bc

Unexpected Journey

book_age16+
387
FOLLOW
3.2K
READ
murder
second chance
goodgirl
independent
drama
tragedy
twisted
bxg
icy
first love
like
intro-logo
Blurb

Edgar Addison.

Pria kaku, dingin tak tersentuh. Dia tidak mengerti dengan takdir yang tidak berpihak padanya. Karena kematian keluarga satu-satunya yang ia punya, membuat ia akhirnya diasuh oleh Keluarga Harrison, karena saat itu ia masih di bilang sangat kecil.

Edgar berjanji pada dirinya sendiri, untuk melakukan apa yang selalu diperintahkan sang ayah angkat. Semua yang diperintahkan oleh Aditama selalu ia turuti, termasuk melenyapkan pasangan Austen. Cole Austen dan Sophia Warner.

Tidak ada penyesalan sama sekali yang Edgar rasakan.

Usai melenyapkan kedua nyawa itu, ia kembali mendapat perintah untuk membunuh anak gadis Cole dan Sophia. Tentu saja Edgar menurut. Untuk kali ini ia memasang strategi yang tidak biasa.

Edgar memutuskan untuk menjadi bodyguard Hazel Chloe Austen. Ia kira ia akan mudah menaklukkan Hazel, tapi semua itu tidak semudah yang ia pikirkan. Edgar menempuh segala cara untuk membuat Hazel jatuh hati padanya, agar nanti ia bisa menyaksikan bagaimana gadis itu patah hati sebelum ia bunuh.

Awalnya semua berjalan baik-baik saja … sebelum Edgar terjebak pada permainannya sendiri.

(Penasaran? ayo di baca >_<)

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Kediaman keluarga Austen kini bak tertutupi oleh kabut hitam yang pekat, tidak ada keceriaan atau kegembiraan di dalamnya seperti biasanya. Hal itu terjadi karena Cole Austen dan Sophia Warner tiada dengan begitu tiba-tiba, penyebabnya adalah pembunuhan yang belum diketahui siapa pelakunya. Hazel Chloe Austen, putri satu-satunya dikeluarga Austen. Menatap kosong pada figura foto kedua orangtuanya di hadapannya. Gadis yang biasanya menyebarkan keceriaan dan kegembiraan kini telah berubah, hanya ada tatapan kosong pada kedua manik biru laut gadis itu. Rekaman kilasan bagaimana kedua orangtuanya terbunuh di depan matanya sendiri kembali terputuar di dalam ingatannya. Hazel meremas rambutnya dan mengerang panjang, berusaha menghalau kilasan memori yang menyakitkan itu. Buliran airmata terjun bebas dari kedua kelopak matanya. Andai saja Papa tidak membuka pintu mansion, kemungkinan tamu mencurigakan itu tak bisa membunuh kedua orangtuanya dengan keji. Andai saja ia bisa menghentikan aksi kedua pria bermasker hitam dan bertopi hitam itu, pasti Papa dan Mamanya masih berada di sini bersamanya. Andai saja… Semua kata andai terus bermunculan di kepala Hazel, membentuk suatu harapan yang semu dan pastinya tidak akan terjadi dan tidak bisa diulang. Hazel bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju jendela kamar. Matanya menatap ke halaman belakang yang ramai sekali orang-orang. Hazel tidak memiliki saudara sepupu, Papa dan Mamanya adalah anak tunggal. Kakek dan Neneknya pun sudah berpulang beberapa tahun lalu. Yang Hazel miliki sekarang hanya satu orang, Kakak laki-lakinya yang bernama Gabriel. Halaman belakang penuh dengan kolega-kolega bisnis perusahaan Papa dan Mamanya. Tak sedikit yang memberikan Papan bunga dan juga ucapan belasungkawa pada keluarganya. “Hazel…” Hazel bergeming, tidak berbalik ataupun menoleh. Membiarkan saja Gabriel masuk ke dalam kamarnya. “Kamu tidak mau turun?” tanya Gabriel, memegang pundak Hazel dengan lembut. Hazel menggeleng pelan. “Kak Gab aja yang urus, Hazel mau sendiri,” ujar Hazel lirih. Gabriel menghela napasnya. Sudah sejak pagi tadi, setelah menguburkan kedua orangtua mereka, Hazel mengurung diri di kamar hingga siang ini. “Baiklah, kamu boleh tetap di kamar, tapi makan ya?” bujuk Gabriel dengan lembut. Hazel menggeleng. “Aku nggak lapar, kak.” “Kamu harus makan! Aku akan bawakan makanannya, tunggu sebentar!” tukas Gabriel dengan tegas, tidak menerima penolakan. Setelah itu, Gabriel keluar dari kamar sang adik tersayang. Usai kepergian Gabriel, Hazel kembali melihat ke halaman belakang mansion. Sejak tadi yang ia perhatikan adalah dua gundukan tanah yang bersisihan, gundukan itu tak lain adalah makam kedua orangtuanya. Hazel sendiri yang meminta pada Gabriel untuk menguburkan Papa dan Mama di halaman belakang. Dan syukurnya Gabriel tak menolak. “Papa, Mama, maafin Hazel…” “Hiks,” Hazel kembali terisak, hingga ia tak sanggup lagi. Hazel berjongkok di sebelah sofa mini yang ada di kamarnya. Menyembunyikan wajahnya pada lipatan kedua tangannya dan menangis sejadi-jadinya. *** Sudah seminggu berlalu sejak terjadinya pembunuhan di mansion keluarga Austen. Hazel juga sudah memberi keterangan pada polisi kalau ia berada di lantai tiga mansion melihat dengan jelas bagaimana kejadian itu berlangsung. CCTV mansion pun sudah di serahkan dan sialnya kedua wajah pria pembunuh itu tidak terlihat karena tertutup masker dan topi. Tanpa semangat, Hazel mengoleskan selai cokelat pada lembaran roti tawar yang lembut. “Julia, aku ingin jus Apel,” pinta Hazel pada asisten rumah tangga di mansion. Julia baru dipekerjakan Gabriel empat hari. Karena asisten yang lama telah mengundurkan diri dan merasa tidak aman bekerja di mansion sejak insiden pembunuhan itu. “Baik, Nona.” “Kau mau pergi ke mana nanti? Shopping? Atau jalan?” tanya Gabriel yang tiba-tiba muncul. Lelaki berusia 27 tahun itu meletakkan tas kerjanya di meja makan, sementara kedua matanya menatap Hazel yang lesu. “Aku akan tidur,” balas Hazel cuek. Gabriel menghela napas pelan. “Hazel … sudah berhari-hari kau tidur, makan, tidur, makan. Tidak melakukan apapun. Setidaknya olahraga atau jalan-jalan untuk menjernihkan pikiranmu,” kata Gabriel menasehati. Hazel menggeleng tidak minat. “Males, kak. Maunya di rumah aja,” sahut Hazel acuh tak acuh. Gabriel menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak bisa membujuk Hazel lagi. “Tapi kalau kamu mau keluar, bari tahu aku. Dan juga keluar bersama Pak Josua, dia akan menjadi sopir sekaligus penjagamu. Mengerti?” Hazel mengangguk saja, lalu memasukkan roti yang sudah ia beri selai ke dalam mulutnya. Tak lama kemudian, Julia datang dengan membawa jus Apel pesanan Hazel dan juga seporsi bacon dan telur untuk sarapan Gabriel. “Terimakasih, Julia.” “Udara kota London kini sangat dingin, kak Gab yakin Cuma pakai jas itu?” tanya Hazel tiba-tiba, matanya meneliti penampilan sang Kakak. Gabriel mengulum senyum tipisnya. Hazel memperhatikannya, dan tidak secuek tadi dan kemarin, ia harap keceriaan sang adik akan segera kembali. “Benarkah? Setahuku tidak dingin,” ucap Gabriel pura-pura tidak tahu. “Dingin tau. Tadi aku sempat keluar memberi makan Molly, dan hawa memang dingin,” ujar Hazel. Molly adalah anjing peliharaannya yang tinggal di sebuah rumah anjing di sebelah paviliun yang ada di belakang mansion. Paviliun itu ditinggali oleh Julia dan anaknya. “Baiklah, kalau begitu bisa kamu ambilkan pakaian hangat ku?” pinta Gabriel. “Aku sedang makan,” lanjut Gabriel. Hazel mengangguk dan berjalan ke lantai atas, menuju kamar sang kakak dan mengambilkan mantel untuknya. *** Sebelum berangkat ke kantor, Gabriel sudah berpesan pada Julia dan Josua untuk memantau Hazel. Jika Hazel ingin keluar mansion, harus Josua yang mengantar dan melapor dulu padanya. Sedangkan pada Julia ia hanya berpesan untuk menjaga dan membuatkan makanan lezat untuk Hazel. Gabriel menyandarkan punggungnya pada kursi kebesaran di kantornya. Dulu, tempat ini ditempati sang Papa. Tapi kini ia yang harus mengambil alih semuanya. Bukan hanya satu perusahaan, tapi juga perusahaan Mamanya juga ia yang urus sekarang. Sekarang, yang Gabriel punya hanyalah Hazel. Ia akan memastikan Hazel terlindungi dari orang-orang jahat. Hingga kini hati Gabriel masih tidak tenang. Gabriel memiliki firasat buruk, ia merasa kejadian ini akan terulang. Pasti penjahat itu akan menargetkan sang Adik. Dunia bisnis memanglah sangat kejam. Gabriel tahu, pelakunya pastilah salah satu musuh dari perusahaan Papa atau Mamanya. Oleh karena itu ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi keluarga satu-satunya yang tersisa. Yaitu Hazel. Tok… tok… tok… Gabriel melirik pintu ruangannya. “Masuk!” Seorang laki-laki berusia sedikit lebih tua dari Gabriel masuk dan langsung duduk di hadapan Gabriel. Dia adalah Ansel, sekretaris Gabriel. Usia mereka hanya berbeda dua tahun. “Minggu depan kau akan ke Swiss, tidak lupa bukan?” kata Ansel. Gabriel menepuk dahinya. “Aku benar-benar melupakannya!” Gabriel mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja. “Apa tidak kau saja yang mewakilkan?” lanjut Gabriel dengan ragu. “Tidak bisa, itu adalah proyek besar. Dan kau bosnya,” ujar Ansel dengan tegas. Mereka berdua memanglah berbicara dengan santai layaknya teman, sebab Gabriel sendiri yang memintanya. “Aku tidak bisa meninggalkan Hazel sendirian di sini,” ucap Gabriel frustrasi. “Kau bisa menyewa seorang bodyguard untuk menjaganya selama dua minggu saat kau pergi. Aku yakin itu adalah solusi terbaik,” saran Ansel. “Tidak ada yang bisa aku percayai sekarang,” gumam Gabriel. Ansel menjentikkan jarinya. “Aku kenal seseorang, dia sangat jago dalam hal menembak, memanah, bermain pisau, dan bela diri lainnya. Apa tidak kau pekerjakan saja dia?” Gabriel menatap Ansel ragu. “Apa dia benar-benar orang yang bisa dipercaya menjaga Hazel?” tanya Gabriel memastikan. Ansel mengangguk dengan yakin. “Dia adalah adik kelas ku dulu. Dan kau tau? Beberapa tahun lalu ia sempat menjadi bodyguard orang penting di Negara ini,” ujar Ansel semangat menceritakan sosok laki-laki yang ia kenal. “Siapa namanya?” “Edgar Addison.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
570.6K
bc

Everything

read
278.1K
bc

Just Friendship Marriage

read
507.4K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook