Enam tahun berlalu sejak Arya pertama kali menyadari dirinya dapat menyelami masa lalu seseorang melalui mimpinya. Arya senang jika bisa membantu orang lain yang membutuhkan bantuannya. Namun, tidak lama berselang setelah Arya mengetahui kemampuannya itu, muncullah potongan-potongan mimpi yang seakan bersambung menjadi sebuah alur. Potongan mimpi itu bagai Puzzles mengenai masa depan orang-orang terdekatnya.
Arya tidak pernah keberatan jika harus menolong orang lain, melalui kemampuannya menyelami masa lalu seseorang melalui sebuah penglihatan dalam mimpi. Namun, Arya sangat takut ketika Puzzles mimpi tentang masa depan seseorang muncul dalam tidurnya. Sejak saat itu, Arya menjadi lebih tertutup dan pendiam. Menjauh dari pergaulan muda-mudi sumurannya. Lantaran takut dihantui oleh kilatan penglihatan mengenai masa depan seseorang.
Sekarang Arya adalah seorang mahasiswa baru di sebuah Universitas ternama di Jakarta. Parasnya yang rupawan, maskulin, dan terlihat misterius membuat banyak gadis penasaran dengan sifat Arya. Dia selalu menyendiri. Bukan karena sombong, melainkan takut kalau Puzzles mimpi-mimpi itu muncul kembali dalam tidurnya. Arya merasa Puzzles mimpi mengenai masa depan seseorang adalah sesuatu mimpi buruk baginya. Dia takut kalau sampai melihat kejadian yang tidak diinginkan.
Kebetulan Arya memang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Setelah Ayahnya dipindah tugaskan di Ibu kota Indonesia itu, tepat setelah Arya lulus SMA. Bagi Arya, perpindahannya ke rumah dinas yang disediakan kantor Ayahnya, bisa menjadi salah satu solusi melupakan masa lalu yang kelam saat Arya masih tinggal di tempat tinggalnya yang lama.
Semenjak Arya kehilangan teman sebangkunya yang bernama Nikita, dia sudah siap dengan mimpi-mimpi yang sering menghantuinya. Namun, ketika keluarganya pindah ke Jakarta, Arya merasa sedikit lega dan berusaha memulai lembaran baru dalam kehidupannya. Walau ia tetap menjaga jarak untuk tidak terlalu mengenal dekat dengan orang lain.
***
Di suatu pagi, Arya tengah bersiap pergi ke kampus. Dia menjadi salah satu mahasiswa baru Fakultas MIPA di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Arya sudah membersihkan badannya, dan kini menyisakan aroma maskulin segar. Tingginya 186 sentimeter, rambutnya lurus belah dua dan kulitnya bersih. Pahatan wajahnya sangat rupawan, bagai pahatan wajah Dewa-dewa Yunani. Lesung pipi di sebalah kanan membuat senyuman Arya semakin membuat siapa pun merasa damai melihatnya.
Pagi itu, Arya mengenakan kaos putih polos dengan kemeja kotak-kotak di luarnya. Memakai celana Jeans, sepatu kasual berbahan kanvas. Tas ransel berwarna hitam tampak sporty terpampang di punggung Arya.
Ia berjalan menuju ruang makan. Ayah dan Ibunya sudah menunggu di meja makan sederhana itu. Terdengar denting suara sendok yang beradu dengan piring.
“Arya ... sarapan dulu, Nak!” suara Bu Sasmitha yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarganya, terdengar sampai ke kamar Arya.
“Siap, Bu!” sahut Arya sembari merapikan pakaiannya.
Arya melangkah dengan penuh percaya diri. Setelah sekian lama ia ingin menikmati suasana baru, akhirnya terwujud juga.
Aroma nasi goreng kesukaan Arya sudah menguar ke seluruh sudut ruangan. Pak Bisma bekerja di salah satu kantor cabang Properti. Pemindahan tugasnya, lantaran atasannya meminta Pal Bisma untuk menggarap sebuah proyek yang berada di Jakarta. Belum lama keluarga itu tinggal di sana, sehingga masih butuh adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggal mereka yang baru.
Arya duduk satu meja makan kedua orang tuanya. Keharmonisan ini sudah lama mereka jaga. Terlebih, Arya adalah anak semata wayang mereka yang memiliki kemampuan menyusuri masa lalu seseorang melalui penglihatan dalam mimpinya.
***
Arya yang terlihat lebih fresh dibandingkan sebelumnya, membuat kedua orang tuanya merasa lega. Pancaran aura dari wajah Arya yang penuh semangat, setelah membuka lembaran baru, membuat dia menjadi sosok yang lebih ramah dan hangat.
“Arya ... kelihatannya semakin bersemangat?” Ibu Sasmitha mengulas senyuman hangat kepada sang putra.
“Ya, seperti yang Ayah dan Ibu lihat. Arya jauh lebih baik.” Arya membalas senyuman Ibunya.
“Iya, Nak! Lebih baik kamu membuka lembaran baru dan berusaha melupakan apa yang selama ini menjadi beban dalam kehidupan kamu.” Pak Bisma dengan bijak memberikan nasihat kepada Arya.
“Iya, Yah. Arya berusaha untuk tidak mengingat potongan-potongan mimpi yang mengganggu hidup Arya. Ya ... mungkin karena Arya belum bisa mengendalikannya, jadi terasa sangat mengganggu.” Arya tersenyum menatap ayah dan ibunya. Mereka kembali melanjutkan sarapan dengan nikmat.
***
Motor Ninja dua tak melesat membelah jalanan Ibu kota Jakarta. Hangatnya sang mentari membakar semangat dalam jiwa pemuda gagah itu. Berbekal rasa percaya diri dan berusaha melupakan masa lalu yang pernah membuatnya dihantui oleh puzzles mimpi. Arya berusaha tidak mengingat akan kemampuannya itu. Ia menjadi sosok baru, dengan harapan dirinya bisa mendapat teman-teman baru yang akan menjadi pelipur atas mimpi-mimpi yang selalu hadir tanpa permisi.
***
Arya jenuh dengan kemacetan kota Jakarta. Karena di kota tempat tinggalnya yang dulu, tidak ada kemacetan seperti yang ia rasakan saat ini. Hingga akhirnya, Arya harus terlambat tiba di kampus. Setelah ia memarkirkan motornya, Arya berlari dengan cepat ke lantai dua. Tanpa disengaja, Arya menabrak seorang mahasiswi yang juga sedang berlari menaiki tangga.
Braakkk!!!
“Aw!”
Mereka berdua jatuh tersungkur. Arya belum menyadari siapa yang ia tabrak. Lantaran dirinya masih merasa ngilu di bagian pundak sebelah kanan yang terbentur tangga.
Tak lama berselang, Arya baru menyadari bahwa dirinya menabrak seorang gadis dengan penampilan tomboy. Gadis dengan rambut sebahu yang diikat di belakang kepala. Menggunakan kemeja lengan panjang yang agak longgar yang dipadukan dengan celana Jeans warna hitam. Wajahnya tidak berdandan sama sekali, tetapi terlihat manis.
“Eh ... maaf!” Arya merasa bersalah karena kecerobohannya membawa petaka terhadap gadis yang juga sedang menaiki anak tangga.
“Iya, nggak apa-apa,” jawab gadis itu tanpa ekspresi.
Arya terdiam sejenak, menelaah apa yajg terjadi saat itu. Lantaran mahasiswi yang ia tabrak dengan lumayan keras, tidak marah sama sekali, walau Arya melihat lengan gadis itu lebam terbentur ujung anak tangga saat sirinya menahan beban tubuhnya.
“Bener? Sini aku bantu berdiri!” Arya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah gadis yang sedang berusaha beranjak dari posisinya saat itu.
“Enggak apa-apa. Santai aja!” mahasiswi itu tidak mengindahkan bantuan Arya untuk berdiri.
‘Heran! Apa nggak sakit? Aku jadi nggak enak begini,' Gerutu Arya dalam hatinya.
“Aku Arya.” Dengan berani Arya kembali mengulurkan tangannya untuk bersalaman, sekaligus berkenalan dengan gadis aneh di hadapannya.
“Mikha,” ucapnya datar.
Arya hanya melongo, baru kali ini ia bertemu dengan gadis yang datar. Namun, Arya tidak menyerah untuk kembali bertanya.
“Aku minta maaf, nggak sengaja, oke?” Arya bukannya tidak mau bertanggung jawab, melainkan bingung harus bersikap seperti apa. Karena selama ini dia pun tertutup dengan orang lain. Baru saja dia ingin memulai lembaran baru, menjadi sosok yang ramah seperti dahulu sebelum puzzles mimpi itu menghantuinya, justru mahasiswa yang pertama dia temui secara tidak sengaja adalah sosok gadis yang kaku dan datar seperti Mikha.
“Iya, udah aku maafin.” Mikha melangkah dan perlahan berlalu dari pandangan Arya.
‘Hah? Itu cewek kok kaku kayak kanebo?’ Arya menggerutu dalam hatinya. Namun, pertemuannya dengan Mikha membuat dirinya tersenyum dan berwarna. Lantaran mahasiswa yang pertama kali ia temui, memiliki karakter kuat yang mampu Arya ingat, dan membuatnya tersenyum.
‘Mungkin ini awal yang baik, aku akan berusaha membaur dengan teman-teman baruku, dan berusaha melupakan mimpi-mimpi yang membuatku merasa tidak nyaman,' Arya bergumam dalam hatinya, sembari menunduk, dan tersenyum.
***
Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu Arya, hingga ia ingin melupakan potongan-potongan mimpi yang sering menghantuinya? Apakah Arya berhasil menjadi sosok baru, dengan harapan bisa melupakan kemampuan luar biasanya itu?
Bersambung ...