bc

Tawanan Cinta Sang CEO

book_age18+
551
FOLLOW
3.9K
READ
dominant
goodgirl
sensitive
tragedy
sweet
campus
city
spiritual
polygamy
wife
like
intro-logo
Blurb

"Lepaskan saya! Lepaskan! Tolong jangan nodai saya!"

Nisa terus merintih, berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari Arvan yang sebenarnya ingin ditolongnya karena pria itu terlihat oleh Nisa terbaring dalam posisi telungkup di atas aspal. Namun, bukan ucapan terima kasih, justru Arvan menodainya. Mengambil kehormatannya hingga menawannya sebagai pelampiasan hasrat.

Bagaimana Nisa melewati semuanya? Terlebih Arvan terus mendesak hingga pernikahan pun tak bisa terelakkan, walau sebenarnya pria itu sudah beristri.

chap-preview
Free preview
Bagian 1
Suara gelak tawa dari rumah sederhana itu membuat siapapun yang mendengarnya merasa iri akan kehangatan keluarga tersebut. Tawa mereka terhenti ketika mendengar suara ketukan pintu. Nisa, gadis cantik itu tersenyum dan berdiri. Tetapi, perkataan uminya membuat dia berhenti. "Kamu mau kemana? Biar Umi saja," ucap Maryam. "Biar Nisa saja, Umi. Umi disini saja." Nisa segera mengayunkan kakinya, Maryam dan Fariz hanya menatap anaknya itu dengan tatapan khawatir, mereka takut akan ada pertengkaran antara adik dan kakak itu. Nisa dengan senyuman yang merekah membuka pintu, "Abang sudah pulang? Sini tasnya biar Nisa yang bawa." Azzam Hanya diam, dia menatap penampilan adiknya, kaos putih dengan celana pendek. "Mau jadi w************n kamu, hah! Kamu tadi udah Abang tegur kan, kenapa masih kaya gini. Contoh umi, pakai pakaian yang sopan. Gak kaya kamu, seperti orang yang tidak punya aturan!" Nisa tersentak saat Azzam membentak diri nya. Matanya seketika berkabut saat hinaan Abangnya itu meluncur mulus dari bibirnya. "Abang!" Bentakan itu bukan dari bibir Nisa, tetapi dari Maryam, wanita paruh baya itu sudah geram dengan perlakuan sang anak. Azzam memutar bola matanya malas. "Kenapa Umi? Umi mau membela dia lagi? Umi gak lihat pakaiannya seperti apa, seperti w************n. Aku hanya ingin dia jadi lebih, itu saja." Nisa menundukkan kepalanya, hatinya begitu sakit mendengar lontaran Kalimat dari sang kakak. "Diam, kamu! Jaga mulut kamu Azzam!" Bentak Umi. "Kenapa Umi? Kenapa Umi selalu membentak Azzam dan selalu membela Nisa? Azzam anak Umi, kenapa Umi enggak pernah membela Azzam?" Umi terdiam dia menatap anak laki-lakinya dengan mata yang berkaca-kaca. Bukan dia tidak menyayangi anaknya, dia sangat menyayangi anak laki-lakinya itu. "Azzam?" Panggil Abi. "Kenapa Abi? Abi juga mau menyalahkan Azzam. Terus saja membela gadis tidak berguna itu. Gadis murahan yang seharusnya tidak ada di dunia ini!" Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi Azzam, dia menatap tidak percaya pada perempuan cantik yang tidak lain adalah ibunya ini. "Diam kamu! Jaga ucapan kamu Azzam, sampai kapan kamu terus-menerus seperti ini? Kenapa kamu terus menghina adik mu hah! Apa salah adik kamu?" Azzam menatap Uminya, kemudian menatap adiknya yang menunduk dalam, "karena dia Azzam kehilangan kasih sayang umi dan Abi, karena dia umi dan abi menelantarkan Azzam. Menitipkan Azzam ke rumah kakek dan nenek.' Nisa Mendongakkan Kepalanya, dia mengerti perasaan kakaknya. Jika bisa memilih, dia tidak ingin lahir dalam keadaan yang tidak semestinya. "Seharusnya lo itu enggak ada di dunia ini! Seharusnya lo itu mati! Karena lo, gue kehilangan semuanya, karena lo, gue enggak mendapatkan kasih saya dari orang tua! Gue tuh benci banget sama lo!" Rentetan Kalimat menyakitkan itu membuat ulu hati Nisa seperti tertusuk belati. Dia menatap Azzam dengan air mata yang meleleh. sungguh dia tidak tahan kan semua hinaan itu. Nisa maju satu langkah dan menatap kakaknya, dia mencengkeram kemeja kakaknya dengan erat. "Abang banci Nisa? Kenapa Bang? Kenapa? Nisa tidak pernah bisa memilih dari rahim siapa Nisa lahir, Nisa tidak bisa memilih dari keluarga mana Nisa dilahirkan. Nisa tidak bisa memilih dengan kondisi bagaimana Nisa lahir, bang!" Isak Nisa pilu, Azzam menatap adiknya, entah apa arti tatapan itu, tidak ada yang mengerti akan tatapan itu. "Jika memang abang benci Nisa, bunuh Nisa bang, bunuh! Nisa rela, jika dengan tidak adanya Nisa Abang bahagia, bunuh Nisa. Nisa Ikhlas!" Azzam diam menatap adiknya, dia menarik nafas dalam, kedekatannya dengan sang adik membuat dirinya dengan kasar menyentak Nisa hingga terjerembab dilantai yang dingin. Umi dan Abi menatap Azzam murka, Abi mendekati anaknya dan melayangkan satu tamparan kepada sang anak. Azzam diam tidak menatap sang Abi, tatapannya tertuju pada adiknya yang terisak di lantai, jantungnya berdegup kencang, hingga dia tidak tahan dan segera pergi dari sana. Mereka bertiga menatap kepergian Azzam dengan nanar. Umi dan Abi memeluk Nisa dengan erat, menyalurkan semangat agar putri mereka tidak terlalu jauh memikirkan perilaku Azzam. Nisa hanya mampu menangis, mengapa abangnya sangat membenci dirinya, dia tahu akan kehadirannya semuanya berubah, tetapi dia sudah meminta maaf, mengapa kakaknya tidak mau memaafkan dirinya. *** Malam sudah semakin larut, setelah pertengkaran hebat tadi, gadis cantik itu tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Ucapan sang kakak masih jelas terngiang ditelinga. Menghela nafas panjang mencoba menenangkan dirinya sebelum bangkit berdiri. Dia menuju kearah lemari besar miliknya, sederet gamis dengan hijab membuat dirinya tersenyum tipis. Tangannya yang halus tergerak untuk menyentuh gamis pemberian uminya. Tekadnya sudah kuat, dia akan mencoba untuk berhijab mulai besok. Setelah menyakinkan dia teringat akan sang kakak, dia menghela nafas kemudian keluar dari kamar, dia akan berbicara dengan sang kakak jika dia mulai besok akan berhijab. Dia diam sejenak menatap kamar yang berhadapan dengan kamarnya, dengan tangan bergetar dia membuka pintu tersebut hingga dia bisa masuk ke dalam. "Bang?" Tidak ada jawaban, dia menyalakan lampu dan terkejut saat abangnya tidak ada di kamar. Setelah tadi bertengkar dan masuk ke dalam kamar. Tak lama Azzam pulang, Nisa mendengar suara Azzam bertelepon tadi. Dia segera keluar rumah, melihat garasi, ternyata mobil Azzam ada disana. Setelah itu, gadis cantik itu mencari sang kakak di sekitar rumah namun tidak ada. Rasa khawatir seketika muncul. Dia takut terjadi sesuatu kepada kakaknya. Dengan tergesa dia kembali ke kamar dan mengambil secarik kertas kemudian menuliskan sesuatu di sana, setelah selesai dia menyimpannya di meja, agar Umi dan Abi tidak khawatir jika terbangun tidak ada dia di sini. Tak lupa mengganti celana dengan celana training, mengambil jaket miliknya dan seger pergi dari rumah tersebut. Dengan sedikit takut dia keluar rumah, menyusuri jalan berharap bertemu sang kakak. Jalanan sudah sangat sepi, jarang sekali kendaraan yang lalu lalang. Selama ini gadis itu tidak pernah pergi keluar rumah tanpa ada yang mengantar. Nisa bisa di bilang gadis yang lemah, dia sewaktu kecil sering sakit-sakitan, kanker pernah menyerang dirinya dan membuat umi serta abi sangat over protektif terhadap dirinya, hingga menitipkan Azzam kepada nenek dan kakeknya yang berada diluar negeri. Mungkin itu yang menyebabkan Azzam sangat membencinya. Hingga saat dia ingin belajar mengendarai mobil ataupun motor, Abi sangat melarang keras, takut anaknya kenapa-kenapa. Tidak tega jika anaknya harus sendiri pergi dari rumah. Nisa memeluk tubuhnya sendiri, sudah lima belas menit dia berjalan. Kakinya sudah mulai lelah, dan tumbuhnya sudah mulai kedinginan. Dia berhenti pada suatu tempat di mana saat malam hari masih banyak kendaraan yang terparkir, dia mengedarkan pandangannya, mencari tahu apakah ada sang kakak disini. Diluar tidak ada tanda-tanda kakaknya ada, entah jika didalam, dia tidak berani melangkah kesana. Dia tahu apa tempat itu. Tempat dimana banyak orang yang hilang kesadaran karena mabuk. Dia menatap tempat itu, takut jika sang kakak ada disana, namun tak berani melangkah masuk. Dia hanya berharap sang kakak tidak ada disana. Saat dia ingin pergi dari tempat malam itu, matanya menangkap sosok laki-laki yang berjalan sempoyongan dan tiba-tiba tubuh tegap laki-laki itu ambruk. Dia berlari dan menghampiri laki-laki itu, dia membalikkan tubuh tegap laki-laki tersebut, terasa tidak asing, dia seperti pernah melihat laki-laki itu. Nisa berusaha menepuk-nepuk pipi laki-laki itu agar sadar. Lima menit kemudian, Mata yang sedari tadi terpejam itu terbuka, netranya memerah, Nisa yakin Laki-laki itu tengah mabuk. "Mas? Mas tidak apa-apa?" Tanyanya khawatir. Laki-laki itu entah mengapa tersenyum, dia dengan pelan bangkit berdiri, diikuti Nisa yang menatap laki-laki itu khawatir. "Hati-hati. Mas tidak apa-apa kan." Nisa menatap laki-laki yang saat ini menatapnya dengan kernyitan didahi. Pakaian laki-laki itu sudah kusut. Laki-laki itu mendekati Nisa dengan senyuman yang entah mengapa membuat Nisa takut. "Kalau mas tidak apa-apa, saya permisi." Saat Nisa sudah berbalik tiba-tiba tubuhnya dipeluk seseorang dari belakang. Nafas Nisa tersendat saat Laki-laki itu mencium lehernya. Berusaha melepaskan pelukan erat laki-laki itu, namun sia-sia. Tenaganya tidak sebanding dengan laki-laki kekar yang saat ini memeluknya erat. "Lepas!" Ucapnya takut. Air matanya menetes, dia takut, dia takut jika laki-laki ini berbuat macam-macam terhadap dirinya. Laki-laki itu diam, dia mencium aroma segar dari gadis yang saat ini dia peluk, mencium aroma itu membuat kesadarannya kembali. Nisa terisak,dia masih mencoba untuk melepaskan pelukan erat dari sosok laki-laki. "Tolong! Siapapun tolong saya!" Percuma, teriakannya tidak ada satu orang pun yang mendengar. "Tolong lepas! Jangan sentuh saya!" Nisa sudah terisak, dia dengan sekuat tenaga melepaskan diri, hingga laki-laki itu melepaskan dirinya, dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia ingin segera berlari, namun sayang, tangannya di cekal dan di tarik, hingga dia tepat berhadapan dengan laki-laki itu. "Hai, jangan menangis," ucap Laki-laki itu seraya menyusut air mata Nisa, laki-laki itu tidak lain tidak bukan adalah Arvan, sosok laki-laki tampan, berwibawa dan idaman kaum hawa, CEO muda dari perusahaan ternama. Nisa menggeleng dia berusaha melepaskan pelukan Arvan. Dia terdiam seketika, saat sesuatu menempel dibibirnya, setelah kesadaran datang, dia mendorong tubuh Arvan, hingga tautan bibirnya terlepas. "Manis," gumam Arvan pelan. Nisa menggeleng, di menghapus bekas ciuman Arvan itu. Tangisan semakin menjadi. Dirinya sudah disentuh laki-laki yang bukan suaminya. Dia kotor. "Ikut aku!" Nisa menggeleng, dia mencoba melepaskan diri namun kekuatannya kalah dengan laki-laki mabuk ini. Arvan sangat kesal saat Nisa memberontak, dia dengan kasar memukul wajah Nisa hingga gadis itu tidak sadarkan diri. Laki-laki dengan mata tajam itu mengendong tubuh Nisa dan segera dia masukkan kedalam mobil. Dengan langkah sempoyongan dan kepala pusing, dia berusaha untuk menjalankan mobilnya, untung saja apartemennya tidak jauh dari klub tersebut. .

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook