bc

Fine Dining vs Vending Machine

book_age16+
618
FOLLOW
3.3K
READ
age gap
independent
brave
others
drama
sweet
ambitious
office/work place
enimies to lovers
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Milka harus segera magang sebelum semester baru dimulai. Dia tidak mau gara-gara magangnya mundur, kelulusannya juga jadi mundur. Terpaksa, Milka meminta tolong Valia agar merekomendasikan dirinya ke mantan Valia yang adalah seorang Head Chef restoran fine dining di Bali. Sebagai imbalan, Milka mengajukan diri untuk menggantikan asisten Valia yang sedang sakit. Valia setuju, tapi risiko ditanggung penumpang. Mantan Valia yang bernama Arthur itu antik luar biasa.

Pada akhirnya Milka berhasil magang di Sagara Restaurant, tapi Arthur tidak membiarkan Milka bernapas lega. Dia seakan adalah malaikat pencabut nyawa, sedangkan dapur Sagara Restaurant adalah neraka. Bagaimana Milka bertahan di dapur Sagara Restaurant dan menghadapi pria perfectionist seperti Arthur? Belum lagi personil lain yang tidak kalah menyebalkan.

chap-preview
Free preview
Entrance
Maaf kami tidak menerima mahasiswa magang. Maaf untuk saat ini kami tidak memiliki program magang. Maaf program magang sudah penuh. Maaf restoran kami sedang tutup, karena renovasi. Kami tidak bisa menerima mahasiswa magang. Maaf… Mata Milka melotot, ketika mendapati deretan penolakan dari restoran dan hotel. Padahal tahun lalu dia mudah sekali mendapat pekerjaan sambilan. Namun kenapa justru saat sekarang dia mengambil program magang untuk keperluan kuliah, dia justru sulit mendapat tempat magang. Kehidupan memang seaneh itu. Saat kita mencari, sulit sekali menemukan; tapi saat kita berhenti mencari, tiba-tiba secara ajaib kita memperoleh apa yang kita butuhkan. Milka menatap kalender di laptopnya dengan tatapan putus asa. Sebentar lagi ujian akhir semester, artinya selama libur dia harus magang. Jika tidak magang di semester ini, skripsinya juga mundur. Semakin lama dia lulus, biaya untuk kuliah semakin membengkak. Sementara itu ekonomi keluarganya sedang tidak waras. Ayahnya baru saja kena PHK. Sekarang satu-satunya sumber penghasilan keluarganya adalah toko kelontong yang menyatu dengan rumah mereka. Milka masih menatap layar laptopnya, lalu mengetikkan sesuatu di mesin pencari. Belum juga yang dia cari ketemu, terdengar ketukan di etalase toko. “Mau beli apa, Bu?” tanya Milka tanpa menoleh. Dia hanya melihat siluet seseorang dari sudut matanya. “Saya nggak mau beli apa-apa.” Sontak Milka menoleh, karena suara yang dia dengar. Milka menunduk malu. “Maaf, Mas. Tadi saya kira tetangga saya.” Pria berambut gondrong itu tidak terlalu menghiraukan insiden baru saja. “Saya mau tanya alamat.” Pria itu menyodorkan secarik kertas. Milka membaca alamat itu. “Oh, ini jalan di seberang. Waktu tadi di perempatan jalan utama harusnya belok kanan bukan kiri.” Pria itu hanya mengangguk, bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Dia pergi begitu saja. Milka mendengus sambil mengintip ke jalanan di depan warungnya, saat mobil jip yang dikendarai pria itu menjauh. “Ih, nggak sopan. Tahu gitu gue bilang aja nggak tahu.” “Mil, nggak siap-siap ke kampus? Biar Ibu yang jaga warung.” Milka menepuk dahinya. Dia nyaris lupa bahwa dia harus mengumpulkan makalah pengganti ujian Toksikologi Pangan. Dengan secepat kilat dia bersiap-siap. Sebentar lagi Arum, teman satu jurusan sekaligus tetangganya, pasti datang untuk memberinya tumpangan. *** Setelah Arum berhasil menjejalkan motornya di antara dua motor lainnya, dia dan Milka berjalan menuju gedung Sriwijaya. Setiap hari Senin lahan parkir selalu penuh, sehingga Arum harus memarkir motornya cukup jauh dari gedung Sriwijaya. Setidaknya mereka memiliki alasan untuk berolahraga ringan sebelum mulai kuliah. “Udah tahu mau magang di mana?” “Gorgeous,” jawab Milka sekenanya. “Itu spesialis masakan Jepang dan Perancis, kan? Kok gue nggak yakin Mil.” Mata Milka mendelik. “Lo meragukan kemampuan gue?” “Bukan gitu, cuma kan kita nggak ada pelajaran khusus tentang masakan itu.” Arum sendiri sudah selesai magang. Sekarang dia sedang melakukan revisi laporan. Arum yang sangat menyukai molekuler gastronomi magang di sebuah cafe yang menyajikan minuman dan makanan dengan teknik tersebut. Cafe tersebut bukan milik chef terkenal atau selebritis, hanya pebisnis biasa. Itu tidak masalah bagi Arum, asalkan dia mendapatkan pengalaman yang diinginkan. Berbeda dengan Milka yang ingin magang di restoran yang memiliki reputasi terbaik dan kalau bisa terkenal. “Masih bingung juga, gue udah coba lihat referensi di Tripadvisor. Beberapa restoran dan hotel yang gue email udah kasih jawaban. Gue ditolak dong. Gorgeous aja yang belum ngasih jawaban. Itu satu-satunya harapan gue saat ini.” “Ya ampun Mil, ngapain sih pakai lihat rating. Yang penting itu pengalaman dan ilmu yang akan lo dapat.” “Justru itu makin tinggi rating restoran itu artinya mereka menyajikan makanan terbaik. Otomatis gue akan memperoleh ilmu terbaik juga.” Arum geleng-geleng kepala. “Belum tentu. Btw, lo masih pengin kerja di kapal pesiar?” “Tentu aja. No doubt.” “Teman gue yang D3 Pariwisata baru aja keluar, padahal baru sebulan kerja. Katanya dia nggak kuat.” “Lemah.” Arum menjitak kepala Milka. “Gue rasa lo juga bakal keluar sehari setelah kerja di kapal pesiar. Kalau kapal itu nggak nyandar mungkin lo bakal terjun ke laut.” “Kok lo jahat sama gue sih, Rum.” “Masalahnya nggak sesederhana dapat gaji dolar dan bisa keliling dunia.” “Tapi itu menggiurkan banget lho Rum. Bayangin aja 21 tahun hidup gue nggak pernah ke mana-mana. Gue merinding kalau membayangkan nggak punya cerita perjalanan apa pun yang bisa gue bagikan ke anak-anak gue kelak.” “Ada benarnya sih, tapi lo harus realistis.” Milka mengabaikan komentar Arum. Dengan mata berbinar-binar, dia berkata, “Kalau gue punya gaji gede, gue bisa pensiun dini. Gue bisa bikin restoran sendiri. Orangtua gue nggak perlu kesulitan ekonomi.” “Impian lo luar biasa, tapi ingat jalan untuk mencapai itu nggak semudah yang lo bayangin. Lo harus banting tulang dan itu yang dibanting semua tulang lo dari ujung kepala sampai kaki. Temen gue bilang di dapur kapal pesiar banyak sikut-sikutannya.” “Lah, mereka masak apa mau main-main?” Bahkan pada saat Arum serius Milka masih sempat bercanda, bagaimana tidak dia mendapat jitakan kedua. Milka mengaduh sambil mengusap kepalanya. “Gue cuma mau mengingatkan aja, Mil, karena gue tahu tahun lalu lo sempat mengalami kejadian nggak menyenangkan saat kerja part time di Flavouries.” Milka terdiam sejenak. Saat mengingat lagi kejadian tahun lalu, dia masih merasa tidak rela. Sampai sekarang dia tidak bisa memaafkan. Kemudian dia mengalihkan pembicaraan daripada perasaannya menjadi buruk. “Cafe tempat lo magang kemarin gimana? Penuh drama nggak?” “Konsepnya open kitchen kalau pelanggan dengar teriakan-teriakan bisa pada kabur. Tapi, di belakangnya tetap aja ribut-ribut itu ada, walaupun nggak sampai masakan lo dibuang ke tempat sampah.” Milka mengangguk-angguk. “Ok, nanti gue akan semedi di perpustakaan supaya dapat ilham.” “Ilham adik kelas kita?” Giliran Arum yang menggoda Milka dengan candaannya yang garing itu. Akhirnya Milka mendapat alasan untuk menjitak Arum, tapi sayangnya meleset. Sahabatnya itu berjalan cepat menuju koridor utama. Milka mengikuti sambil menggerutu. “Duh, kok lo selalu bisa menghindar sih. Giliran gue selalu kena jitak.” “Udah deh, mending pikirin mau ngajuin proposal ke mana lagi. Jangan pikirin gimana caranya jitak gue.” Arum terkekeh, tapi sedetik kemudian tawanya terhenti saat dia melihat seseorang di kejauhan. Lalu dia berbalik arah. Milka dengan mudah menjitaknya. Namun Arum bahkan tidak peduli. “Lho? Eh, mau lewat mana?” “Putar balik, lewat jalan lain.” Milka menatap ke ujung koridor dan baru menyadari alasan Arum berbalik. Dia pun menyamakan langkah dengan Arum. “Bisa ya hidupnya tenang gitu?” Arum mengedikkan bahu. “Nggak punya hati kali.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Revenge

read
16.3K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
8.0K
bc

The CEO's Little Wife

read
628.0K
bc

BELENGGU

read
64.7K
bc

After That Night

read
8.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
54.0K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook