2. Malu

2168 Words
Pagi - pagi alina sudah duduk di meja sarapan bersama sang ibu, hati alina tidak secerah pagi ini. Penuh rasa sedih dan rasa sesak ketika mengingat kondisinya yg tidak sempurna ini. "Bu. Alina ingin mengatakan sesuatu? Apa ibu mau mendengarnya?" Tanya alina memulai percakapan di pagi hari. "Tentu nak, Memangnya kau ingin mengatakan apa? Ibu siap mendengarnya," Lirih wanita paru baya itu sambil tersenyum lembut pada putri kandungnya. "Alina ingin merantau bu? Alina ingin mengubah nasib alina, Alina ingin mencari uang yg banyak agar suatu saat nanti. Mata alina yg cacat ini bisa alina sembuhkn, hiks...hiks," Lirih alina dengan tatapan seduhnya, sambil menghapus air mata yg dengan sialannya justru menetes saat ini. "Ti...dak nak. Kau mau kemana? Ibu tau jika tabungan ibu tidak akan pernah cukup untuk mengobati salah satu dari matamu. Lagian kau tau kan, kita datang ke sebuah kota untuk mencari tau apa bisa matamu di operasi tapi hasilnya tidak memuaskan. Justru mata palsu tidak akan membuatmu tenang nak, siang dan malam kau harus menjaganya dan ketika tidur kau pun harus melepaskannya karna itu tidak baik bukan. Dan pilihan kedua adalah mata hewan yg harganya lebih mahal tapi ibu tidak bisa terima jika matamu digantikan dengan mata hewan, matamu lebih bagus mata manusia nak," Ujar wanita paru baya itu sambil menghapus jejak air matanya," Ibu mohon. Pikirkan ini baik - baik dulu, jika kau merantau kau mau tinggal dimana nak? Dimana?" Tanya wanita paru baya itu untuk merendam tangisannya. "Di mana saja bu. Alina yakin. Bu, ada cara untuk mencari pendonor mata untuk alina. Bu, meski alina harus mencari miliar rupe. Alina tidak peduli, karna alina tau di kota besar akan ada cara yg lebih baik dari kota kecil yg kita kunjungi bu," Lirih alina dirinya hampir saja putus asa. Kedua wanita berbeda usia itu kembali terisak sambil saring memeluk satu sama lain, karna merasakan rasa sedih dan rasa sakit yg sama. Ibu mana yg bisa melepaskan putri kandungnya, bahkan putri satu - satunya untuk pergi jauh dari dirinya. Tapi wanita paru baya itu sadar, ia tidak boleh egois, ia tau putrinya sangat menderita dengan kondisi fisiknya itu. "Alina mohon bu, izinkan alina untuk pergi," Mohon alina sambil terisak didalam pelukan wanita paru baya itu. "Baiklah. Jika itu telah menjadi keputusanmu, ibu akan merestui dirimu. Ibu hanya bisa berdoa semoga kau dapat menemukan apa yg kau inginkan. Meski kita tidak pernah tahu ada atau tidaknya kebahagian yg kita inginkan. Maafkan ibumu ini alina. Maafkanlah, ibu ini. Hiks...hiks. Gara - gara kelalaian ibu kau terkena imbasnya," Kata wanita paru baya itu menyesali kebodohannya 12 tahun yg lalu. *** Pagi hari alina dan ibunya telah berada di bandara. Alina tidak membawa banyak barang, ia hanya membawa sedikit saja. Toh dirinya memang hanya memiliki barang yg jumlahnya tidaklah banyak, ia hanya orang biasa. Tidak mungkin ia memiliki barang yg sangat banyak bukan?. "Alina kau harus hati - hati disana, jangan lupa hubungi ibu. Hiks....hiks, jika kau sudah sampai di sana," Pesan sang ibu dengan tatapan seduhnya. "Iya bu, Alina janji akan menghubungi ibu. Meski kita berjauhan nantinya. Ibu, alina pergi dulu. Ibu jaga kesehatan ibu di sini ya," Pesan alina sambil memeluk wanita paru baya yg merupakan ibu kandungnya, meski berat alina harus bisa melepaskan ibunya. Demi kehidupan yg alina impikan selama ini. Alina melangkah sambil melambaikan tangannya, begitu pun wanita paru baya itu. Kedua wanita berbeda versi itu tengah menahan tangisnya, keduanya sama - sama tidak mampu untuk berjauhan. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini adalah takdir untuk keduanya berpisah. Alina memasuki koridor dirinya meninggalkan sang ibu yg masih setia berdiri menatap kepergiannya. Saat ini alina tengah duduk didalam pesawat sambil mengusap sayang foto ibu tercintanya yg akan alina tinggalkan untuk sementara waktu. Entahlah, Alina bingung kapan ia akan kembali ke kota ini dan berkumpul dengan ibu kandungnya. "Bu. Doakan alina ya, agar suatu hari nanti keinginan alina dapat terpenuhi," Batin alina sambil mencium foto sang ibu tercinta. **** Mansion hartawan Tidak berbeda jauh dari sosok alina. Hari - hari yg dijalin Melodi Andhika Hartawan tidak jauh berbeda dari kondisi alina, hidup melodi hancur saat insiden 12 tahun yg menghancurkan cita - citanya sejak kecil. Diri nya berniat menjadi pelatih memanah, tapi semua hancur karna insiden tak terduga tersebut. Setelah melodi menyelesaikan studynya, Diri nya lebih memilih mengurung dirinya di rumah besar miliknya. Yg bisa lebih dikatakan sebuah mansion mewah. Daniel Andhika Hartawan cukup tau apa yg dirasakan oleh adik tercintanya, Apa yg dirasakan adiknya. Daniel sangat tau jika cita - cita adiknya harus hancur di tengah jalan. Karna insiden 12 tahun yg menghancurkan kebahagiaan adik tercintanya. Entah siapa yg harus daniel salahkan, takdir ataukah tuhan? Daniel tidak tau kepada siapa ia harus menyalahkan apa yg saat ini adiknya rasakan. Daniel ikut merasakan kesedihan yg dirasakan oleh adik perempuannya. "Sampai kapan kau akan terus begini mel? Sampai kapan? Kakak sungguh tidak sanggup melihat kau terus seperti ini, sejak 12 tahun itu terjadi kau kini berubah. Tidak se-ceria dulu lagi, tidak se-manja dulu lagi," Batin daniel ikut merasakan rasa sesak di hati kecilnya, jujur saja daniel sungguh tidak bisa melihat kesedihan adik kandungnya itu. Yg hampir setiap hari menangis dan menangis. Membuat daniel semakin terluka parah, hati kecil daniel sangat hancur melihat kesedihan adik bungsunya itu. Tanpa melodi ketahui jika daniel berdiri didepan kamar miliknya? Menatap kasihan pada dirinya saat ini. *** "Ya tuhan. Aku mohon setidaknya pertemukan aku padanya agar aku bisa menembus semua kesalahanku di masa lalu. Hiks...hiks," Ujar melodi sambil memeluk kedua lututnya sambil terisak. **** Saat ini alina baru saja mendarat di bandara Swiss, dirinya baru saja melangkah keluar dari koridor. Alina tau ia saat ini tengah ditatap oleh banyak orang, tapi alina berusaha untuk menghilangkan rasa gengsinya. Jika tidak? Alina tidak mungkin bisa hidup seperti orang - orang yg selalu percaya pada penampilannya itu. "Alina kau harus percaya diri," Batin alina melangkah memasuki taksi, dirinya harus mencari tempat tinggal tentunya," Pak. Apa kau tau dimana apartemen yg biayanya sangatlah murah?" Tanya alina dengan wajah ramahnya. "Tau non. Banyak apartemen yg murah, Tapi? Ya, tempatnya akan sangat kecil non." Ujar sang supir tak kalah ramah. "Tidak apa - apa yg penting aku mendapatkan tempat tinggal," Balas alina membuat sang supir menganggukkan kepalanya dan pada akhirnya membawa alina menuju apartemen yg sangat mini tentu nya. Setelah sampai. Alina melangkah menuju apartemen mini yg dimaksud sang supir tadi, Alina menatap seisi apartemen yg akan ia sewa nantinya. Alina tau jika pemilik apartemen itu tengah menatap dirinya. Apa lagi jika bukan sebelah matanya yg bisa dikatakan berbeda dari sebelah mata lainnya. Membuat alina berusaha untuk tetap kuat, jika tidak. Ia akan lemah untuk selamanya. Meski tidak dapat alina hindari jika ia merata malu dengan kondisi fisiknya itu. "Ini bu uang sewa apartemennya. Ini untuk beberapa bulan kedepan ya . Bu," Ujar alina berusaha se-biasa mungkin didepan ibu - ibu pemilik apartemen itu. "Apa kau bisa mencari pekerjaan dengan kondisi sebelah matamu seperti itu? Kenapa matamu neng? Kenapa bisa seperti itu? Padahal kau sangat cantik tapi sayangnya," Ujar sang pemilik apartemen sambil menatap mengejek pada kondisi alina dan segera melangkah pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. Alina berusaha untuk tetap tegar, ia harus tegar demi impiannya. Alina menarik nafasnya dan segera memasuki apartemen yg ia sewa untuk beberapa bulan kedepan. Sudah seminggu alina berusaha mencari pekerjaan tapi sayangnya ia belum bisa mendapatkan pekerjaan. Membuat alina rela mencuci piring dipinggir jalan demi mendapat upah yg tidaklah banyak. Tapi setidaknya lumayan untuk kehidupan sehari - hari tentunya. Setelah mencuci piring alina yg ingin berdiri tidak sengaja tubuh mungilnya menabrak seseorang, membuat seseorang itu hampir tersungkur jika tidak segera mengontrol tubuhnya tadi. "Ma...afkan. Aku nona maafkan a...!!! Ucapan alina dihentikan langsung oleh gadis itu. "Hei. Tenanglah, yg harusnya meminta maaf itu aku bukan kau," Kata seorang gadis yg sempat alina tabrak tadi sambil tersenyum ramah pada alina." Matamu kenapa bisa seperti itu?" Tanya si gadis sambil menatap alina penuh rasa penasaran. "Ini hanya sebuah kecelakaan saja," Balas alina dirinya menahan malu saat ini. "Oh begitu. Kau bekerja di tempat ini. Padahal kau sangat cantik apa kau tidak berniat bekerja di sebuah perusahan?" Tanya sang gadis berbasa - basi. "Aku hanya tamatan SMP dan malah lebih parahnya aku tidak sampai tamat waktu itu," Balas alina menahan rasa malunya saat ini. Alina berusaha untuk tidak menatap gadis itu, jujur sana alina sangat malu pada kondisi fisiknya, meski gadis yg ia tabrak menatap dirinya dengan tatapan lembut dan senyuman manisnya. "Hei. Kau tidak ingin menatap aku? Bagaimana jika kita duduk di sana saja," Tawar gadis itu sambil menarik alina untuk duduk di sebuah kursi panjang tidak jauh dari tempat kerja alina." Kau tidak perlu malu, setiap manusia punya kelebihan masing - masing. Mungkin fisikmu saja yg terlihat tapi fisik orang lain tidak terlihat," Kata gadis itu kembali agar alina merasa rileks," Oh ya nama mu siapa? Aku pinky. Dan kau?" Tanya gadis itu sambil mengulurkan tangan mungil miliknya. Dirinya menunggu tangan mungilnya di sambut oleh alina. Pinky adalah gadis mungil, dengan tubuh sedikit berisi dan juga cantik. Pakaian yg gadis itu pakai adalah pakaian kantor yg sangat rapi, itu penilaian alina pada gadis yg baru ia kenal tersebut. "Aku alina," Jawab alina sambil membalas menjabat tangan gadis yg bernama pinky. Alina dengan beraninya menatap pinky, sungguh sebenarnya ia sangat malu saat ini. "Oh alina. Nama yg bagus sepertinya kau bukan orang sini ya?" Tanya pinky penasaran." Kenapa gadis secantik dirimu mau bekerja sebagai pencuci piring? Kau kan bisa bekerja sebagai seorang sekertaris di sebuah perusahaan," Kata pinky walau ia tau jabatan sekretaris tentu tidak mudah untuk gadis yg baru ia kenal untuk menduduki jabatan tersebut. Tapi tidak ada salahnya untuk mencoba bukan?. "Itu tidak mungkin nona. Aku ini hanya tamatan SMP, Mana ada perusahaan yg mau menerima diriku. Aku tidak seperti mereka yg pintar? Aku hanya tamatan SMP," Lirih alina mengutuk dirinya yg sangat tidak tau malu saat ini. "Hei. Kau ini polos sekali ya. Kau ini tidak bisa berpikir jika kau berniat bekerja kau pasti akan diterima meski hanya tamatan SMP, Dengarkan aku alina. Memang iya kantor itu butuh seseorang yg sudah lulusan sarjana? Tapi jika hanya lulusan sarjana dan otaknya tetap bodoh. Ya akan selamanya menjadi bodoh. Hahaha aku memang sangat konyol," Kata pinky sambil terkekeh geli membuat alina ikut tertawa satu hal yg perlu alina ketahui. Untuk pertama kalinya ia menemukan seorang teman yg tidak menghina fisiknya, membuat alina merasa di hargai saat ini. "Untuk pertama kalinya aku bertemu seorang gadis atau teman yg tidak melihat aku dari fisik," Lirih alina meneteskan air matanya dengan kepala menunduk ke bawah. "Alina. Orang yg tidak bisa menghargai dirimu dia bukanlah orang yg baik, kau harus menjauhinya. Kau paham. Oh ya, kebetulan kantorku sedang mencari seorang sekertaris. Mana tau kau diterima di sana," Kata pinky kembali antusias." Dan jika kau bekerja di sana aku juga bisa selalu mengobrol dengan mu," Ucap pinky tersenyum senang kali ini. "Ta...pi. kan, aku hanya orang biasa memangnya aku pantas berada di sana?" Tanya alina menahan malu membuat pinky merasa kagum pada gadis yg baru ia temui itu. "Alina. Kau sungguh sangat polos itulah yg aku sukai darimu, kau tau. Kau pasti pantas di sana ini alamat kantorku. Datang dan lamarlah pekerjaan di sana, aku akan membantumu, aku harus ke kantor jika tidak aku akan kena masalah dari bosku itu," Kata pinky sambil memberikan sebuah kertas kecil berisi alamat di mana ia bekerja, "Bye. Alina," Pamit pinky sambil melangkah pergi membuat alina tersenyum manis sambil menatap kertas yg saat ini ia genggam saat ini. "Hei. Apa kau tidak berniat lagi untuk bekerja di sini? Sudah untung aku menerima dirimu bekerja di sini, dasar wanita tidak SEMPURNA," Gerutu sang wanita tua yg memperkerjakan alina saat ini, sambil mendorong tubuh mungil alina hingga tersungkur ke bawah. "Ma...af bu. Hiks....hiks," Lirih alina menahan rasa sakit karna tangannya sedikit tergores saat ini. "Maaf. Maaf, cepat kerja," Bentak sang pemilik toko sambil melangkah pergi membuat alina kembali terisak. Sore hari alina baru saja pulang dari pekerjaannya menjadi seorang pencuci piring dipinggiran, alina menangis meratapi nasibnya itu. Alina kira nasibnya akan lebih baik, tapi alina salah justru bukan semakin baik tapi semakin buruk. Kring kring Suara ponsel membuat alina segera mengangkatnya. Suara panggilan dari ponsel yg menghubungi dirinya tentu sang ibu. "Hallo Bu," Sapa alina menahan isakan tangisannya. "apa kau baik - baik saja sayang? Suaramu tidak seperti biasanya? Apa kau menangis sayang? Apa ada yg menyakiti dirimu disana?" Tanya sang dengan perasaan ibu cemas saat ini. "Ti...dak bu, Tadi mata alina gak sengaja terkena debu jadi sedikit perih," Bohong alina cepat. "Kau yakin nak. Oh ya, Alina? Apa kau sudah mendapatkan pekerjaan di sana?" Tanya sang ibu dengan perasaan khawatir. "Tentu sudah bu. Sangat menyenangkan di sini bu," Bohong alina lagi. "Syukurlah. Ibu pun ikut senang jika kau bahagia di sana, jaga dirimu alina, ibu akan berdoa untuk kebahagiaanmu di sana," Kata sang ibu. Setelah berbicara dengan sang ibu alina segera mandi dan memasak nasi goreng untuk mengisi perutnya. Alina baru mengingat jika ia akan melamar pekerjaan disebuah kantor yg pinky berikan padanya. Alina berdoa semoga dirinya diterima di sana, meski alina tidak merasa yakin, ia akan diterima. Tapi alina akan mencobanya. tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD