BAB 4 - PERTEMUAN PERTAMA

1054 Words
Dara tampak sibuk. Hari pertamanya di tempat kerja yang baru, membuatnya harus fokus sama semua yang dia kerjakan. Baru saja dia tiba, beberapa karyawan yang berkerja di perusahaan yang sama dengannya di lantai sepuluh terus saja memintanya membuatkan kopi. Beruntung bagi Dara, ada dua orang lainnya yang turut membantunya. Jika tidak, mungkin Dara tidak akan sanggup menyelesaikan semua tugasnya tepat waktu. Apa lagi ada beberapa karyawan yang pesan sarapan dan harus dibeli di luar, bukan di kantin bangunan yang tersedia di lantai lima dua puluh tiga. Dara duduk kelelahan di pantry. Dara menatap ke seseorang yang berpakaian sama dengannya baru saja masuk, duduk di hadapannya sembari meneguk sebotol mineral. Perempuan cantik dengan poni hampir menutupi seluruh keningnya. Kaca mata bergambar hitam dia kenakan, bukannya membuat wajahnya tampak tua, tapi malah semakin manis terlihat. "Capek ya, Mbak?" tanyanya yang hanya dijawab Dara dengan anggukan. "Di sini tuh kalau pagi memang sibuk banget, tapi kalau udah menjelang siang santai kok. Karena hampir semua karyawan pergi makan di luar. Kecuali si bos." "Emangnya dia makan di mana?" "Di ruangannya atau malah di kantin doang, dia gila kerja, Mbak." Dara mengangguk tanda mengerti. Sudah hampir empat jam dia di kantor, tapi sampai sekarang Dara masih belum bertemu dengan sang pemilik perusahaan. Dara hanya tahu, dia seorang pria single yang belum menikah. Usianya sudah dua puluh sembilan tahun, namun yang di pikirannya hanya kerja dan kerja. "Aku kayak gak asing deh pas pertama kali lihat Mbak Dara, tapi di mana ya?" tanya Milly, sembari menghentikan tangannya memainkan sendok. Milly baru saja membuka bungkusan berisi nasi lemak yang dia beli di depan perusahaan. Ucapan Milly jelas saja membuat Dara menatapnya cemas. Rasa takut kalau sampai Milly adalah salah satu keluarga dari para penyewa rahimnya, membuat Dara berusaha mencari alasan jika memang tebakannya benar. Namun tiba-tiba seruan Milly membuatnya kembali diserang kaget. "Oh iya, aku pernah lihat Mbak Dara di rumah sakit!" serunya. "Di bagian ibu dan anak." Jantung Dara seolah berhenti berdetak mendengarnya. Aibnya benar-benar akan terkuak di tempatnya yang baru. "Waktu itu Mbak aku lihat ada di meja kasir, cuma aku gak tau sih Mbak Dara bicara apa sama susternya, yang pasti aku lihat Mbak di sana terus Mbak pergi ke lift. Lagi ngunjungi kerabat Mbak yang baru melahirkan ya?" "Ah, iya," jawab Dara mencoba mengikuti alur cerita Milly. "Ka-kamu ngapain di sana?" Milly yang baru saja memasukkan satu suap makanannya ke dalam mulut, menghela napas kasar. "Aku punya adik lagi, Mbak. Bayangkan aja, aku udah usia dua puluh empat tahunan begini, malah punya adik bayi lagi. Padahal ada tiga lagi lho adikku yang masih sekolah dan yang satu kuliah," keluhnya. "Rasanya aku jadi takut hamil, Mbak, trauma lihat bayi gara-gara ibuku asyik punya anak aja!" Dara hanya tersenyum. Diam-diam menyentuh perutnya seolah bisa merasakan indahnya ada bayi di dalam rahimnya. Walau akhirnya bayi-bayi tidak berdosa itu harus dia berikan kepada orang lain. Dengan kata lain, menjualnya. Suara deringan telepon yang sengaja disediakan di pantry berbunyi. Dara yang melihat Milly masih keriwehan menyantap sarapannya, langsung inisiatif mengangkatnya. Dengan sopan dan sesuai yang diajarkan, Dara mengucap selamat pagi dan menyebutkan namanya sebagai pemberitahuan pada sang penelepon. "Kamu ofgirl baru?" tanya suara di seberang yang sesaat membuat Dara terdiam, mencoba mengartikan kalimat sang penelepon. "Iya, Pak, saya office girl yang baru." "Bawakan saya kopi ke ruangan." "Ba ...." Telepon mati sepihak yang membuat Dara tersentak kaget, lantas mengembalikan gagang telepon ke tempatnya dengan perasaan bingung. "Jangan bingung, Mbak, itu pasti Pak Darrel, CEO perusahan ini. Jam segini dia memang selalu minta kopi." "Oh, gitu ya." Dara langsung membuka lemari dan mengeluarkan kopi dari dalam. "Dia suka airnya dimasak lagi, Mbak, terus gulanya dua sendok teh." Dara mengangguk tanda mengerti, mengambil panci kecil dan menuangkan air ke dalamnya, lantas memasaknya di atas kompor. Dengan cepat, Dara menyiapkan gelas kopi dan menuangkan gula ke dalam gelas. Milly melihatnya takjub. "Wah, pas!" seru Milly yang sesaat membuat Dara menoleh. "Maksudnya?" "Pak Darrel memang gak suka kalau gulanya ikut dimasak, dia bilang gulanya dimasukkan ke dalam gelas, lalu dituang pakai air mendidih. Wah, Mbak keren bisa tau." "Gula kan memang seharusnya gak ikut dimasak, Mil, biasa itu." Dara tersenyum tipis. "Lagian emangnya Pak Darrel bakalan tau, mana gula yang ikut dimasak sama enggak?" "Tau, Mbak, aneh kan?" Dara mengerutkan kening, lantas menggeleng pelan sembari mematikan kompor saat airnya sudah mendidih. Dengan hati-hati Dara menuangkannya ke gelas dan meletakkan gelasnya ke atas nampan kecil. "Aku tinggal bentar ya, Mil," pamit Dara. "Oke, Mbak, semoga sukses! Jangan sampai jatuh cinta ya, Mbak!" Dara hanya tertawa kecil lantas ke luar dari pantry sembari membawa nampan yang di atasnya ada gelas kopi untuk sang CEO. Apa yang dikatakan Milly benar, dia tampan. Ekspresi wajahnya tampak dingin dan datar, tatapannya tajam seperti elang saat melirik ke arahnya. Rambut tertata rapi, dengan stelan pakaian kerja ala oppa oppa korea yang pernah ditonton Dara dalam drama Korea kesukaannya. Dara meletakkan kopinya ke atas meja tepat di sudut agar tidak terkena berkas yang ada di atas meja. Sosok cowok tampan itu menutup laptopnya, lantas memandang Dara lekat. Dara menunduk segan. "Dara Adiskha, benar?" tanyanya yang langsung dijawab singkat oleh Dara. "Kamu sudah tau apa kerjaan di sini dan jadwalnya kan?" "Sudah, Pak," jawab Dara lagi. "Kalau kamu mau dapatkan uang lembur, hari ini ada rapat hingga malam bersama investor, tapi kalau gak mau, gak masalah, saya akan minta yang lain untuk berada di sini." "Saya mau, Pak!!!" seru Dara cepat. Yang di kepala Dara hanya uang saat ini. Walau uang dari hasil sewa rahimnya sudah lebih dari cukup, namun Dara bertekad akan mengirimkan uang yang halal untuk ibu dan anaknya kelak. Dara tidak mau lagi mengirimkan uang hasil sewa rahim yang dia yakini haram itu. "Oke, dan sekedar info, saya Darrel Bramastya, pemilik perusahaan ini. Saya benci sama karyawan yang tidak disiplin dan banyak tingkah! Apa lagi yang berani menolak perintah saya. Kamu atau siapa pun orangnya, akan dapat bonus saat saya menganggap kalian layak untuk diberikan bonus. Dan hal itu bisa terjadi tiba-tiba, sesuka hati saya. Kamu paham?" "Paham, Pak." "Bagus, silakan kembali ke pantry!" Dara berpamitan, lantas melangkah mundur dan ke luar dari ruangan. Darrel melihat sikapnya. Untuk pertama kalinya ada karyawan yang bersikap sopan seperti itu padanya dengan terus menghadapkan tubuhnya ke arahnya sembari ke luar dari ruangan. Darrel menghela napas pelan, lantas kembali melanjutkan pekerjaannya dengan memeriksa beberapa berkas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD