya non Prilly?” Tanya wanita paruh baya menyambut kedatangan Ali di ambang pintu. “Iya Bik.” “Masuk yuk Den. Non Prilly udah nunggu di halaman belakang.” Ali mengikuti langkah wanita paruh baya itu yang membawanya ke halaman belakang. Namun tiba-tiba Ali merasa ada yang saat melewati suatu ruangan. Ruangan dengan TV LED besarnya dan barang-barang yang tertata rapi dengan beberapa guci besar disudut ruangannya. Namun bukan itu yang menyita perhatian Ali. Melainkan sebuah lemari besar dengan berbagai macam bentuk piala dan mendali. Mendadak Ali mengerinyitkan dahinya. Siapa pemilik piala- piala itu? Ali kembali mengedarkan pandangannya, tak ada foto keluarga atau siapa pun yang terpajang yang bisa diterka pemilik semua piala dan mendali itu. Apa mungkin Prilly? Rasanya tidak mungkin perempuan seperti Prilly mempunyai piala dan mendali sebanyak ini. Ali langsung menepis pikirannya. Mungkin saja ini milik orang tua Prilly. “Den ayok..ngapain berhenti disitu,” Ali yang tersadar bahwa langkahnya terhenti kembali melanjutkan langkahnya hingga mereka sampai di halaman belakang. Prilly yang sudah menunggu di gazebo yang terdapat ditepi kolam renang sambil memainkan ponselnya kini beralih menatap kedatangan Ali. Tiba-tiba terjadi keheningan antara mereka. Hanya ada suara lembaran buku yang dibuka dari Ali. Tak tahu siapa yang akan memulai pembicaraan. “Hari ini lo mau belajar apa?” Tanya Ali. “Kimia. Soalnya besok gue mau ulangan,” balas Prilly. Ali mengangguk mengerti lalu kembali melanjutkan membolak balik halaman dibuku Prilly untuk mencari soal yang akan mereka bahas. Ali mulai menjelaskan beberapa materinya pada Prilly lalu menjelaskan pula beberapa contoh soal. Tiba-tiba saat Ali masih menjelaskan, Prilly terlonjak kaget yang membuat dahi Ali mengkerut. “Ya ampun,” Prilly memukul pelan dahinya sambil melihat jam ditangannya. “Lo kenapa?” “Bentar ya” Prilly langsung berlari masuk ke dalam rumahnya. Ali hanya menatapnya aneh tak mengerti apa yang akan gadis itu lakukan. Tiba-tiba Prilly kembali dengan membawa sebuah wortel lalu berlari ke sudut halamannya yang terdapat sebuah kandang. Ali hanya memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh gadis itu. “Maaf ya Iko, Ii lupa kacih Iko mamam. Laper ya? Cini-cini mamam dulu,” Prilly yang kini sudah menggendong kelinci kesayangannya itu langsung menyodorkan wortel yang langsung dilahapnya. Miko adalah kelinci kesayangan Prilly, kelinci berwarna abu-abu dengan bulu yang sangat tebal itu lebih akrab disapa Prilly Iko. Entah kenapa saat berhadapan dengan Miko Prilly merasa layaknya anak kecil. “Iko lakus banget cih.. doyan banget wortel ya? Ii juga suka. Tapi dimasak dulu.” Tak disangka Ali tersenyum kecil melihat Prilly. Gadis itu terlihat amat sangat ceria. Mungkin inilah sisi lain Prilly? Gadis periang cenderung manja. “Menggemaskan” gumam Ali kecil. Ia tak menyadari apa yang ia katakan barusan. Ali berjalan menghampiri Prilly. “Jadi ini yang bikin lo lari kelabakan?” Tanya Ali. “Gue paling gak bisa kalau telat kasih makan Miko” “Kelinci lo bagus. Mungut dimana?” tanya Ali mengasal yang mendapat tatapan tajam dari Prilly. “Iko, dia ngeselin yaa” cibir Prilly yang berbicara pada Miko. “Bercanda kali” “Iko kenalin nih namanya Ali. Kita panggil ai ya,” kata Prilly memperkenalkan Ali pada kelincinya yang lagi-lagi membuat sudut bibir Ali tertarik membentuk seulas senyuman. “Haii Iko. Aku Ai,” kata Ali sambil mengelus Miko yang berada dalam gendongan Prilly. Ali mau tak mau harus menyukai kelinci. Karna bundanya juga sangat menyukai kelinci. Dirumah- Nya terdapat 3 kelinci peliharaan bundanya. Prilly tertawa saat melihat Miko yang kelihatan mengelus-ngeluskan kepalanya ke punggung tangan Ali yang sedang mengelusnya. Tiba-tiba saja suasana yang selama ini dingin diantara mereka menjadi menghangat begitu saja. “Main-mainnya udah kelar. Sekarang letakin kelinci lo dan kita balik belajar,” Prilly mencibir saat sifat menyebalkan dan ketus Ali datang lagi. “Bener kan Iko, dia ngeselin,” Prilly meletakkan kembali Miko ke kandangnya lalu menuju ke gazebonya kembali diikuti oleh Ali. Mereka kembali melanjutkan pelajarkan. Kali ini Ali tampak lebih sabar menerima segala tingkah Prilly yang tampak sangat susah menerima apa yang ia jelaskan. Padahal Ali merasa ia sudah sangat detail mengajarinya. Sebenarnya apa yang salah dengan gadis ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD