Bab 11. Menghubungi Cassie

1031 Words
"Hmm, kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku," kata Razor, suaranya masih selembut sebelumnya. Di lampu merah, ia menghentikan mobilnya. "Katakanlah! Ada apa?" desaknya. Alexa merasa tidak yakin bahwa ia harus menceritakan semuanya pada pria ini, seorang pria yang baru saja mengklaim dirinya sebagai pria simpanannya. Tetapi, ada sesuatu tentang Razor yang membuatnya seolah-olah ia bisa mempercayai pria ini. "Kakek baru saja menghubungiku. Dia ... terdengar sangat khawatir," kata Alexa akhirnya, dengan suara sedikit bergetar. "Dan Cassie ... maksudku sahabat baikku, aku sudah menyakiti perasaannya ketika aku memilih untuk berhubungan dengan Davin." Razor hanya mendengarkan tanpa ingin menyela. Ia juga mengangguk sesekali, sebagai reaksi bahwa ia memperhatikan apa yang Alexa katakan. "Aku ... sangat bodoh," lanjut Alexa lagi, bulir-bulir bening mulai menggenang di matanya. "Sebelumnya aku terlalu mencintai Davin sampai aku mengabaikan orang-orang yang menyayangiku. Aku bahkan bertengkar dengan Kakek karena b******n itu." "Bukankah tadi kau sudah memutuskan pertunanganmu dengannya?" Alexa mengangguk pelan sambil menatap sisa burger yang masih ia pegang. Razor memperhatikan wanita itu. Ada rasa simpati juga sedikit kekaguman yang terlihat dari tatapannya yang tertuju pada Alexa. "Menurutku kau tidak bodoh," imbuhnya. Lalu kembali menjalankan Huracan miliknya saat melihat lampu telah berubah menjadi hijau. "Kau hanya ... tergila-gila pada pria yang salah." Tanpa sadar Alexa berpaling, menatap Razor dengan raut terkejut. Ia tidak menyangka kalau pria itu akan berbicara seperti itu padanya. Sama sekali tidak menyalahkan dirinya. "Cinta itu tidak selalu mudah," lanjut Razor. "Kadang, kita melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah kita belajar dari kesalahan itu." Secara diam-diam ia meraih tangan Alexa lalu menggenggamnya dengan lembut. Sentuhan Razor yang hangat dan menenangkan, membuat Alexa merasa lebih tenang. Bahkan rasa sakit yang ia rasakan di dalam hatinya kini sedikit mereda. "Sebaiknya kau menghubungi Cassie, dan kau juga harus memaafkan dirimu sendiri." Alexa hanya diam, melanjutkan memakan burgernya sambil memikirkan ucapan Razor padanya. Saat burgernya telah berpindah semua ke dalam perutnya, ia pun memasukkan bungkus burger itu kembali ke dalam paperback. "Om, aku ingin menelpon Cassie sekarang. Apa Om akan merasa terganggu?" Razor menoleh ke samping, kemudian menggedikkan pundaknya. "Lakukan saja! Tidak masalah," ujarnya. Seraut senyum sontak terbit di sudut bibir Alexa. Dengan cepat ia mengambil ponselnya yang sempat ia letakkan lagi ke dalam tas miliknya. Setelah ia menemukannya, ia pun memeriksa daftar kontaknya untuk mencari nama Cassie. Nada panggilan terhubung berdering selama beberapa saat hingga suara Cassie terdengar di seberang sana. "Cas?" "Lex? Apa kau baik-baik saja? Di mana kau tinggal sekarang? Mengapa kau memblokir nomorku selama satu tahun ini? Mungkinkah Davin yang telah memintamu untuk melakukannya?" Alexa pun menceritakan segalanya pada Cassie. Tentang pengkhianatan Davin, tentang apa yang sedang ia rasakan saat ini, juga tentang rasa bersalahnya terhadap sahabat baiknya itu. "Aku sama sekali tidak marah padamu, Lex," kata Cassie setelah Alexa menyelesaikan ceritanya. "Dengar! Aku akan selalu ada untukmu, oke? Oh, ya. Apa kau sudah menghubungi Kakekmu?" Alexa benar-benar merasa sangat terharu dan sangat amat bersyukur bisa memiliki seorang sahabat seperti Cassie. "Aku sudah menghubungi Kakek semalam, dan sekarang aku sedang dalam perjalanan kembali ke Mansion." "Aku akan ke sana, Lex. Nanti kau bisa mengatakan apapun padaku. Tunggu aku di Mansion, oke?" Setelah berbicara dengan Cassie di telepon, kini perasaan Alexa jauh lebih baik dari sebelumnya. Meskipun, ia masih merasa bersalah terhadap sahabatnya itu dan juga kakeknya, namun mendengar bahwa sahabatnya sama sekali tidak membencinya atas sikapnya yang telah menjauhi Cassie setahun belakangan ini— Alexa menjadi lebih tenang. "Terima kasih, Om," tukasnya pada Razor, sambil menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca. Razor menanggapi ucapan Alexa itu dengan tersenyum tipis. "Untuk apa?" tanyanya. "Bukankah sekarang kau sudah belajar dan bisa segera bangkit kembali?" Suasana di dalam mobil berubah hening namun terasa lebih damai. "Oh, ya, Om. Tentang ... apa yang sudah Om katakan sebelumnya ...." "Aku pikir kita sudah selesai dengan pembahasan itu," tukas Razor sambil melirik ke arah Alexa. "Lagipula kau membutuhkanku jika pria itu kembali mengganggumu," cetusnya menegaskan "Tapi, Om. Aku belum pernah menyimpan pria sebelumnya!" "Kalau begitu, aku beruntung menjadi pria yang pertama itu," ujar Razor. Seraut senyum smirk terukir di sudut bibirnya. Di sisi lain, Alexa justru menatap pria itu dengan kening berkernyit, masih merasa bingung dengan apa yang Razor inginkan darinya. "Om bilang aku harus meluangkan waktu untuk Om satu kali dalam seminggu." "Hmm," sahut Razor singkat. "Untuk apa?" "Bertemu denganmu. Selain itu kita tinggal di kota yang sama dan bukan sedang menjalin hubungan jarak jauh. Jadi waktu satu minggu itu sudah cukup lama untuk tidak saling bertemu." "Aku masih tidak mengerti," sungut Alexa. Ia mengerucutkan bibirnya dengan tatapan lurus ke wajah Razor. Rahang keras pria itu tampak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang seolah belum lama dicukur. Menambah kesan maskulin pada wajah Razor yang datar. "Dengar, Baby! Aku adalah pria yang sangat sibuk. Dan kau merupakan kekasih pertamaku. Jika aku bersedia meluangkan waktuku untukmu, lalu apa kau akan tetap menolakku?" "Tapi aku tidak tahu bagaimana menjalin hubungan dengan pria dewasa." Alexa masih bersikeras. Membuat Razor menghela napas lelah. "Ini juga pertama kalinya aku menjalin hubungan dengan seorang anak kecil," rutuknya. Lalu mengumpat dalam hati, menyumpahi gairahnya yang salah sasaran. Seharusnya ia mencari seorang wanita yang telah matang, minimal perbedaan umurnya dengan wanita itu tidak terlalu jauh, alih-alih jatuh cinta pada wanita muda yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah atas. Dan sialnya lagi, ia justru merasa sangat b*******h pada Alexa. Memikirkan kelainan seksualnya ini, Razor lagi-lagi mengumpat di dalam hatinya. 'Tapi dia sudah 19 tahun, seharusnya ini tidak termasuk dalam tindakan p*****l!' batinnya. *** "Om, dari mana Om tahu kalau aku tinggal di tempat ini?" Dalam perjalanan pulang setelah ia meninggalkan Alexa di kamar Sugar Baby-nya itu, Razor terus memikirkan reaksi bingung Alexa karena ia mengetahui di mana wanita itu tinggal. Saat itu, dengan gamblang ia menjawab. "Maaf, aku terpaksa menyelidiki semua tentangmu karena kau sudah menawarkan bayaran yang cukup tinggi padaku. Aku hanya ingin memastikan jika kau benar-benar sanggup membayarnya." "Lalu, apa Om telah mengetahui tentang identitasku sejak semalam? Karena itu Om memaksa untuk tidur denganku?" "Aku tidak memaksa, kau lah yang pertama kali telah menawarkan dirimu padaku. Jadi aku ... tentu saja harus memuaskanmu. Sedangkan semua informasi tentangmu, aku baru tahu pagi ini. Saat aku tahu, aku sudah jatuh cinta padamu, jadi aku tidak akan mundur, Alexa Wilson. Meskipun kau anak Raja sekalipun!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD