Bab 9. Aku Suka Padamu

1051 Words
Di awal perkenalan Davin dengan Alexa, ia pikir mantan tunangannya itu berasal dari keluarga kalangan menengah ke atas, karena dari tubuh Alexa selalu tercium aroma parfum yang lembut dan mewah. Tetapi, setelah ia bertunangan dengan Alexa. Mantan tunangannya itu mulai berubah. Pakaian yang Alexa kenakan di tubuhnya terlihat seperti pakaian yang sengaja dibeli di toko-toko kecil yang hanya menjual pakaian murah. Parfum mantan tunangannya itu juga ikut berubah. Tidak ada lagi wangi lembut yang memanjakan indera penciumannya selain wangi sabun yang tercium dari pakaian Alexa. Davin bingung, mengapa tunangannya itu tiba-tiba berubah sedrastis itu? Hingga akhirnya, satu bulan setelahnya ia baru tahu jika Alexa ternyata hanya bekerja sebagai kasir di sebuah Minimart. Wanita itu berkata padanya bahwa Alexa telah dipecat dari pekerjaannya yang sebelumnya. Jadi Alexa harus memulai semuanya kembali dari nol. Davin tentu saja percaya ketika sang tunangan berkata bahwa Alexa terpaksa tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang perkuliahan karena tunangannya itu tidak lagi memiliki dana untuk melanjutkan pendidikannya. Ia bisa menerimanya, sebab Alexa cantik, polos, dan juga keras kepala. Meski mengalami kesulitan dalam bekerja, mantan tunangannya itu bersedia mempelajari pekerjaannya hingga Alexa bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Tapi sampai kapan wanita itu ingin menjadi kasir di Minimart? Jika, Davin tidak mendekati Quinn dan terus memaksakan diri untuk menikahi Alexa, kehidupannya pasti tidak akan mengalami perubahan besar. Saat Davin mengangkat kepalanya kembali, Alexa dan pria yang bersama mantan tunangannya itu kini telah menghilang dari hadapannya. "Ke mana mereka?" rutuknya, lalu melemparkan pandangannya ke arah pintu unit Alexa yang masih tertutup rapat. Alexa dan pria yang bersamanya tidak mungkin pergi ke unitnya karena mereka harus melewati dirinya dan ia pasti akan menyadarinya. "Apa mereka ... pergi lagi?" gerutunya kesal. Sementara itu, di luar gedung apartemen— sembari menggendong Alexa, Razor mempercepat langkahnya menuju Huracan miliknya. Beberapa saat yang lalu, tiba-tiba saja Alexa merasa pusing dan mengajaknya untuk pergi dari gedung apartemen itu. Dan, tentang barang yang ingin Sugar Baby-nya itu ambil dari unitnya, Alexa menambahkan bahwa nanti wanita ini akan meminta pada kakeknya untuk memerintahkan seseorang agar pergi ke unit sewaannya guna merapikan semua barangnya yang ada di sana dan membawa semua barang itu ke mansion sang kakek. "Sebaiknya kita makan terlebih dahulu sebelum aku mengantarmu pulang," usul Razor, setelah ia menempatkan Alexa di kursi yang berada di samping kursi pengemudi. Alexa mengangguk setuju. Tadinya, ia ingin mencoba berjalan sendiri keluar dari gedung apartemennya daripada terus-menerus digendong oleh Razor. Namun, serangan rasa nyeri pada area intimnya sontak kembali ketika ia mulai melangkahkan kakinya. Rasa sakit itu ditambah dengan pusing pada kepalanya, membuat ia menyerah dan terpaksa membiarkan Razor untuk kembali menggendong dirinya. Padahal, ia baru mengenal pria ini semalam. Padahal, awalnya Razor terlihat sangat menakutkan. Terlebih lagi di saat pria ini berhubungan intim dengannya tadi malam. Memang, tidak sepenuhnya sakit. Hanya terasa di saat area intimnya seakan didobrak dari luar. Setelah itu, ada perpaduan antara kenikmatan bercampur perih yang ia rasakan. Benda tumpul itu, yang sempat ia takuti, terasa memenuhi lambungnya, mendorong lambungnya naik hingga ke d**a dan terasa sesak di dalam tubuhnya. Mungkin ini hanya perasaannya saja, tapi memang hal itulah yang ia rasakan. Bersamaan dengan itu, sekujur tubuhnya terus terasa panas. Bahkan, ia merasakan ledakan di dalam perutnya. Sebuah kenikmatan yang baru pertama kalinya ia rasakan di dalam hidupnya. Di samping Alexa— Razor yang telah mulai menjalankan mobilnya, melirik ke arah wanita itu. Mencemaskan keadaan Alexa yang kurang beristirahat hari ini. Selama yang ia ingat, sebelumnya tidak ada wanita yang bersedia turun dari ranjang setelah melayani dirinya. Minimal mereka akan beristirahat hingga sore hari, karena ia telah membuat para wanita itu kehabisan tenaga dan kesulitan untuk berjalan dengan baik gara-gara durasi permainannya yang sangat lama dan tentu saja ukuran miliknya yang menjadi kebanggaannya selama ini. Jika, para wanita yang tidak tersegel saja akan membutuhkan banyak istirahat setelah berhubungan dengannya, bukankah seharusnya Alexa jauh lebih membutuhkannya saat ini? "Apa kau sedang ingin makan sesuatu?" tanya Razor sambil memperhatikan jalanan yang terbentang di hadapannya. Dengan lincah ia menyalip beberapa mobil hingga akhirnya hanya Huracan miliknya yang memimpin di depan. "Pagi ini kau hanya makan sedikit pancake," imbuhnya lagi. "Om, mengapa Om baik padaku?" tanya Alexa sambil mengamati wajah Razor dengan tatapan penuh tanda tanya besar. Bukankah sudah sewajarnya ia bertanya mengingat pria ini baru mengenal dirinya? Dan, meskipun Razor tampak seperti preman jalanan, nyatanya tubuh pria ini selalu wangi. Razor bahkan memperlakukannya dengan sangat lembut. Hanya kakeknya yang biasanya bersikap seperti ini padanya sejak ia kehilangan kedua orang tuanya. "Kau tidak suka?" Razor menoleh ke samping, "Jadi menurutmu ... seharusnya aku bersikap seperti apa padamu?" lontarnya balik bertanya. Alexa mengangkat bahu, "Entahlah, aku tidak tahu. Rasanya sedikit aneh ada seseorang yang memperhatikanku selain Kakek." "Kalau kukatakan aku suka padamu, jatuh cinta ketika kita berhubungan semalam, apa kau percaya padaku?" "Om, pasti bercanda, 'kan?" lontar Alexa seolah Razor saat ini hanya ingin menggoda dirinya. "Terserah, yang penting aku sudah mengatakan apa yang kurasakan padamu," tukas Razor tanpa menoleh sama sekali. Seiring dengan itu ia memutar setir ke kiri. Masuk ke tempat parkir sebuah restoran mewah. Alexa sama sekali tidak peduli pada restoran itu karena ia pernah mengunjunginya beberapa kali bersama kakeknya. Yang ia pikirkan justru sebanyak apa uang yang Razor dapatkan di setiap kali pria yang duduk di sampingnya ini melayani seorang wanita hingga Razor bisa dengan santai membawanya ke restoran mewah ini hanya untuk makan siang bersama. 'Pasti sangat banyak.' Ia mengangguk setuju dengan jalan pikirannya itu. Jika tidak, Razor tidak mungkin akan menggunakan Lamborghini untuk kesehariannya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi, Razor segera membuka pintu yang berada di sampingnya, keluar, memutari kepala Huracan lalu berhenti di samping pintu bagian Alexa. Ia membuka pintu itu kemudian mengulurkan tangannya pada wanita itu. "Masih pusing?" tanyanya. Alexa menatap nanar tangan pria itu yang terulur ke arahnya, lalu mendongak menatap wajah Razor. "Aku tidak ingin digendong, Om," cetusnya sungkan. "Tapi aku juga ...." Razor memperhatikan ekspresi wanita itu, dan seolah mengerti apa yang Alexa inginkan— ia kemudian menganggukkan kepalanya. "Kau ingin makan di mobil?" lontarnya. Daripada bertanya, kata-katanya itu jauh lebih mirip dengan sebuah usulan. "Apa aku boleh melakukannya?" Alexa memberikan tatapan puppy eyes pada Razor. Biasanya hal ini selalu berhasil jika ia melakukannya pada kakeknya. 'Tentu saja karena Kakek sangat menyayangiku,' bisiknya dalam hati. Tanpa ia duga, Razor justru tersenyum tipis. Tetapi, ia sempat melihat pria itu terdiam sebelumnya. "Mengapa tidak?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD