Lamunan Arya buyar seketika ada seseorang yang menepuk bahunya.
“Eh?” Arya menoleh ke arah kiri. Terpampang jelas si gadis Kanebo melirik ke arah Arya sembari menepuk bahunya.
“Ngelamun, lu? Tuh diabsen.” Mikha yang berwajah datar tanpa ekspresi. Ternyata peduli dengan Arya.
“Arya Rangga Kusuma?” suara Pak Kasmo membahana menyelusup ke seluruh penjuru ruangan.
“Hadir, Pak!” jawab Arya sembari mengangkat tangannya.
“Baik!” Pak Kasmo terus mengabsen mahasiswanya.
“Ssstttt! Mikha? Kok tahu nama panjangku?” Arya terkejut karena Mikha mengetahui nama panjangnya saat Pak Dosen mengabsennya.
“Nebak aja!” lagi-lagi Mikha menjawab datar.
“Baiklah!” Arya hanya meninggikan sebelah alisnya, saat mengetahui jawaban Mikha yang datar.
‘Baru saja mau memulai membuka pertemanan kembali setelah sekian lama aku menutup diri, rezeki aku mungkin? Pertama kenal sama teman sekelas ya si Mikha. Gadis yang kaku kayak Kanebo kering.” Arya hanya menggerutu dalam hatinya, sembari menggelengkan kepalanya.
Ia kembali menatap ke depan. Melihat Pak Dosen masih mengabsen mahasiswanya. Pak Kasmo ingin mengenal atau paling tidak mengenali wajah mahasiswa bimbingannya.
“Dimas Aji?” Pak Kasmo menatap ke arah mahasiswanya. Terlihat mereka saling menoleh untuk memastikan siapa pemilik nama itu.
“Dimas Aji?” sekali lagi Pak Kasmo menatap ke arah mahasiswa yang juga sedang menatapnya menunggu pemilik nama itu mengangkat tangannya. Namun, sayang sekali. Pemilik nama Dimas Aji tidak ada di dalam kelas.
“Baru hari pertama? Sudah tidak masuk kelas? Sungguh terlalu!” Pak Kasmo memberikan tanda di absensinya.
“Galang Angga Samudera?” Pak Kasmo kembali mengabsen. Seperti nama sebelumnya yang Beliau sebut. Mahasiswa di hadapannya, justru saling menatap, menoleh, untuk menebak siapa pemilik nama itu.
“Galang Angga Samudera?” Pak Kasmo menatap seluruh mahasiswanya. Tidak ada satu pun yang mengangkat tangan mereka. Sayang sekali pemilik nama itu pun tidak ada di dalam kelas. Pak Kasmo kembali memberikan tanda untuk nama-nama yang tidak mengikuti kelasnya.
Tok! Tok! Tok!
Pak Kasmo meninggikan sebelah alisnya. Ia menatap ke arah pintu yang baru saja ada yang mengetuknya. Begitu juga dengan tatapan mahasiswa di dalam kelas. Tak lama kemudian, dua orang mahasiswa membuka pintu.
“Selamat pagi, Pak!” sapa seorang mahasiswa berparas gagah dengan kulit sawo matang.
“Selamat pagi, Pak!” sapa mahasiswa lainnya yang ikut mengetuk pintu. Mereka berdua sama-sama berkulit sawo matang, dengan pakaian rapi mengenakan jaket.
“Siapa kalian?” Pak Kasmo merasa asing dengan mereka.
“Maaf, Pak! Saya Dimas Aji,” jawab pemuda dengan lesung pipi dan rambutnya masih cepak karena baru selesai Ospek.
“Saya minta maaf, Pak! Saya Galang Angga Samudera.” Pemuda berkulit eksotis itu menundukkan bahu dan kepalanya.
“Apa kalian tidak mengerti peraturan di sini? Tenggang waktu keterlambatan selama lima belas menit! Kalian datang dua puluh menit kemudian dari waktu tenggang keterlambatan! Kenapa kalian sangat terlambat?” Pak Kasmo terlihat sangat tegas. Terang saja, Beliau dikenal sebagai Dosen Killer.
“Maafkan kami, Pak! Sebenarnya rumah kita jauh, kena macet, sama ban motor kita bocor. Kami berpikir dari pada tidak masuk, lebih baik terlambat tidak apa, karena memang keadaannya seperti ini. Kami tidak mungkin meninggalkan motor kami begitu saja, karena kami berboncengan. Kalau kami kejar menggunakan angkot, tetap saja kami akan terlambat. Jadi sekali lagi mohon maafkan kami yang baru saja mengalami kejadian di luar dugaan,” ujar Angga kepada Pak Kasmo.
Pak Kasmo melihat kejujuran dari kedua pemuda itu. Raut wajah yang lelah, keringat bercucuran, dan ada bekas garis helm di dahi Aji. Pak Kasmo menilai kalau mereka berdua berkata jujur dan memberikan kesempatan.
“Baik, untuk yang pertama dan terakhir kalinya! Saya maafkan kalian dengan kejadian ini. Untuk ke depannya saya himbau kepada seluruh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah saya, agar tidak datang terlambat. Bila mana perlu kalian datang lebih awal lagi.” Pak Kasmo memberikan wejangan.
“Siap, Pak. Maafkan kami, Pak. Terima kasih “ mereka meminta maaf kepada Pak Kasmo.
“Duduk lah!” Pak Kasmo yang dikenal killer, justru memiliki sikap yang bijak.
Setelah Angga dan Aji duduk di kursi paling belakang, Pak Kasmo kembali mengabsen mahasiswanya.
“Mikha Salma.” Pak Kasmo kembali mengabsen. Kali ini Mikha mengangkat salah satu tangannya sebagai tanda kehadiran.
“Reno Aditya,” panggil Pak Kasmo yang sedang mengabsen.
“Raina Winata.”
“Hadir.” Raina adalah gadis yang murah senyum. Mikha menoleh ke arah Raina. Ia merasa tidak asing dengan Raina. Namun, rasa itu semakin samar, lantaran ia baru melihat Raina hari ini.
“Syila Ardiansyah.” Pak Kasmo kembali menatap ke arah mahasiswanya.
Arya menoleh ke arah Syila. Karena sejak awal, Arya melihat Syila adalah sosok yang sangat berbeda dengan dirinya. Syila ceria sedangkan Arya pendiam. Hal itu membuat Arya merasa ingin mengenal lebih dekat dengan Syila.
Satu jam berlalu, Pam Dosen sudah selesai dengan kelasnya hari ini. Tugas terakhir yang diberikan adalah tugas kelompok. Mereka diminta untuk membuat rangkuman dari materi yang akan dibahas esok hari. Kebetulan mereka bertujuh duduk di sudut belakang kelas. Sehingga Pak Dosen menentukan bahwa mereka menjadi sebuah tim untuk membuat rangkuman itu.
“Setelah saya bagi anggota kelompok, silakan kalian rangkum untuk masing-masing kelompok dan tunjuk satu anggota untuk mempresentasikan hasil rangkuman kelompok kalian di depan kelas. Apa sudah mengerti?” Pak Kasmo memiliki caranya sendiri dalam membimbing kuliah.
“Mengerti,” jawab mereka kompak.
“Baik, cukup sekian dan terima kasih.” Pak Kasmo segera membawa tasnya dan berjalan keluar ruangan.
***
Ketujuh mahasiswa itu saling berkenalan. Lantaran semasa Ospek, mereka sama sekali tidak ada yang satu kelompok. Justru setelah perkuliahan dimulai, mereka mengawali sebuah pertemanan dengan menjadi satu tim.
Sifat dan sikap mereka berbeda satu sama lain. Arya seorang pemuda pendiam, tertutup, dan sedang mencoba membuka kembali hubungan pertemanan di lingkungan barunya. Bukan tanpa alasan. Semua sangat beralasan bagi Arya. Namun, dirinya tidak ingin terus berlarut-larut dihantui oleh puzzles mimpi yang terus mengganggunya setiap malam. Reno mencoba untuk melupakan semuanya dan membuka kembali lembaran barunya. Beruntungnya, Arya bertemu dengan enam teman yang masing-masing memiliki sifat unik.
Reno seorang pemuda gagah, kulitnya bersih, senang berolahraga. Dia berasal dari kalangan menengah ke bawah. Namun, ingin selalu tampil keren di depan semua orang. Hingga ia sering meminjam barang-barang temannya. Impiannya menjadi seorang pembalap motor. Walau mungkin itu hanya sebuah angan-angan. Namun, Reno yakin suatu hari nanti dia akan meraihnya. Urusan perempuan bagi Reno adalah nomor sekian. Lantaran dirinya masih menikmati berada dalam zona IJOLUMUT alias ikatan jomblo imut-imut.
Mikha, seorang gadis tomboy, yang misterius. Jarang berbicara, bersikap kaku, sulit tersenyum, dan berpenampilan apa adanya. Jago Karate dan terlihat cuek.
Syila, seakan menjadi kebalikan dari Mikha. Ia teramat ramah, murah senyum, cewek banget, cantik, smart, dan berasal dari keluarga berada. Walau demikian dia tidak menunjukkan sikap arogan. Syila sangat menghargai pertemanan.
Raina, seorang gadis lembut. Berparas ayu, tidak cerewet, berkulit bersih, dan berasal dari keluarga berada. Tutur katanya yang selalu memberikan energi positif dan menenangkan ini, selalu menawarkan kepada teman-temannya untuk menjadikan rumah Raina sebagai Basecamp mereka. Lantaran dirinya selalu merasa kesepian tinggal di rumahnya sendirian, karena kedua orang tuanya sering bepergian ke Luar Negeri.
Angga, si cowok manis dengan kulit sawo matang ini berasal dari daerah pinggir pantai yang memiliki ombak pecah. Surfing adalah hobinya. Bahkan bisa dibilang sudah menjadi jiwanya. Awalnya Angga enggan untuk kuliah di Jakarta. Namun, dirinya mendapat Beasiswa di Universitas itu. Sehingga dirinya rela merantau jauh dari kampung halaman.
Aji, seorang pemuda yang suka dengan petualangan. Hobinya bertualang ke gunung, menyendiri, membaur dengan alam. Saat ini, Aji dan Angga menyewa kos di tempat yang sama. Sehingga mereka memutuskan untuk berboncengan saja. Selain ada teman ngobrol, juga irit pengeluaran.
Ketujuh mahasiswa tersebut pergi bersama ke rumah Raina. Lantaran Raina menginginkan rumahnya dijadikan Basecamp jika ada tugas kelompok atau jika memang mereka ingin ngumpul bareng.
***
Kebersamaan mereka terjalin bukan hanya saat kerja kelompok. Melainkan tujuh mahasiswa itu bersahabat dan saling memberikan motivasi satu sama lain. Sehingga Arya benar-benar melupakan mimpi-mimpi yang selalu menghantui di setiap tidurnya. Ia merasa, saat ini hidupnya berwarna. Apa lagi keenam teman sahabatnya selalu punya cerita yang mampu mengisi hari-hari Arya.
Perasaan tenang dan bahagia Arya mulai terusik kembali satu bulan sebelum Ujian Semester pertama. Puzzle mimpi-mimpi itu kembali muncul dalam tidurnya. Kali ini ia melihat sosok yang tidak asing. Si gadis misterius yang selalu hadir menolong Arya saat Arya tersesat dalam mimpinya, tiba-tiba hadir dalam mimpinya dengan raut wajah yang kebingungan.
***
Apakah yang akan menimpa mereka? Mampukah Arya mengendalikan mimpinya?