bc

Selamanya Selingkuh Itu Indah

book_age18+
0
FOLLOW
1K
READ
forbidden
HE
drama
bxg
city
friends with benefits
addiction
like
intro-logo
Blurb

Bayu Bimantara, seorang pelukis yang berkarya dengan hatinya. Tak ada yang luput dari jemari indah saat melikus di atas kanvas putih. Bola mata seorang perayu akan lebih hidup jika dipoles oleh kelihaiannya.

Unita Larasati, wanita karier yang sukses. Bergelimang dengan hidup yang seolah sempurna. Apa yang kurang? Cinta dan perhatian. Mencari kebahagiaannya sendiri dan ingin tetap baik di mata keluarga kecilnya.

Keduanya tak sengaja bertemu dan Unita kagum atas polesan indah buatan Bayu. Ingin dirinya yang menyedihkan ini menjadi lebih indah di dalam kanvas itu. Tapi apa? Sulutan cinta ikut menyelimuti dua insan beda status.

Akankah keduanya bisa bersatu?

Atau sama hancur menjadi debu?

Bukan Bayu atau bahkan Unita, takdir yang tega memborgol keduanya dengan cinta.

chap-preview
Free preview
Prolog - Kau begitu indah
Bayu Bimantara, seorang pelukis yang berkarya dengan hatinya. Tak ada yang luput dari jemari indah saat melikus di atas kanvas putih. Bola mata seorang perayu akan lebih hidup jika dipoles oleh kelihaiannya. Unita Larasati, wanita karier yang sukses. Bergelimang dengan hidup yang seolah sempurna. Apa yang kurang? Cinta dan perhatian. Mencari kebahagiaannya sendiri dan ingin tetap baik di mata keluarga kecilnya. Keduanya tak sengaja bertemu dan Unita kagum atas polesan indah buatan Bayu. Ingin dirinya yang menyedihkan ini menjadi lebih indah di dalam kanvas itu. Tapi apa? Sulutan cinta ikut menyelimuti dua insan beda status. Akankah keduanya bisa bersatu? Atau sama hancur menjadi debu? Bukan Bayu atau bahkan Unita, takdir yang tega memborgol keduanya dengan cinta. *** “Jangan bergerak, Unita. Aku sudah beberapa kali mengganti pola untuk tanganmu.” Bukan marah, hanya gemas dengan wanita cantik yang duduk dengan bersila di depannya saat ini. Sosok itu cukup memikat, ini adalah lukisan ke dua untuknya. “Aku lelah, Bayu. Ternyata pegal juga hanya membawa cangkir kosong seperti ini.” Unita merasa salah memilih posenya saat ini. Dia memang suka minum teh, tapi tak tahu kalau melukis butuh waktu lama, bahkan perutnya kram rasanya terus seperti ini lebih dari satu jam yang lalu. Bayu, pria yang memang sedang memoles kuas di kanvas yang tadinya putih bersih, hanya bisa terkekeh saat wanita itu terus saja mengeluh sedari tadi. "Bersabarlah sebentar lagi." ucapnya menenangkan Unita. Meski terdengar menggoda, dia memang mengatakan yang sebenarnya, hanya tinggal polesan akhir saja. “Aaaaa... aku lelah, Bayu. Oh! Ayolah! Kapan semua ini berakhir?” Sungguh, tangan Unita tak kuat lagi rasanya. Bayu tertawa lagi. Lukisannya hampir sempurna, hanya butuh sentuhan akhir dan semuanya akan segera selesai. Sengaja memperlambat saat menghias rambut coklat bergelombang itu dengan bunga buatan yang seolah tersemat di antara rambut dan juga telinga. “Sepertinya ada yang harus berubah.” Dustanya sambil berdiri, mendekat ke Unita yang mulai duduk dengan gelisah dan menarik dagu itu agar mendongak menatapnya. “Apa? Jangan bermain denganku, lenganku ini rasanya mau patah karena terus seperti ini.” Membuang napas kasar, tahu kalau Bayu akan mempermainkannya, Unita akan balas dendam kalau Bayu tak berhenti sekarang juga. Bayu terkekeh, menurunkan wajahnya. Bibir merah ceri itu menggoda, dia ingin menyentuhnya. Sekali saja, dia berjanji dalam hatinya sendiri, tak akan mengulanginya lagi. Hanya sekali, dan cukup hanya sekali. Unita bukan gadis lagi, dia wanita dewasa. Sangat tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tak ingin menolak, Bayu berbeda, dan Unita nyaman walau hanya dengan begini saja. Dia mau, mungkin hanya dengan itu terima kasihnya ini bisa dipersembahkan untuk Bayu karena tahu pria itu selalu tak suka dia membayarnya dengan uang atau benda apa pun itu. Se-inci, hanya kurang se-inci. Mungkin memang harus begini. Bahkan Unita sudah menurunkan cangkir yang dipegangnya, membuka mulutnya, siap menerima lumatan yang akan dirasanya setelah sekian lama ke duanya berteman. Drrrrrttttt. “Oh! Maafkan aku, Bayu.” Unita yang tahu ponselnya berdering dan cukup nyaring, segera mencari tas yang dibawanya ke sini tadi. Merogoh benda pipih itu dan menempelkannya di telinganya, “Ya? ...aku—aku sedang minum teh.” Unita meringis ke Bayu. Bayu yang tadinya jengkel hanya bisa terkekeh. Untuk ke sekian kalinya wanita cantik itu berbohong entah ke pada siapa saat berada di galeri seninya ini. Unita mendelik saat tahu Bayu menertawakannya, “Iya, aku akan ke sana sekarang.” jawabnya untuk sosok di seberang sana. Bayu bersedekap d**a, meski bibirnya terus menyungging karena akan melihat Unita yang terburu meninggalkan tempat ini nanti. “Ya, ya, tiga puluh menit aku janji. Aku tutup dulu, aku akan mengemudi, kan? Ya, dadah.” Tut. Unita meringis. Ke duanya saling pandang. Bayu dengan pengertiannya seperti biasanya, dan Unita dengan rasa tak enak yang dimilikinya. Unita tersenyum, “Maaf, aku—“ “Pulanglah, aku akan menyelesaikan lukisan itu hari ini juga. Kamu bisa melihatnya besok kalau tidak sibuk.” Bayu berjalan mendekati Unita, meminta cangkir yang masih dipegang erat oleh Unita, dan meletakkannya di meja tak jauh dari ke duanya berdiri saat ini. “Aku tidak bisa berjanji, tapi akan kuusahakan ke mari besok.” Unita berharap bisa menepatinya. “Jangan memaksa, aku tahu kamu sibuk.” Bayu menyisikan rambut nakal Unita agar tak menghalangi indah di wajah Unita. Unita tersenyum, begitulah Bayu. Dia pun meraih tangan Bayu, meremasnya sejenak untuk berterima kasih atas pengertian yang selalu diberi itu. “Aku pulang dulu.” berbalik dan mengambil tasnya lalu ke luar dari galeri seni milik Bayu. “Unita!” berseru untuk memanggil wanita yang hampir saja hilang ditelan daun pintu, terkekeh saat ‘dia’ yang di sana menoleh kembali ke arahnya berdiri saat ini, “Gunakan sabuk pengaman, jangan ngebut, aspalnya basah setelah hujan.” Sekedar untuk menggoda wanitanya. Unita tertawa, seolah petuah itu sebuah guyonan saat ini, “Aku yang lebih tahu, Bayu. Jangan menggodaku.” ancamnya bagai angin lalu. Melambaikan tangannya dan mengangguk, segera menutup pintu itu karena tak ingin sosok yang meneleponnya tadi menunggu teralu lama. Akan jadi masalah besar untuknya nanti. Bayu menghela napas panjang dan dalam. Galeri seni yang terletak di lantai dua ini membuatnya memilih untuk mendekat ke jendela. Menatap ke bawah sana, menampakkan wanita yang tak pernah menyurutkan senyuman untuk setiap orang yang dikenal. Bayu menyentuh kaca di jendela itu, seolah dia tengah menyentuh Unita yang ada di bawah sana. Bibirnya tersenyum miris, “Andai lenganku ini cukup mampu untuk melindungimu, aku akan ada di depanmu hingga tak ada lagi yang berani menyakitimu, Unita.” lirihnya untuk dirinya sendiri. Berkali-kali terus menelan kepahitan yang terus menyayat, hingga mobil di bawah sana melaju dan berbaur dengan puluhan mobil lainya di jalan raya depan galeri seni miliknya. Kembali ke lukisan yang tadi sempat dia tinggalkan. Bayu meraih lagi kuas dan cat yang sempat dia geletakkan, mengingat dengan rasa, memoles dengan hati. Jemarinya terus menari hingga lukisan dengan wanita berlekung pipi itu semakin bahagia di atas permukaan kanvasnya ini. Tak peduli dengan matahari yang semakin bergulir ke barat atau senja yang merambat. Bayu sudah berjanji, lukisan ini akan selesai malam ini juga, dan akan dia persembahkan untuk Unita besok pagi. Meski mungkin Unita tak bisa datang ke mari, setidaknya janjinya akan selalu dia tepati walau hanya bisa menunjukkannya ke lukisan yang tak akan pernah bernyawa seperti Unita-nya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.6K
bc

My Secret Little Wife

read
95.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook