Senin ini aku kembali beraktivitas dengan lebih semangat. Aku yakin bahwa cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku sedikit memakai lipstik berwarna pink. Ternyata seperti ini rasanya jatuh cinta. Sebelumnya disekolah aku pernah ada perasaan suka terhadap lawan jenis tapi kali ini rasanya beda, sangat sulit dijelaskan.
Briefing akan dimulai dan dipimpin oleh pak Surya. Seperti biasa semua karyawan dari line 1 sampai line 5 berkumpul di satu titik. Aku sudah bisa mencium aroma parfum rihar dari jauh. Dan kulihat weni sedang berbincang dengan teman satu line nya. Tak lama rihar datang dengan gaya yang berbeda. Dia mencukur bulu bulu halus di dagunya dan mengganti model rambutnya dengan gaya spike. Semua wanita yang meliriknya saling berbisik ke temannya. Tak terkecuali mba Maya yang mencolekku dan berkata
"Wih cem ceman lo tuh tampil baru"
"Apaan sih cem ceman?" Tanyaku
"incaran lo" jawab mba maya sambil tersenyum
"Au ah" jawabku ketus.
Pak Surya menjelaskan rencana kerja hari ini. Mba Maya yang berdiri disebelahku berbisik "lun, tuh si rihar daritadi gw perhatiin dia lagi ngeliatin lo mulu"
Ketika nama rihar disebut, aku refleks melihat kearahnya dan ternyata dia memang sedang melihatku. Kami saling bertukar senyum.
Mba Maya yang daritadi memperhatikan kemudian berkata " nah kan mulain senyum senyum berdua"
"Apasih mba Maya" jawabku berbisik.
Jam istirahat berbunyi, kali ini aku menghampiri line weni dan terlihat weni yang siap bergegas ke kantin "bareng yuk wen" sapaku. Aku sengaja makan siang bersama weni karena ingin mengucapkan terimakasih atas bekal makanan dan momen di sabtu kemarin.
"Thanks ya wen kemarin" aku memulai perbincangan kembali
"Buat apa" jawabnya
"Buat bekal makanannya dan semuanya"
"Yah elah lun, santai aja" jawabnya datar
Saat makan di kantin kulihat weni yang sedikit pucat dan tak riang seperti biasanya. "Lo lg gak enak badan ya wen?" Tanyaku sambil menyuap sesendok nasi kemulut
"Pucat ya?" weni balik bertanya
"iya biasanya selalu ceria" jawabku
Weni menghentikan makannya dan meletakkan sendok dipiring. "Gue cuma gak dandan aja jadi kelihatan pucat' jawabnya
"Yaudah dandan dong, biasanya kan gitu" aku meneruskan makan siangku
"Lun" kali ini weni terlihat lebih serius
aku menatap kearahnya dan weni menatapku tajam yang membuatku takut.
(Apa weni sudah tau semuanya?) batinku.
"Rihar naksir lo" ujar weni singkat
Seketika nafsu makanku hilang, tanganku gemetar dan hatiku berdegup kencang. Aku berusaha menutupi kegelisahanku dengan tidak menatap weni. "Gak mungkin lah" jawabku berusaha santai
"Gak mungkin gimana, dia bilang sendiri kemarin ke gue"
Aku mengambil segelas minum untuk meredakan ketakutanku. Weni kembali menodongkan pertanyaan "trus gimana lun?
"Gimana apanya? Jawabku
"Ya lo naksir rihar juga gak, ngga kan?!"
Weni memberi pertanyaan sekaligus menjawabnya. Perasaanku bingung dan takut. Spontan aku menggelengkan kepala. "Ya bagus deh" jawab weni.
Aku menangis dalam hati. Kenapa aku sangat munafik padahal aku sangat menyukai rihar. Langkah kakiku berjalan menuju musholla bersama weni, kali ini aku jadi lebih banyak terdiam.
"Lun bengong aja lu" tanya weni sembari memoles wajahnya yang telah seselai sholat.
"Eh.. ngga, ngantuk aja gw" jawabku
"Lo sama dimas gimana?" Tanya weni
"Biasa aja, gak gimana gimana." Sahutku
"Menurut lo dimas ganteng ga? Ganteng lah pasti, dia banyak yang ngejar ngejar juga tuh lun, makanya lo termasuk beruntung diajak jalan sama dia" ucap weni
"Ya ganteng sih, putih, manis juga.. tapi gak tau ya kayanya gw cuma bertemen aja. Lagian yang ngajakin jalan kan lo, bukan dia" sahutku
"iyyaaa tapi kan dia langsung mau lun, dulu waktu masih satu bagian sama gue, dia salah satu orang yang susah banget diajakin jalan. Nah sama susahnya waktu ngajakin lo gitu. Hehe"
Aku hanya tersenyum. Kini kami kembali menuju line.
Seperti biasa saat akan menuju line pasti melewati gazebo yang dirimbungi banyak lelaki. Kulihat sekilas kearahnya dan mataku langsung tertuju pada rihar. Dia pun ternyata sedang melihat kearahku. Terdengar suara lelaki memanggil dan menuju kearah kami "weni.."
ternyata dimas
"Kenapa dim?" tanya weni
"Gpp, mau manggil luna malah nyebutnya weni" sahut dimas sambil menggaruk garuk hidungnya
"Huuu terobsesi ya sama gue sampai ingetnya nama gue mulu" sahut weni
Dimas mengeluarkan ponsel disakunya dan memberikannya padaku
"Minta nomor hp nya ya luna" pinta dimas.
aku mengambil ponsel itu lalu mengetik nomorku disana
Weni menyahut "lah kemaren lo jalan seharian ngapain aja jali?" Ledek Weni
"Hahaha gak kepikiran Wen saking menikmati hari hari sama Luna" jawabnya sambil tertawa
Aku memberikan ponselnya kembali, kusimpan dengan nama Luna.
Ketika tiba di Line, bel masuk belum berbunyi. Weni telah kembali ke line nya. Aku menunggu bel masuk sambil melihat ponselku, ada 3 pesan masuk dari rihar.
"Kamu makan dimana?"
"Ngapain dimas nyamperin kamu?"
"Luna"
Aku tak bisa menahan rasaku untuk tidak membalas pesannya. Lalu kujawab
"Makan sama Weni. Dimas tadi minta nomor luna."
tak menunggu waktu lama Rihar menjawab pesanku
"Ooh. Enak dong nanti bisa telfon telfonan sama Dimas"
Aku tak lagi membalas pesannya.
Bel pulang berbunyi, aku bergegas menuju loker bersama teman lainnya. Saat ingin memasuki pintu loker kulihat rihar memanggilku "Luna nanti Rihar tunggu didepan". Sontak para karyawan yang lain terkejut mendengarnya, ada yang melirik sinis, ada pula yang meledekku "suit suiw, cie Aluna ditunggu rihar tuh" sahut Dwi karyawan dari line 3. Untung saja Weni belum sampai di loker. Lalu aku masuk kedalam loker tanpa menghiraukan perkataannya.
Saat berjalan melewati parkiran dan menuju pintu gerbang, tiba tiba ada motor yang berjalan mengiringiku "ayo naik" ajak rihar padaku
Aku menoleh kearahnya kemudian melirik kekanan dan kekiri memastikan tidak ada Weni. ku jawab sambil berlalu "ngga usah, makasih"
Rihar yang masih mengendarai motor dan berjalan mengiringiku seketika menarik tanganku dengan tangan kirinya. "Ayo luna aku anter pulang "pintanya memaksa"
Jelas saja aku menolak ajakannya, aku tidak mau mencari masalah untuk dijadikan bahan gosip di pabrik dan menjadi pusat perhatian yang lainnya. "Lain kali aja rihar, aku buru buru" lalu aku menarik tanganku dan berlari kecil keluar gerbang. Beruntung ada angkutan umum yang sedang berhenti, aku langsung menaikinya.
Ku lihat dari dalam angkutan, Rihar sudah berkumpul bersama teman lainnya dan memainkan ponselnya sambil duduk diatas motor memegangi helm. Kurasakan getaran ponsel di saku ku, kulihat pesan masuk dari Rihar.
"Tunggu aku dirumahmu"
Jantungku kembali berdegup, jangan sampai rihar main kerumahku. Segera ku membalas "aku mau kerumah sepupuku".
"Sampai rumah jam berapa?" Balasnya
"Belum tau, ada urusan penting" jawabku. Sebenarnya itu hanya alasan supaya rihar tak datang kerumahku.
Aku tunggu balasan dari rihar tapi tak kunjung ada pesan masuk.
Ketika hampir sampai didepan rumah, aku dikejutkan oleh motor hijau yang terparkir didepan pagarku. Aku sangat mengenali itu adalah motor Rihar, aku berusaha menghindar dan berbalik arah tanpa tau kemana tujuanku. Tetapi kudengar suaranya memanggil dari dalam warung disampingku "Aluna.."
Aku tersentak dan tidak bisa mengelak.
Rihar yang keluar dari dalam warung dan memegang sebungkus rokok menghampiriku
"Katanya mau ketempat sepupu?"
aku yang salah tingkah menjawab berusaha tenang sambil menggenggam tasku "iyaa gak jadi, besok aja. Kamu ngapain disini?" Tanyaku
"Beli rokok" jawabnya santai
"Itu motor kamu ngapain diparkir depan rumahku?"
dia menyalakan sebatang rokok dari bibirnya sambil menjawab "kan aku bilang mau kerumah kamu" lalu melirikku dengan senyuman manisnya.