Bab 3

1066 Words
suasana pondok ketika ramadhan sangat menyenangkan dan melelahkan. aku selalu menikmatinya namun ada saja yang membuatku mengeluh. seperti harus berjalan jauh disaat matahari tepat di atasku atau harus turut serta menyiapkan makanan berbuka puasa. iya, ya aku tau, pahalanya besar sekali jika menyiapkan makanan untuk orang berbuka puasa, tapi rasanya tubuhku lemas dan tak kuat beraktivitas lagi jika jam segitu. seperti sekarang, aku harus membantu mbak-mbak dapur, untuk menyiapkan es. dan aku harus berkali-kali menelan ludahku sendiri, karena membayangkan betapa segarnya jika es itu kuminum sekarang.  astaghfirullah... ruangan dapur itu ramai, ada dua puluh orang yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. menggoreng ikan, memasak nasi, menyiapkan tempat untuk makan dan masih banyak lagi. sayangnya, diantara semua santri wati yang bertugas memasak sore itu aku tidak menemukan Viana. padahal sahabatku yang satu itu, katanya akan menceritakan sesuatu hal yang menarik sekarang. tapi malah aku tak melihat batang hidungnya. semenjak kejadian di lapangan itu, aku dan Viana jadi sering bertukar rahasia. Viana sering curhat tentang "crush"nya dan aku pun sering menceritakannya tentang Baihaqi. oh ya, bicara tenatang Baihaqi, aku senang sekali. karena akhirnya, aku tidak akan susah payah lagi mencarinya di sekolah atau di pondok. Aku akan menemukannya setiap hari di kala pagiku. menatapnya diam-diam disepanjang kelas. dan bisa lebih dekat dengannya,  yey!  akhirnya setelah libur panjang yang membosankan, hari-hariku akan kembali indah. ya, dua minggu pulang ke rumah ternyata tidak semenyenangkan yang aku kira. dua minggu itu, aku harus sendirian di rumah karena mama dan papa sibuk kerja. mas fajar sibuk kuliah. dan aku tida punya teman siapa-siapa di rumah. hanya ketika hari minggu dan sabtu saja kami bertemu, dan bisa jalan-jalan. selain hari itu, aku hanya rebahan di rumah. hal itu, membuatku memutuskan untuk tidak lagi pulang ketia ada liburan semester. lebih baik tetap tinggal di pondok saja, karena ternyata banyak juga yang santri yang tidak pulang. terlepas dari membosankannya, liburannku aku tetap mensyukurinya. karena kudapatkan sesuatu yang membuatku mengawali semester 3 dengan bersemangat. mama membelikanku hp dan sekarang diam-diam ku bawa ke pondok. Hahahah, benar memang kata mbak-mbak pondok dulu ketika aku masih jadi santri baru. mereka bilang, di tahun kedua mondok, kau akan jadi lebih berani melanggar aturan. dan lihatlah aku, diam-daim menyembunyikan ponselku di tempat rahasia.  "aku bawa segelas es ya, mbak." ucapku pada mbak-mbak disana yang menjadi penanggung jawab penuh untuk makanan berbuka.  mbak yang kuketahui bernama mbak nyoman itu mengangguk dan tersenyum. aku mengucap terima kasih, dan membawa segelas es itu keluar dari dapur. lumayan, es tambahan untuk berbuka. aku pun berjalan menuju asramaku sendiri. jam besar yang ada di menara masjid pondok dari tempatku berdiri terlihat jelas. jarumnya menunjukkan pukul lima lebih lima belas menit. mungkin kurang dari dua puluh menit lagi adzan akan berkumandang. namun jalan-jalan pondok masih ramai, masih dipenuhi para santri yang sibuk dengan kesibukannya. ada yang sibuk berdiskusi kitab-kitab di masjid, main sepak bola dengan bola buatan yang mereka buat dari sumpelan plastik, atau ada pula yang turut membantu petugas dapur untuk menyiapkan makanan berbuka. tiga puluh menit sebelum berbuka memang jam bebas, ngaji yang diadakan disetiap komplek akan diberhentikan jika pukul lima. hal ini, memang diterapkan agar santri memiliki caranya sendiri untuk menikmati waktu ngabuburitnya. dan aku biasanya hanya di dalam kamar, hanya ketika teman-temanku memaksa saja aku akan ikut mereka jalan-jalan keliling pondok sembari menikmati cahaya matahari yang akan tenggelam. seperti yang kulakukan sekarang, bedanya aku tidak melakukannya dengan sengaja.  semburat cahaya yang dipancarkan karena matahari hendak meninggalkan bumi itu terlihat cantik. menjadi bukti nyata, bahwa perpisahan tidak selalu menyeramkan. aku memutuskan untuk berhenti dan menikmati langit yang tengah merayakan perpisahan. duduk di bangku yang entah selalu membuatku bertanya-tanya kenapa ada disana. yang kuketahui alasannya baru sekarang. tampaknya, bangku itu ditakdirkan untuk membuatku takjub akan kuasa Tuhan.  aku menatap langit khidmat. dalam hatiku, aku sudah merapal berpuluh-puluh kalimat pujian untukNya. sore itu tampaknya aku benar-benar terhipnotis akan kecantikan langit. sampai aku tak sadar seseorang tengah berdiri tak jauh dari tempatku. ia bahkan harus menunggu lama sampai aku sadar ada sosoknya di sampingku. dan aku sampai terperanjat kaget ketika menyadarinya.  "Bai? ngapain disini?" ucapku pada sosok yang tengah bediri tak jauh dariku. ia melakukan hal yang sama denganku tadi, menenangdah menghadap langit. ketika mendengar aku bicara, tatapannya pada langitu itu beralih menatapku. namun anehnya, ia tidak menjawab dan hanya diam. "kamu habis dari mana?" ucapku, menanyainya lagi. "ndalem." jawabnya. aku mengangguk, apa memang benar ia adalah keluarga ndalem? kenapa ia sepertinya berada di sana?  "kamu?"  "ha?" terlalu sibuk dengan pikiranku, aku jadi tidak mengerti dengan apa yang ditanyakannya. aku? kenapa aku? "Habis dari mana?" jelasnya kemudian. "Ohh," yang membuatku paham dan berseru, "piket masak."  ruang daput memang berada tak jauh dari ndalem.  Baihaqi mengangguk-angguk mendengar jawabanku. "oh ya, botol tumblr kamu kan masih ndek aku." aku sebenarnya tidak ingin mengembalikan botol itu. tapi mau bagaimana lagi, masa iya aku bilang pada Baihaqi kalau aku ingin menyimpannya? malu lah. "gampang, kan kita sekelas."  jantungku semakin berdegub kencang ketika mendengar apa yang dikatakan Baihaqi barusan. waw, ternyata dia tau kalau kami sekelas. kukira dia akan menyadarinya ketika mendapatiku di kelas yang sama dengannya. namun ia menyadarinya hanya dengan melihat daftar nama di papan pengumuman?  "oh ya? aku baru tau." ucapku bohong. "yauda, besok aja aku kembalikan." suasana diantara kami kembali canggung. aku sebenarnya tidak ingin segera kembali ke asrama. namun aku juga tidak ingin lama-lama merasakan kecanggungan yang tak berarti seperti ini. alhasiil, aku beranjak dari duduk dan berdiri. "mau kembali?" tanya baihaqi. aku mengangguk. "ya." aku menatap baihaqi yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu, sebab itulah aku tidak kunjung berjalan. "oke, hati-hati." ucapnya. aku pun berjalan melewatinya, namun setelah beberapa langkah-- "Ra!" aku menoleh menatapnya, "kenapa?" jawabku dengan sok cool. padahal sebenarnya jantungku tengah berdegub kencang dan tanganku bergetar.  "sebagai ganti air putih dua minggu lalu, bole aku minta es itu?"  tidak terduga.  kukira, Baihaqi akan mengatakan sesuatu yang penting.  tapi...ia malah.... "es ini?" aku menunjuk gelas yang sedari tadi kubawa. "ya." aku mengangguk, "tentu, ni." dan menyerahkan gelas berisi es itu padanya.  "thanks" ucapnya sembari tersenyum canggung. aku kembali mengangguk. "kalau tau bakal ketemu kamu, aku bakal minta esnya lebih banyak." ucapku. "hahaha," dan Baihaqi hanya tertawa.  manis sekali kulihatnya. "yauda, aku bawa es ini ke kamar ya. pasti anak-anak kamar seneng." ucap Baihaqi. "ya."  dan setelah itu, aku kembali ke asrama dengan hati yang berbunga-bunga. ya allah, entah takdir apa yang akan terjadi. kenapa aku bisa menjadi sedekat ini dengan Baihaqi? apakah dia juga menyukaikuu? tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD