Empat

1324 Words
Darrel seorang pebisnis sukses diusianya ke dua puluh tujuh tahun. Membangun semua usahanya dari awal, seorang diri tanpa sanak saudara, ia tidak memilikinya. Diusia beranjak remaja kedua orang tua Darrel telah pergi meninggalkannya karena sakit. Ayahnya meninggal terlebih dulu, dua tahun kemudian sang ibu menyusul. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan. Awalnya Darrel tak dapat menerima semua itu. Tapi berjalannya waktu, ia bisa menerima dan lebih dewasa dibanding umurnya yang masih lima belas tahun kala itu. Kini Darrel menikmati kerja kerasnya, dengan dirinya yang sekarang ia bisa mendapatkan apapun dengan mudah. Termasuk mengenai pendamping hidup. Cinta. Kata yang tak pernah ada dalam dirinya ataupun hidupnya. Darrel tidak mempercayai yang namanya cinta itu sendiri. Namun, ia tetap harus mendapatkan pendamping hidup sebagai status untuk menyempurnakan dirinya dimata orang. Lagipula ia juga sudah lelah jika terus ditanyai tentang pendamping hidup. Dan ya, keberuntungan ada ditangan Darrel. Karsa Reynand. Rekan bisnisnya. Entah, ada angin apa? Saat menghadiri pesta pernikahan salah satu rekan bisnis mereka berdua-Darrel dan Karsa- Karsa menawarkan sang putri sulung bernama Lucy untuk dijadikan pendamping hidup olehnya. Darrel tidak merasa keberatan. Ia juga sedang membutuhkannya. Tak perlu lelah mencari jika di depan mata sudah ada bukan? Ia pun dapat keuntungan lainnya nanti, perusahaan miliknya akan semakin kokoh. Anggap saja, ini pernikahan bisnis. Sejujurnya tidak ada yang bisa menolak pesona Darrel. Muda, tampan dan kaya. Siapa yang tidak mau? Seminggu telah berlalu. Darrel mendatangi rumah Lucy untuk melamar. Mulanya hanya obrolan biasa, antara tangan kanan Darrel dengan Tuan Karsa. Sebelumnya Darrel hanya mengucapkan satu kalimat Saya datang untuk melamar Lucy hanya itu. Selebihnya Darrel menyerahkan pada Tian tangan kanannya. Sahabat Darrel dari kecil yang tetap langgeng meski tinggal di beda negara. Sampai di mana ketika Darrel mengalihkan pandangannya dari ponsel ke suara langkah kaki yang sedikit mengganggunya. Tubuhnya seakan membeku. Saat mata hitamnya beradu pandang dengan mata coklat madu yang berjalan di samping Lucy. Mungkin Lucy cukup anggun dengan gaun panjangnya. Tapi Darrel, tidak tertarik sama sekali. Tubuhnya memanas dan terasa terbakar hanya sekali tatap dengan seorang gadis bergaun biru muda selutut tanpa lengan. Gadis yang dikenalkan Lucy sebagai adik kandungnya. Anne. Rosanne Callia Kulit putih, kaki jenjang dan bibir merah muda milik Anne memutuskan saraf otak Darrel. Ditambah lagi dengan tonjolan-tonjolan yang tampak begitu padat dan menggairahkan. Milik Darrel mulai menggeliat. Ia bangun tanpa harus Anne menari erotis di hadapannya. Ck, sial. Hari demi hari Darrel lalui dengan wajah kusut. Pernikahannya sebentar lagi. Ia tak mungkin membatalkannya. Itu hanya akan menodai kesempurnaan yang selama ini ia utamakan. Tapi ia juga tak bisa melepas bayang- bayang calon adik iparnya. Yang selalu membuatnya panas dingin dan mandi air dingin setiap malam. Gadis yang tampak polos dan lugu. Anne benar-benar menyiksanya. Sial. Jangan harap ia akan menyewa wanita lain untuk menuntaskan gairahnya. Mendengar kata itu, saja membuatnya mual, muak dan jijik bersamaan. Hingga malam itu, Darrel sudah mencapai batasnya dan membuatnya merencanakan rencana licik untuk menuntaskan gairah sekaligus menjaga reputasi tetap baik. Meniduri adik iparnya di malam pertamanya tanpa sepengetahuan siapa pun. Sensasi menakjubkan dan penuh risiko, membuat gairahnya semakin meningkat. Ia suka kegiatan panas penuh risiko. Dan fantasinya selama ini terpendam akan tercapai bersama Anne. Adik iparnya. Dengan risiko, kepergok istrinya sendiri. Apapun akan ia lakukan untuk segala fantasi itu. Tidak ada yang tidak bisa seorang Darrel Calderon lakukan, bukan? *** Lucy dan Anne memasuki tempat tinggal baru mereka. Darrel telah meminta sopirnya untuk menjemput adik kakak itu . Mata Lucy berbinar melihat rumah mewah di hadapannya. Sementara Anne sedari tadi diam tanpa suara sedikit pun. Lucy dibuat bingung sendiri oleh tingkah adiknya. "Kau kenapa?" tanya Lucy seraya melingkarkan tangannya di bahu Anne. "tidak biasanya kau pakai pakaian tertutup di hari yang panas ini? Kau tidak gerah?" Tubuh Anne menegang. Sweeter abu-abu berlengan panjang dan berkerah tinggi, ia gunakan untuk menutupi tanda yang dibuat Darrel. Selama melepas kepergian kedua orang tuanya ke London, tidak ada yang mempertanyakannya. Ia menjadi tidak gelisah ataupun merasa takut tapi kini ... kakaknya mulai menyadari keanehan di dirinya. "Aku kurang enak badan Kak," lirih Anne, ia menatap dalam mata sang kakak, seolah memberi keyakinan. "Oh ya." Wajah Lucy panik, ia kemudian menyentuh dahi Anne. "Badanmu hangat, kita harus segera masuk kedalam. Kau perlu istirahat," lanjut Lucy sambil menarik tangan Anne. Anne merasa bersalah pada sosok itu. Sosok kakak yang baik dan penuh perhatian. Pengganti ibu baginya saat ibu kandungnya sendiri sering pergi untuk bisnis bersama papanya. Sayangnya, sosok itu kini telah ia khianati. Adik macam apa dirinya ini? Anne tak bisa bayangkan, jika suatu saat nanti tatapan lembut penuh kasih sayang untuknya berubah jadi tatapan penuh kebencian. Sebulir airmata jatuh mulus membentuk anak sungai di pipi, Anne menggeleng keras agar sesak di dadanya hilang. Namun, tidak berhasil. "Kakak," panggil Anne pelan. Lucy yang mendengarnya menoleh kebelakang menatap sang adik seraya tersenyum. Hal itu semakin membuat hati Anne hancur. Secepat kilat Anne melepaskan genggaman tangan Lucy lalu memeluk erat kakaknya itu. "Maaf ... maaf ... maaf." "Sttt... tenanglah. Kau kenapa?" Lucy menangkup wajah Anne dan menghapus air mata Anne yang mengalir. "Kau kenapa, Anne? Kenapa menangis dan mengucapkan kata maaf. Ku rasa kau tak berbuat salah padaku?" Anne menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, kakak a-ku... " Anne bingung mencari alasan. Ia ingin jujur dan pergi dari rumah ini. Ia tidak mau di sini. Sungguh. "Bicara yang jelas, Anne. Apa yang ingin kau katakan, hmm?" "Kakak a-ku..." "Ehem." Mata Anne membulat, saat matanya bertatapan dengan suara orang yang telah menginterupsi perkataannya, Itu kakak iparnya, Darrel. "Darrel," sapa Lucy manja, ia menghambur ke pelukan sang suami. "Papa dan Mama mencarimu, kau tidak ikut mengantar mereka ke bandara?" "Aku sibuk." Darrel menatap Anne yang menunduk sambil mencengkram tali sling bag nya. "Bekerja keras sampai mengeluarkan banyak keringat." Anne mengangkat wajahnya, menatap penuh kebencian kearah Darrel yang menyeringai licik padanya. "Mengeluarkan banyak keringat?" tanya Lucy curiga. "Ruangan mu di kantor ber-AC setahuku." "Aa, AC nya mati," singkat Darrel. "Lebih baik kau masuk dan bereskan barang-barang mu. Santiana akan membantumu," lanjut Darrel. "Baik," jawab Lucy pasrah walau dalam hati ia kecewa, ia pun tak bisa melawan Darrel. Suaminya itu terlalu kaku. Santiana sebagai kepala pelayan di rumah Darrel, bergegas mendatangi Lucy untuk membawa barang-barang Lucy dan adiknya dengan bantuan beberapa pelayan lainnya. Sebagai pelayan senior yang datang hanya ketika dipanggil, ia tau maksud majikannya meski majikan tidak bicara banyak. Lucy mengikuti Santiana setelah memberi kecupan singkat di pipi Darrel. Hal itu pertama kalinya ia lakukan. Entah, ia mendapatkan keberanian dari mana. Ia hanya berharap melalui kecupan singkat itu, Darrel mengerti maksudnya. Melakukan malam pertama yang tertunda. Darrel merogoh sapu tangan di sakunya, kemudian melap bekas kecupan Lucy di pipinya lalu membuang sapu tangan itu ke tong sampah terdekat. Dan hal itu tak luput dari pandangan Anne. "Penjahat," gumam Anne, ia tidak menghiraukan Darrel, memilih mengikuti kakaknya. Sebelum ... Srrett. "Apa yang ... mppphhtt--" ... Darrel menarik tangannya, menempelkan tubuh mereka dan menciumnya kasar. Tidak perduli para pelayan akan memergoki, Darrel melanjutkan ciumannya secara ganas. Lagipula tidak akan ada yang berani mengkhianatinya. Para pelayan itu acuh, karena tidak ingin pekerjaan mereka melayang tentu saja. Anne memberontak keras, memukul d**a Darrel berulang kali. Tapi gagal. Darrel seperti batu, keras dan tak tergoyahkan. "Kau tampak menarik dengan kebencian mu itu padaku." Darrel tersenyum licik. "Aku tidak sabar untuk bersenang-senang dengan mu kembali. Kasar dan berisiko. Aku menyukai itu," bisik rendah Darrel ditelinga Anne, lalu berlalu pergi, menghiraukan keterpakuan Anne. Darrel merasa harus pergi, berdekatan dengan Anne hanya akan meningkatkan hawa panas dalam dirinya dan membuatnya ingin menerkam Anne saat itu juga. *** Menurutmu, bagaimana seorang pria bersikap? Menurutmu, bagaimana setiap wanita bersikap? Kita tidak bisa menyalahkan orang lain atas sikap mereka bahkan untuk mengatur bagaimana mereka bersikap, kita tidak punya hak untuk itu. Hak kita, untuk saling mengingatkan. *** Jangan menerima ruang dan memberi ruang untuk orang lain masuk ke dalam rumah tanggamu. Jika tidak mampu membahagiakan satu wanita, jangan berpikir menambah satu wanita lagi. Sikapmu hanya menyengsarakan. Bukan tentang menjaga dan dijaga, tapi bagaimana caranya kamu mempertahankan janjimu pada Tuhan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD