Sambil menggerutu, Kara menutup pagar dan berjalan menuju rumahnya. Sesekali ia mengusap bibirnya menghapus sisa ciuman Ian. Ia tidak habis pikir, kenapa setelah berusaha menahan diri, ia masih tergelincir. Lelaki m***m itu berhasil menciumnya sekali lagi dan yang lebih tololnya, ia membalasnya. Ya ampun! Kara sibuk menyumpahi diri sampai tidak menyadari sebuah mobil asing terparkir di halaman rumahnya. Ia menguak pintu depan yang tidak tertutup rapat dan menutupnya dengan dentuman kasar. Setelah itu, Kara baru menyadari bahwa dirinya tak sendiri. Di ruang tamu ibunya sedang duduk bersama pria yang paling ia hindari di muka bumi. Keduanya terlonjak. Bram berdiri dan tersenyum canggung. “Selamat malam, Ka.” Kara menegang di tempatnya. Darahnya berdesir. Sudah lama rasaya ia tidak men

