RAI RAKHA STUDIO FHOTO

1454 Words
Pagi-pagi sekali Raimas dan teman-temannya sudah berada di studio baru mereka. Rai Rakha Studio Photo. Tulisan itu kini terpampang lebih elegan, bukan hanya sekedar benner saja. Besi kokoh dan kuat dengan warna perak, kesan mahal dan elegan sangat terlihat di sana. Beberapa properti pun diperbaharui untuk menunjang pengunjung supaya tidak bosan. Terdapat dua lantai di studio baru ini. Pada lantai dasar terdapat studio besar dan diperuntukkan foto grup yang besar, bisa menampung sampai lima puluh sampai enam pulih orang dengan beberapa latar pilihan. Terdapat juga ruangan kecil khusus foto KTP, ijazah, kartu pelajar atau kartu-kartu yang membutuhkan foto resmi, dan pada fasilitas spot ini bisa berfoto sendiri supaya tidak kaku atau malu saat mengambil gambar. Sedangkan di lantai dua di bagi menjadi beberapa ruang kecil, seperti studio foto box dan bisa langsung cetak. Dari survey yang dilakukan oleh mereka sebelumnya, spot photo box lebih banyak peminatnya. Di ruang tunggu lantai dua juga terdapat berbagi properti terpajang siap dipakai oleh pengunjung. Lantai dua ini adalah spot baru untuk Rai Rakha, di studio sebelumnya hanya satu lantai dan itupun tidak seluas yang sekarang. Tidak lupa di depan studio terdapat caffe kecil khusus pengunjung yang sedang menunggu giliran foto. Tidak lupa dengan awal mulai Rai Rakha muncul yaitu hanya studio khusus foto produk makanan, kini sudah menjelma menjadi sebuah studio besar dengan berbagai penawaran foto dan konsep. Ini adalah berkat Azka dan Khadijah yang bertemu dengan investor dan menyuntikan dana besar pada usaha yang mereka geluti. “Kita coba studio barunya" Seru indra ditenga-tengan pendekoran studio “Cha-cha tolong fotoin kita donk" Pinta indra. Ia dan raimas segera bergaya memakai properti bertuliskan sold out. "Satu dua tiga" Cekrek, Richam memberikan aba-aba. "Coba lihat - coba lihat" Raimas antusias mendekati sang fotografer. "Coba lagi dengan gaya berbeda" Richam mengarahkan. Pasangan sejoli ini bersiap dengan gaya yang lain dan mengambil property bunga, topi, boneka dan barang yang lainnya. Beberapa jepretan telah didapat dengan latar, properti dan gaya yang berbeda-beda. "Kalian serasi banget sih, unch mau deh punya pasangan" Kata Richam selalu fotografer sambil memencet tombol melihat beberapa hasil jepretannya. Ia terkesima melihat keserasian antara Rai dan Indra, senyum-senyum sendiri. "Sabar ya mblo hehe" Ledek rai. “Sekarang giliran kita donk Dra, tolong fotoin” seru Azka mengajak teman-temannya untuk berfoto. Derita fotografer adalah mereka mengabadikan momen orang lain, namun mereka sangat jarang memiliki foto sendiri dan begitupun dengan keempat sahabat karib ini, sangat jarang mengambil foto mereka pribadi. “Kayaknya kita harus punya foto tim deh buat di pajang didepan, lumayan buat promosi” Richam memberi saran. “Wah ide bagus tuh, pake seragam sekalian biar tambah kece kayanya keren nih, iya gak bos” Azka menyenggol Raimas selaku ketua dalam usaha yang mereka rintis bersama ini. “Assalamuallaikum” Suara asing membuyarkan riuhan empat sekawan itu. Studio ini masih tutup, tapi siapa yang datang?. “Waalaikum salam” serempak menjawab salam. “Ekh, kak Ibnu, jadi datang juga” Raimas mendekat dan menyalami hormat “Wah bawa apa nih kak?” Raimas langsung membawa jinjingan yang dibawa Ibnu. “Iya, di rumah bosan juga, jadi aku nyusul aja ke sini. Ini aku bawa minuman dan cemilan, lumayan buat tambah tenaga” “Emmmm wangi buah” Azka antusias mendekat “Aku mau jeruk donk”. Semua berkumpul mengambil bagian. “Makasih ya kak Ibnu udah bawain cemilan, kebetulan banget, kita udah cape banget, lelah banget, haus dan lapar banget lengkap semuanya telah terasa, ada ini sekarang kita segar kembali” Azka nyeroscos selalu yang paling rame. “Iya sama-sama Azka” Balas Ibnu, bersamaan dengan itu khadijah memberikan minuman pada Ibnu “Terimakasih Khadijah” Ibnu tersenyum lembut. Dan dibalas dengan anggukan malu-malu Khadijah. “Sudah sampai mana beres-beresnya? Aku bukan pahlawan kesiangan yang baru datang sudah selesaikan?” “Engga donk kak” Indra menjawab dan merangkul bahu Ibnu “kakak bisa lihat disebelah kiri kakak sana masih ada beberapa tumpuk pigura yang harus dimasukan dan kemudian ditata di rak sebelah kanan” Indra menunjukkan dengan semangat. Sejak pagi, ia lebih banyak mengangkut barang-barang berat, sekarang ia sangat senang ada Ibnu yang akan membantu pekerjaannya. “Sudah delapan puluh persen selesai sih kak, memang tinggal barang yang diluar saja, harus di masukan ke dalam takut kena hujan. Dan tidak harus langsung ditata kok, yang penting aman dulu dari badai hehe” Raimas menambahkan. Mereka semua menikmati cemilan dan mengisi tenaga dengan saling bercanda dan penuh tawa. Menyelipkan hal-hal positif dan saling memotivasi juga menjadi tenaga tambahan untuk mereka. “Oh iya Rai, kita belum coba foto disana” Ibnu menunjuk pada spot foto resmi “kita bikin yu, buat kartu nikah” Ajak Indra sambil menggaruk yang tidak gatal. Indra salah tingkah. “Adududu couple satu-satunya disini bikin kita kembali gerah eeggghhh paanaass” Richam menggoda dengan mengibas-ngibaskan tangannya, tidak gerah. “Hehe” Indra cengengesan. Raimas tak menjawab apapun, ia hanya berjalan mengikuti Indra. “aku dulu atau kamu?” Tanya Raimas. “Gak bisa berdua ya?” kata Indra. “Gak bisa, gak muat, hahaha” Richam menggoda kembali, sontak semuapun tertawa. “Yaudah, aku dulu deh” Indra masuk pada ruangan satu kali satu tersebut dan memegang remot lalu memotret. Terlihat pada layar tabung didepannya, ia tersenyum sangat bahagia. Kemudian bergantian Raimas berfoto, tak kalah bahagia dengan Indra. “Wah wah wah kalian udah cocok banget nih bawa fotonya ke KUA” goda Azka yang melihat hasil fotonya dilayar. “Aku boleh coba gak?” Ibnu mendekat pada pasangan yang sedang berbahagia. Desiran aneh kembali menghampirinya melihat Raimas dan Indra digoda oleh teman-temannya. “Rai, gimana caranya? Ajarin donk” Kemudian Raimas menerangkan. “Bentar kak, kameja kakak kurang pas” Rai mendekat dan merapikan kameja Ibnu. Ibnu hanya menunduk memerhatikan Rai, pada saat bersamaan Rai mengdongkakkan kepalanya tepat diwajah Ibnu. Desiran aneh itu semakin besar terasa, Ibnu memalingkan wajah, tidak ingin terlihat Rai kalau ia sedang tidak baik-baik saja. “Ada keringat juga di dahi kakak, padahal kakak belum ngerjain apa-apa kok udah keringetan, emang gerah banget ya studionya?” Raimas mengelap keringat Ibnu dengan telaten. “Ya lumayan Rai, diluar juga panas, aku juga kan baru datang” Ibnu berkilah. “Nah, sudah siap, kakak tinggal lihat ke kamera dan pencet tombolnya sendiri ya” terang Rai dan dibalas Ibnu dengan anggukan. “Rai, Raimas” Ibnu memanggil “Iya kak, ada apa?” “Sini deh bentar, kamu coba lihat deh dari sini di kameranya ada apa” “Ada apa kak?” Raimas mendekati kamera mencari hal yang dimaksud Ibnu. “kalau dari sana gak keliatan, coba dari sini” Raimas mendeket. “Mana kak?” Raimas masih memfokuskan mata. “Itu tuh, ditengah-tengahnya, coba kamu lebih focus lagi” terang Ibnu “satu dua tiga” dalam hati Ibnu menghitung dan cekrek ia mendapatkan foto bersama Raimas, rasa bahagia menggetarkan seluruh ruang hatinya. “Ikh si kakak, bilang aja mau foto gak usah modus-modus gitu hahaha” Raimas menyenggol bahu Ibnu. “Hahaha, kan biar dapet ekspresi penasaran dan natural dari kamu” Ibnu berkilah. “Huuuu, modus weeee” Rai menjulurkan lidahnya. Saat ini ia lupa dengan status keduanya. Dengan bantuan Ibnu, pekerjaan membenahi studio menjadi cepat selessai bahkah langsung dengan penataan beberapa figura. Kolaborasi Indra dan Ibnu dalam mendekor ruangan terasa semakin mewah. Terakhir mereka memajang foto mereka sendiri yang sebelumnya diambil dan langsung dicetak Khadijah dan memajangnya di meja resepsionis. Binar bahagia begitu terpancar dimata mereka. “Alhamdulillah, akhirnya selesai juga” Azka merebahkan dirinya di kursi tunggu, empuk. “Azka, ruangan kita belum diberesin tahu” khadijah mengingatkan. Khadijah dan Azka memang tinggal di studio, tempat tinggal keduanya jauh dari kampus, dan sayang kalau harus ngekos harus double pembayaran, dengan usul Raimas diawal Azka dan Khadijah tinggal di studio hitung-hitung hemat dan jaga asset. “Iya Jah, itu mah bisa nanti aja, lagian barang kita juga gak terlalu banyak, kita istirahat dulu sekarang” Hanya dibalas dengan anggukan setuju Khadijah. Kini yang terdengar hanya alunan music, penghuninya beristirahat. Kebanyakan dari mereksa menyekrol layar pipih digenggaman masing-masing. Lain dengan Indra dan Raimas, mereka duduk berdua di balkon, melihat beberapa jepretan yang tadi sengaja di ambil. “Aku suka foto yang ini nih” Ungkap Raimas menunjuk pada foto mereka yang sedang duduk dan salin menatap satu sama lain. Raimas memegang topi bundar yang di pakainya, sedang Indra memandang dengan tangan menahan kepala melihat pesona Rai yang memabukan untuknya Binar wajah mereka sangat bahagia. “Aku kirim ya fotonya” “Oke” Balas Indra. Dari kejauhan, didalam mobil Ibnu tersenyum getir melihat kedua insan berbahagia di atas sana. “Akh mana mungkin sih Yas aku suka sama adikmu, aku sudah menganggap adik, benar-benar hanya menganggap adik, gak lebih, mana mungkin aku cemburu melihat mereka”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD