Ketemu Mantan

1171 Words
Rei tengah memandikan Cia sebelum beraktivitas pagi ini. Seperti biasa ia bekerja sebagai ojek online karena merasa pekerjaan itu yang bisa ia lakukan dengan leluasa. Tak harus berada di satu tempat terus menerus sehingga ia bisa memiliki waktu menjaga anak-anaknya. Cia masih satu tahun saat sang ayah sengaja mengusir ibu dan kedua kakaknya. Danish bahkan tak memberikan apapun untuk kedua anaknya sampai saat ini. Rei juga bukan tipe perempuan yang akan meminta, harga dirinya masih cukup tinggi untuk sekadar meminta. Cia sudah rapi, seperti biasa ia akan menitipkan anaknya ke Cinta. Cinta memiliki counter pulsa juga sebuah toko serba ada. Rei tak punya cukup uang untuk membayar baby sitter jadi ia selalu menitipkan anak-anaknya pada Cinta. Cinta tengah sibuk mengatur dagangannya bersama dua karyawan yang bekerja di sana. Aneka jajanan ringan ditata dengan rapi dan apik sesuai dengan ukurannya. "Ta," sapa Rei dari luar. "Oiy," sahut Cinta seraya berjalan ke luar. Dari jauh Cinta sudah menggoda Cia buat si kecil tertawa, lalu segera menggendong Cia. "Lo mau jemput Uca?" "Iya, sekalian mau jual hape ini ganti yang murah. Gue belum bayar lunas pindahan si Ziel kemarin. Sekalian mau cari info buat kartu pintar itu, lumayan kan kalau Ziel dapat." Kata Rei lalu memberikan tas berisi perlengkapan dan keperluan Cia pada Cinta. "Nitip ya, disitu ada tumis bakso sosis buat Cia makan. Nanti Uca gue ajak jalan kayanya." "Kesian lho, bawa sini aja sih Arin juga libur nanti gue jagain sama Arin." Rei berpikir sejenak, ia juga sebenarnya iba kalau Uca harus ikut dengannya ngojek tapi, kadang Uca rewel ia tak ingin teman-temannya terganggu. "Gampang deh nanti." Belum sempat melangkah ponsel Reisya berdering. Panggilan dari nomer yang tak ia kenal. Segera Rei menerima panggilan itu. "Assalamualaikum," sapanya. "Waalaikumsalam, ini ibu dari Jazziel Kaivan Bimantara?" "Betul Pak, ada apa ya Pak?" "Ah, begini Bu saya Agus wali kelas 3B. Hmm, tadi Ziel bertengkar sama teman sekelas. Maaf apa ibu bisa datang besok mungkin?" "Ya ampun, maaf Pak. Kalau hari ini bagaimana ya sekalian saya jemput Ziel?" "Baik kalau gitu, terima kasih ya Bu." "Terima kasih, maaf ya Pak." Ucap Rei lalu sambungan di matikan. Aku menoleh pada Cinta yang menatap dengan penasaran. Rei hela napas enggak ngerti kenapa Ziel bertingkah begitu. "Ziel berantem katanya sama temennya. Pusing banget sumpah." "Kok bisa? Ziel bukan anak yang suka berantem lho gue liat." "Entahlah gue pusing, gue jemput Uca dulu ya? Titip Uca," kata Rei kemudian mencium si bungsu dan segera beranjak untuk menjemput anak keduanya. Dengan segera menyalakan motor matik miliknya dan melaju menuju kantor RW yang berada tak jauh dari rumahnya. Sampai di sana terlihat kelas yang sudah selesai banyak anak yang sedang sibuk dipakaikan sepatu. Sementara Rei tau jika Uca masih berada di dalam kelas. Ia memang meminta Uca untuk tetap berada di kelas kalau ia belum datang. Rei masuk ke dalam setelah bertemu dan bersalaman dengan pengajar. "Uca-nya masih nunggu di dalam Bun." Bu Devi berucap. "Iya, Bu terima kasih ya Bu." Uca segera berdiri dan menghampiri sang mami setelah mencium tangan gurunya. "Terima kasih ya Bu, assalamualaikum," ucap Rei segera mendapatkan sahutan dari Bu Devi. "Assalamualaikum ibu." Uca juga mengucapkan salam sambil lalu. Setelahnya Rei dan Uca melangkah menuju motor yang ia parkir tak jauh dari sana. Uca dipakaikan jaket yang cukup tebal lalu kepalanya ditutupi Hoodie dari jaket yang ia kenakan. Rei juga memasangkan semacam sabuk pengaman berbentuk seperti tas Gemblok dan Uca ada didalamnya, sementara Rei memakai belt hingga sang anak aman jika Uca ketiduran. Jika ada penumpang, anak perempuannya itu terkadang duduk di depan motor yang sudah dipasangkan kursi rotan pemberian Cinta. Motor itu melaju menuju sekolah Ziel yang sebenarnya cukup jauh. Tapi, hanya di sana Rei bisa memasukkan sang anak tanpa banyak syarat karena Jimmy kekasih Arin mengajar di sana dan membantu proses masuk Ziel ke sekolah itu. Setiap lampu merah Rei mengecek Uca, sesekali menoleh ke belakang si cantik sedang lelap tertidur. Angin perjalanan selalu membuatnya mengantuk kemudian tertidur. Perjalan hampir dua puluh menit setelah memarkir motor, Rei membangunkan Uca. Meski terasa iba karena harus mengganggu lelapnya gadis kecil itu. "Ca, bangun yuk Nak. Udah sampe sekolahnya Kakak Ziel." Uca membuka matanya yang terlihat berat sekali untuk terbuka lebar. Rei membuka sabuk, kemudian turun sambil memegangi Uca. Wanita bertubuh tambun itu mengambil botol air minum Uca. Dan membiarkan sang anak menyadarkan diri kemudian meminum air putih dari botol miliknya. Rei merapikan rambut Uca yang berantakan. Ia membuka tas yang ia bawa menyemprotkan parfum ke Uca lalu dirinya. Ia tak mau bau matahari menyengat selama perjalanan tadi yang tercium saat bertemu dengan wali kelas Ziel. "Udah sadar?" Tanya Rei yang dijawab anggukan oleh si kecil. "Mami, Uca laper." "Oke, nanti habis ketemu pak gurunya kakak kita makan ya. Bunda bawa di sini." Rei menepuk tas miliknya. Tadi ia memang menyiapkan makan untuk Uca dan Ziel. "Bekal Uca tadi juga belum habis kan?" Uca mengangguk, kemudian keduanya segera berjalan masuk ke dalam sekolah. Rei segera naik ke lantai dua di mana lokasi ruang guru berada. Rei masuk ke ruang guru karena pintu yang terbuka kini melihat beberapa guru yang kini tengah sibuk mengobrol. "Maaf Bu, pak, saya mau ketemu Pak Agus?" Bu Susi menunjuk ke arah kanan. "Ini sebelah ada ruang BK ibu silahkan langsung masuk Pak Agus ada di sana." "Terima kasih Bu," ucap Rei kemudian berjalan menuju ruang yang ditunjuk tadi dan segera mengetuk pintu. "Masuk," sahut suara dari dalam. Rei segera membuka pintu, lalu berjalan masuk dan duduk di kursi yang bersebrangan dengan sang wali kelas. Ia juga memangku Uca kini menatap laki-laki di hadapannya. Rei mengernyitkan dahinya. "Kak Agus?" Tanya Rei merasa mengenal laki-laki di hadapannya. Agus menatap wanita di hadapannya. Ia tak mengenal Rei karena wanita itu berbeda kini. Dulu Rei salah mempunyai tubuh yang ramping tak seperti saat ini dengan bobot yang nyaris menyentuh 90 kilogram. Berbeda dengan saat ia masih SMA dulu gadis itu begitu cantik dengan tubuh yang seksi. "Aku Reisya Clemira? Rei, aish, lupa sama mantan pacar?" Rei bertanya sambil terkekeh. "Ah, Rei? Kamu ibunya Ziel? Ziel berarti anak Kak Deff?" Rei mengangguk, "Iya Ziel anaknya kak Deff. Apa kabar kamu Kak?" Agus menatap sekilas, Rei benar-benar berbeda jauh sekali saat mereka masih menjadi sepasang kekasih dulu. Ia mencoba menepis segala pikiran anehnya dan mencoba fokus pada masalah Ziel. "Ah, aku baik. Kamu? Ini anak kamu juga?" Agus menunjuk Uca. "Alhamdulillah baik, iya ini anak aku. Nak, salam sama Om." Kata Rei dan Uca segera berdiri dan mencium tangan Agus. Agus tersenyum senang melihat anak yang sopan seperti Uca. Ia lalu membelai rambut gadis kecil itu. "Oiya, Ziel kenapa ya Kak?" "Berantem sama temannya. Ziel ngatain bodoh dan temannya itu enggak terima. Aku sudah suruh Ziel minta maaf tapi dia menolah alasannya karena dia merasa apa yang dia enggak berbuat salah." Rei hela napas kesal mendengar apa yang dilakukan Ziel. "nanti biar aku ngomong sama dia. Maaf ya Gus eh, Pak kalau Ziel bikin repot ." Pembicaraan keduanya selanjutnya adalah seputar Ziel dan ini memancing emosi sang ibu sebenarnya. Hanya saja Rei coba dengan baik menahan diri sejak tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD