Taman Safari

1037 Words
Pagi-pagi sekali Bayu mengantarku dan Geo ke sekolah. Rombongan karya wisata ke Taman Safari sengaja diberangkatkan pagi agar di perjalanan tidak terjebak macet dan agar anak-anak bisa menikmati waktu lebih lama di sana. Jumlah yang ikut kurang lebih sekitar empat puluh anak, tapi memakan dua bus besar lantaran orang tua mereka, bahkan keluarga ikut juga. Kebanyakan dari mereka membawa orang tua lengkap. Hanya segelintir anak yang membawa satu orang tua, termasuk Geo. "Coba papa bisa ikut, Ma. Pasti seru," bisik Geo. Saat kami sudah duduk di dalam bus. "Kita berdua aja juga udah seru kok," kataku menghibur. "Yang penting kita bisa menikmati liburan ini. Ingat ya Geo. Kamu harus menikmati. Nggak usah mikirin papa kamu dulu," sambungku mengusap kepala anak itu. Geo tampak menikmati perjalanannya. Sudah sangat lama dia mendambakan menaiki bus. Selama ini yang dia naiki bolak-balik hanya mobil angkot. Menaiki bus besar ini pasti menjadi hiburan tersendiri bagi anak seusianya. "Bus ini besar. Kalau di Tayo ini bus bernama Chito. Sama lagi warnanya, merah," ujarnya yang terus menyunggingkan senyum tanpa henti. "Chito itu bus senior ya?" "Iya. Yang suka bawa turis jalan-jalan." "Kita juga turis. Turis lokal." "Turis lokal itu apa?" "Wisatawan yang berasal dari negara sendiri." Geo manggut-manggut. Lalu kembali membuang pandangan ke jendela di samping dia duduk. "Geo cuma sama mamanya ya?" Aku menoleh mendengar suara itu. Hm, lagi-lagi Mama Putri. Dia membawa rombongan keluarganya menaiki bus ini. Aku tersenyum dan mengangguk saja. "Iya, Mama Putri," semoga jawaban singkatku tidak akan melahirkan pertanyaan baru. "Kalau Mama Putri mah kayaknya semua penghuni rumah dibawa ya?" tanya Mama Dera menimpali. "Oh iya dong. Kan mereka juga butuh healing, refreshing. Jangan di rumah bae. Kayak orang nggak punya duit aja," sahut Mama Putri lalu tertawa sombong. Sudah tabiatnya, aku tidak heran. "Ayahnya Geo ke mana? Ini kan weekend, masa weekend masih kerja aja sih?" Aku terpaksa menoleh lagi mendengar pertanyaan itu. Tapi aku mencoba tetap tersenyum meskipun aku sudah mulai tak nyaman. "Tempat kerja papanya Geo kalau hari Sabtu masih masuk, Mama Putri." "Duh, nggak enak banget ya. Jadi, waktu sama keluarga berkurang." "Ya mau gimana lagi? Itu kan resiko orang bekerja sama orang," timpal Mama Dera lagi. Harusnya aku memastikan tempat duduk terlebih dulu sebelumnya. Jika tahu lebih awal mungkin aku bisa bertukar tempat. Aku takut tidak kuat mental mendengar obrolan mereka. Padahal aku sudah menunjukkan gelagat tidak nyaman, tapi mereka terus saja mengajakku mengobrol. Dan obrolan mereka apa lagi selain membanggakan diri dan kemapanan suaminya. Pembahasan yang membosankan karena terus saja diulang-ulang. Pukul sembilan pagi kami sampai di lokasi karya wisata. Anak-anak tampak heboh dan antusias. Ada yang tidak sabar ingin langsung masuk. Ada yang begitu turun dari bus langsung berjoget-joget. Namun, semua segera bisa dikendalikan oleh guru kelas masing-masing. Anak-anak semua seragaman memakai baju olahraga sebagai identitas. Saat ini Geo dan teman-temannya ikut ke dalam barisan terlebih dulu. Gurunya sedang mengabsen satu per satu anak yang ikut serta. Perjalanan diawali dengan berpetualang selama 45 menit menggunakan kendaraan pribadi dalam Safari tour. Anak-anak akan diperlihatkan berbagai macam koleksi satwa di sana. Geo sangat antusias saat perjalanan ini. Dia selalu berteriak heboh ketika melihat hewan-hewan yang melintas. Sama saja seperti anak-anak lain. Mereka berebut ingin melempar makanan untuk para hewan. "Geo nggak usah ikut-ikutan ya, bahaya," ucapku. Dia hanya aku perbolehkan melihat saja. Puas dengan safari tour kami diajak menonton pameran satwa. Saat sedang menyaksikan pameran satwa, panggilan dari Ari masuk. Hari ini aku izin padanya tidak masuk kedai. Mungkin sekarang dia yang sibuk. Mengingat weekend dia libur dari kantornya. "Va, kamu di mana sekarang?" tanya Ari di ujung telepon. Aneh, kenapa dia bertanya? Jelas-jelas dia tahu kalau aku sedang berada di Taman Safari. "Aku di Taman Safari," sahutku dengan kening berkerut. "Iya, aku tau. Maksudnya posisi kamu, tepatnya di mana?" Aku makin heran dengan pertanyaannya. Apa mengetahui secara garis besarnya aku di mana enggak cukup buatnya? "Kami lagi melihat pameran satwa, Mas." "Oh, itu. Iya. Aku tau. Aku ke sana ya." Eh? Aku terperanjat. Ke sana? "Mas, tunggu. Ke sana ke mana?" tanyaku bingung. "Ya ke tempat kamu sama Geo nonton pameran satwa." Perasaanku mendadak tak enak. Jangan bilang dia ada di sini. "Memang kamu di mana?" tanyaku ragu. Ari di sana terkekeh. "Aku sama Chilla lagi ada di Taman Safari. Anak itu merengek minta ke sini saat tahu Geo ke sini juga." Ya salam! Refleks aku memijat kening. Pusing tiba-tiba melanda. "Tunggu kami ya, kamu jangan ke mana-mana," ujarnya lagi, lalu menutup panggilan. Kalau sudah begini aku bisa apa? Aku membuang napas kasar begitu mengakhiri panggilan. Secuil pun aku tak berharap Ari datang ke tempat ini. Aku menoleh ketika tangan Geo menarik ujung blouse yang aku. kenakan. "Papa telpon?" Aku menggeleng lemah. Bayu jam segini pasti sedang repot di pabrik. "Itu tadi Om Ari. Katanya dia dan Chilla mau nyusul kita ke sini." Mata bulat Geo membesar. "Yang bener, Ma?" Aku mengangkat bahu. "Katanya sih begitu." Tidak seperti aku yang merasa gelisah, Geo malah bersorak dan berjingkrak. Ya Tuhan! Aku mengusap wajah frustrasi. Lalu secara spontan memindai tempat ini. Aku masih beruntung karena para orang tua teman Geo belum ada yang melihat wajah Bayu secara langsung. Kalau mereka tahu, entah gosip apa yang akan mereka gibah lagi tentang aku. Aku melihat Ari dan Chilla muncul tidak berapa lama. Jadi, mereka benar-benar ada di sini. Bahkan Geo langsung menghampiri Chilla. "Chilla, ternyata kamu di sini juga?" tanya Geo antusias. "Iya, Kak. Aku sih udah ke kebun binatang. Tapi kan sama teman-teman aku bukan sama Kak Geo," terang Chilla. "Aku juga sekarang sama teman-teman aku." Aku pasrah saja saat mereka akhirnya bermain bersama di Safari park bersama teman-teman Geo lainnya. Aku dan Ari hanya bertugas mengawasi mereka bermain dengan wahana yang tersedia. "Kamu kaget ya, kami ada di sini?" tanya Ari. Geo dan Chilla sedang menaiki wahana angsa terbang. Kami berdua mengawasinya dari bawah. "Gimana ya? Aku enggak kepikiran kalau kamu dan Chilla bakal ke sini juga," sahutku tidak tahu harus bersikap gimana. Senang atau... Ah, entahlah. "Semalam aku cerita sama Chilla kalau Geo dan kamu mau ke taman safari dan dia merengek minta ke sana juga. Bahkan pagi-pagi sekali dia sudah bangun." Aku meringis. Ini mulai tidak bagus. Kedua anak itu terlihat makin akrab saja. Aku merasa hanya tinggal waktu saja Bayu mengetahui semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD