Ian menjemput Kara pukul lima sore sesuai perjanjian. Mulutnya bersiul-siul kegirangan. Rahangnya sudah dicukur bersih dan rambut cokelatnya disisir rapi. Ia tampil kasual, mengenakan celana jeans, kaos putih dan kemeja flanel kotak-kotak yang tidak dikancingkan di luarnya. Kalau dipikir-pikir, sudah lama ia tidak bertingkah seperti ini, layaknya bocah berumur enam belas tahun yang mengajak pasangannya keluar untuk pertama kali. Bukankah kencan di bioskop sedikit terlalu kekanak-kanakan bagi mereka yang sudah berusia kepala tiga? Ian hanya tidak mau terlalu agresif. Ia takut gadisnya semakin manjauh atau parahnya malah menutup akses penuh terhadap dirinya. Gadisnya? Ya, Kara adalah gadisnya yang diakui secara sepihak. Bibirnya tersenyum manis melihat Kara telah menunggu di lobi kanto

