bc

Faith and Love

book_age18+
1.8K
FOLLOW
25.1K
READ
goodgirl
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Satu kebohongan, hanya karena sesuatu hal Nayla harus dibenci oleh kekasihnya, sekaligus kehilangan ibu yang merupakan orang tua tunggal baginya.

Setelah tiga tahun berlalu, Nayla diterima bekerja di salah satu perusahaan terbesar di ibu kota. Menjalani hari seperti biasa dengan ceria. Namun, semuanya berubah kala posisi CEO diganti oleh mantan kekasih Nayla dulu, Zavier.

Masalah adalah makanan sehari-hari sejak saat itu. Hingga tepat di bulan ketiga dia bekerja, istri dari Zavier meminta Nayla untuk menikahi mantan kekasihnya itu.

Apa yang akan Nayla lakukan? Terlebih Zavier tidak setuju dan masih membencinya karena kesalahan yang terjadi beberapa waktu lalu. Masa lalu ketiganya juga membuat hubungan mereka kian sulit dan terasa rumit.

chap-preview
Free preview
Permintaan
"Elsa!" Derap langkah yang tergesa memenuhi seluruh sudut rumah besar kediaman CEO muda, Zavier Kailash. Tanpa membuang waktu, Zavier berlari kecil menapakki satu per satu anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua. Deru napasnya berat dengan d**a naik-turun, dahinya mengeryit merasa bingung dengan kedua mata yang sarat akan rasa khawatir yang amat. Saat dalam perjalanan menuju perusahaan selepas dari rapat, Bi Karti, asisten rumah tangga di rumah ini mengabarkan jika sang istri tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri. Bagaimana Zavier tidak merasa khawatir dan bingung? Pagi tadi, istrinya masih baik-baik saja. Lalu apa penyebab Elsa pingsan? "Elsa! Sayang!" pekik Zavier saat masuk melewati pintu kamarnya yang tidak tertutup. Rasa khawatir semakin menyeruak saat melihat tubuh istrinya terbaring lemah tak berdaya di atas peraduan bersprai putih bersih kesukaannya. Zavier duduk di sisi ranjang, di samping Elsa yang masih setia menutup mata meski kedatangannya menebarkan suara berisik dari sepatu yang belum dilepas dan teriakan yang cukup keras. Dia meraih tangan Elsa dan menggenggamnya erat. Mengecup punggung tangannya lembut, menyalurkan sejuta rasa yang bergejolak membaur menjadi satu. "Elsa, buka matamu, Sayang. Apa yang terjadi?" bisik Zavier lembut. Kemudian pandangannya beralih pada dua orang yang sedari tadi memaku bergeming di dekat jendela kamar. Keduanya menunduk ketakutan karena pasti akan mendapat kemarahan dari Zavier mengingat ketidakbecusan mereka menjaga orang terkasih sekaligus nyonya rumah ini. Wajah mereka sudah pucat saat tadi wanita terpenting dalam hidup Zavier pingsan dan belum sadar sampai sekarang. Tidak tahu apa yang akan tuan mereka lakukan jika mengetahui hal buruk telah terjadi pada Elsa. Tatapannya tajam seperti akan menelan bulat-bulat pada mereka. Zavier berdiri dan mengelilingi ranjang, menarik kerah milik pria berjas putih bersih yang dikenal sebagai dokter pribadi keluarga Kailash, Syam. "Katakan padaku! Apa yang terjadi pada Elsa? Kenapa dia bisa pingsan?" cerca Zavier tak sabar. Tatapan penuh tanya tertuju pada dokter itu. Baik Bi Karti maupun Syam, tidak ada yang berani menjawab. Rasa takut mulai menghantui keduanya ketika menerka apa yang akan Zavier lakukan jika tahu apa yang terjadi pada istrinya. "Sa-sabar, Tuan." Hanya itu yang terucap dari dokter Syam, tetap tidak berani melakukan kontak mata dengan Zavier. "Nyonya Elsa sedikit syok saat membaca hasil laporan," jelasnya. Sungguh jawaban itu malah semakin membuatnya bingung. Perlahan Zavier melepas cengkramannya di kerah Syam. Hasil laporan? Elsa sakit apa sampai dia harus ke rumah sakit dan melakukan pengecekkan? Tidak. Bukan itu masalahnya. Kenapa istrinya tidak bercerita apapun padanya? Zavier menarik napasnya dalam. Memejam erat menenangkan diri. Membuka mata dan menatap Syam, tapi kali ini dengan sorot yang sedikit tenang. "Laporan apa? Elsa sakit apa?" tanya Zavier dingin. "Begini, Tuan--" "Za." Suara lemah dari arah ranjang menghentikan Syam yang akan menjelaskan. Ketiganya menoleh bersamaan ke sumber suara. Bi Karti sigap akan mengambil posisi di samping nyonya, takut-takut Elsa membutuhkan sesuatu. Belum sampai tiga langkah, Zavier sudah menahannya. Akhirnya bi Karti kembali ke tempat semula, sementara Zavier segera memutari tempat tidur lagi dan duduk di sisi ranjang. "Sayang, mana yang sakit? Kamu kenapa? Apa perlu kita ke rumah sakit? Aku--" Gelengan lemah Elsa membungkam Zavier yang kini berganti dengan tatapan khawatir yang amat kentara. Selama tiga tahun ini, tidak pernah Zavier melihat istrinya sampai selemah ini. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kamu sakit apa?" tanya Zavier dengan berjuta rasa sesak di d**a. Dia mengusap lembut kepala Elsa penuh cinta. Perempuan lemah di depannya menatap Zavier penuh rasa bersalah. Selalu tatapan seperti itu yang dia tunjukkan saat suaminya memberi perhatian dan perlakuan lembut. Dadanya sesak, bergemuruh menahan gejolak yang terpendam nan membuatnya tertekan. Dia selalu menutupinya dengan memberi senyum lembut. "Semua baik. Maaf. Aku tadi syok. Aku ...." Elsa melirik pada dua orang yang bergeming di tempatnya. Karti dan Syam saling lirik memahami arti tatapan Elsa pada mereka. "Kalau begitu kami permisi, Tuan, Nyonya," pamit Syam sopan. Kemudian keduanya meninggalkan kamar utama, tak lupa menutup pintu. Elsa meletakkan satu tangannya di atas punggung tangan Zavier. Menatap suaminya sendu dengan mata yang sudah berembun. "Za ... maaf," bisik Elsa dengan air mata yang sudah tidak bisa ditahan. Rasa bersalah semakin menyeruak di dalam d**a. "Maaf untuk apa? Kamu tidak bersalah. Aku yang minta maaf. Aku tidak bisa menjagamu, Sayang." Zavier menyeka kedua pipi istrinya. "Apa yang ingin kamu katakan? Hasil tes? Kamu sakit apa?" tanya Zavier ingin tahu. Sorotnya menyiratkan ketakutan. Elsa mencoba untuk bangkit dengan dibantu suaminya. Menoleh kanan-kiri seperti mencari sesuatu. Tangannya terulur mengambil surat yang masih tertutup rapat di atas meja nakas dan menyerahkannya ke hadapan Zavier. Meski bingung dan tidak mengerti, Zavier tetap mengambil surat itu dan membukanya. Tanpa ragu merentangkan kertas dan membacanya. "Menikahlah lagi, Za," pinta Elsa membuat Zavier yang belum sempat membaca keseluruhan isi surat menengadah menatapnya dengan raut wajah terkejut bukan main. "Aku tidak bisa memberimu keturunan." Tangis Elsa pecah detik itu juga disertai rasa bersalah yang teramat. Tubuhnya jatuh dan mendarat begitu saja di pelukan Zavier yang menatap kosong, masih mencerna ucapan yang sepertinya salah dari istrinya. Satu tangannya mengusap lembut surai hitam Elsa, kemudian dia kembali membaca hasil laporan kesehatan yang tadi sempat terhenti. Zavier sampai harus membacanya berulang kali pada tulisan yang tertera, inti dari laporan yang menyatakan jika istrinya tidak bisa memiliki keturunan. Disimpannya kertas itu di atas kasur dan beralih memeluk erat Elsa yang menangis terisak. Dia memejam menahan sesak yang menyeruak. Ikut merasakan sakit yang istrinya alami. Keturunan memang menjadi harapan mereka di tiga tahun terakhir ini. Apalagi bagi Zavier. Keinginannya sangat besar akan kehadiran buah hati yang mewarnai rumah besarnya. Dia kecewa saat ini, tentu saja. Tapi sebisa mungkin harus terlihat kuat, terlebih keadaan Elsa yang kini terpuruk dan terluka. "Maafkan aku." Berulang kali Elsa mengucapkan kata itu. Berkali pula Zavier menyanggahnya dan malah menyalahkan diri sendiri. "Sayang, ini hanya laporan dari sebuah kertas. Kita masih bisa berusaha membuatmu sembuh. Banyak cara lain untuk bisa mendapatkan keturunan," tenangkan Zavier meski dia sendiri juga merasa sakit dan sedikit tidak yakin akan ucapannya. Elsa mengangguk masih dalam dekapan suaminya. Dia melerai pelukan keduanya dan menatap Zavier dengan mata yang basah. "Jadi ... maukah kamu menikah lagi, Za?" "Tidak!" jawab Zavier tegas disertai gelengan. Elsa terus membujuk suaminya agar menyetujui ide itu. Menikah lagi adalah jalan satu-satunya agar Zavier bisa mempunyai keturunan. "Kumohon," pintanya dengan mengatupkan kedua tangan karena Zavier masih keras kepala. "Ini adalah keputusan terakhir. Aku tidak akan menikah lagi," tegas Zavier membungkam Elsa. Terdengar suara ketukan di pintu yang lantas menghentikan interaksi keduanya. "Masuk!" seru Zavier. Perlahan pintu terbuka dan menyembulkan seorang gadis berpakaian setelan kantor--sekretaris Zavier--Nayla. "Maaf, Tuan, Nyonya. Saya ingin menanyakan hal penting. Apa saya boleh masuk?" tanya Nayla sopan. "Tidak!" tegas Zavier. "Boleh." Elsa memberi izin. Nayla gamang. Dia masih memaku di ambang pintu. Apa dia harus masuk atau keluar? Mana yang harus dia patuhi? Zavier atau Elsa? "Nay, ayo masuk," persilahkan Elsa lagi pada Nayla. Masih di ambang pintu, Nayla melirik pada bosnya, Zavier. Rautnya terlihat dingin dan tidak suka. "Tidak, Nyonya. Maaf, saya sudah mengganggu. Nanti saya akan kembali lagi. Permisi," pamit Nayla dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, kemudian membalik tanpa menunggu jawaban dari Zavier dan Elsa. Melihat tatapan pria di sana, sudah membuatnya bergidik ngeri. "Nayla," panggil Elsa menghentikan langkahnya untuk pergi. Nayla membalik dan menjawab panggilan nyonya dengan sopan. "Ada yang bisa saya bantu?" tawarnya perhatian. Elsa tersenyum dan menatap Nayla juga Zavier bergantian. "Nay, kamu mau, 'kan, melakukan apapun yang aku minta?" Dengan ragu dan sedikit menerka ucapan Elsa, Nayla mengangguk pelan. "Jika bisa, maka akan saya lakukan, Nyonya." "Bisakah menikah dengan suamiku?" "Elsa!" pekik Zavier melebarkan matanya tak percaya. Sementara Nayla termenung memaku di sana dengan jutaan rasa yang menyeruak dalam d**a. Bersambung…

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook