Resmi

1155 Words
"Mau minum apa?" Tanyaku padanya yang kini tengah duduk dikursi tamu. "Kopi deh lun, biar gak ngantuk. Kalau kamu repot aku bisa buat sendiri kok" jawabnya Rumahku tergolong minimalis. Memiliki dapur berbentuk minibar yang berhadapan langsung dengan ruang tamu. Sedangkan untuk dua kamar tidur berada dilantai atas. Di teras terdapat carport berukuran 3x3 dan kuletakkan beberapa jenis tanaman hias agar terkesan asri. Aku menghampiri Rihar dan meletakkan segelas kopi beserta cemilan di dalam toples. "Diminum ya" sahutku "Masih panas lun" jawabnya menyeringai sambil mematikan rokoknya di dalam asbak. Aku duduk di hadapannya. "Emang Rihar mau ngapain kesini?" "Mau main aja, pengen kenal lebih jauh. Gak boleh ya?" Tanyanya sambil menatapku "Yaa gpp sih, E.. tapi.. maksudnya kan gak enak aja." Jawabku gugup "Gak enak kalau cuma berduaan dirumah ya?" tanyanya "Iya.." jawabku tersenyum tipis "Kamu sih aku ajak jalan gak pernah mau" .. "Hehe iya sorry ya, Luna bukannya gak mau tapi belum siap aja, malu sama teman teman" jawabku Lalu dia mengambil kopi dan menyeruputnya, kemudian melanjutkan perbincangan "malu jalan sama aku?" dengan cepat ku menjawab "Bukan, siapa sih yang gak mau jalan sama cowok idola pabrik. Luna gak enak aja, takut jadi omongan atau gosip" Rihar yang mendengar perkataanku tentang idola pabrik lalu tertawa geli. "Hahaha idola pabrik, hahaha" sambil memegang perutnya. lalu ia kembali serius dan menatapku tajam hingga membuatku merinding "Luna dengar aku, aku serius suka sama kamu dari pertama kamu masuk ke pabrik. Aku selalu memperhatikan kamu dari jauh. Saat aku melihat kamu didekati Dimas sewaktu mengembalikan jas hujan padaku, aku cemburu. Aku kecewa ketika tau kamu lebih menerima ajakan dengan Dimas daripada denganku. Aku marah ketika melihat kamu memeluk dimas saat di motor. tapi aku tak bisa berbuat apa apa karena tau kamu belum menjadi milikku. Saat aku menciu*mu aku merasakan perasaan yang sama, aku yakin kamu mau denganku. Saat Weni memelukku, aku tau kamu cemburu. Jadi sekarang aku ingin memastikan, apakah aku boleh menjaga kamu dan mencintai kamu? Apa kamu mencintaiku juga?" Pertanyaan Rihar yang panjang dan begitu dalam membuat hatiku tersentuh, lagi lagi dia membuat detak jantungku berdegup tidak karuan. Mulutku serasa terkunci, aku sangat gugup dan Rihar bisa membaca bahasa tubuhku. Lalu dia berpindah posisi duduk disampingku dan menarik tanganku agar berhadapan dengannya. Dia menatapku dan aku tidak sanggup menatapnya. Mataku melihat kesana kemari untuk mengalihkan pandangan. Rihar yang merasa tak dihargai kemudian berkata dengan nada tegas "Luna, kalau orang lagi ngomong tuh ditatap matanya. Aku udah mengutarakan isi hati semuanya tapi kamu terkesan acuh" sambil melepaskan genggamannya. Aku bisa mengerti Rihar pasti gugup sehingga ia seperti itu. Aku yang merasa tidak enak menjadi serba salah. "Rihar maaf Luna grogi denger kamu ngomong gitu" sahutku sambil memegang pundaknya. Rihar diam tidak bergeming. Lalu aku mulai melanjutkan perkataanku "Sebenarnya Luna tau kamu selalu memperhatikan saat ditempat kerja, Luna tau kamu cemburu sama Dimas saat kita pergi ke curug, tapi Luna juga tau kalo Weni suka banget sama kamu" lalu ucapanku terhenti saat Rihar kembali menatapku. "Ya bagus kalau Luna peka" sahutnya. Aku menunduk dan berusaha melanjutkan perkataanku tanpa menatap kematanya, "Awalnya Luna tau dari teman teman kalau Rihar itu katanya cowok yang paling dikagumin di pabrik ini tapi juga playboy. Saat pertama Luna melihat Rihar, Luna gak merasa ada ketertarikan sedikitpun" Mendengar ucapanku Rihar menghela nafas dan membuang muka. Lalu kuberanikan memegang lengannya dan meneruskan perkataanku "Saat pak Surya memintaku membantu di line kamu dan kita saling mengobrol, darisitu Luna mulai ada rasa padamu. apalagi kamu sering menggoda Luna, itu membuat rasa suka Luna bertambah setiap hari. Puncaknya saat malam itu, Luna merasakan hal yang beda yang belum pernah Luna rasakan sebelumnya. Semenjak itu kamu memenuhi pikiran Luna setiap hari. Luna sadar Luna juga suka sama Rihar. Tapi gimana sama Weni? Luna gak mau dicap sebagai teman penghianat" Rihar kembali menatap dan memelukku sambil tersenyum. Akupun membalas pelukannya dengan erat. Perasaan takut seketika hilang, aku merasa nyaman berada dipelukannya. Rasanya tidak ingin melepasnya. "Aku ngerti posisi kamu, tapi kenapa kamu gak jujur dari awal ke yang lain kalau kamu suka aku?" Tanyanya. "Luna malu, Luna pernah bilang gak mungkin suka sama kamu. Nanti Luna dikira jilat ludah sendiri" sahutku Lalu Rihar tertawa dan mencubit hidungku "memang benar kan?" Ledeknya. Matahari mulai terbenam, langitpun sudah mulai gelap. Rihar kembali menyeruput kopinya hingga habis. "Kayanya aku mau pamit lun, udah mau malam nih" ucap Rihar sambil melihat ke arah jam tangannya. "Oh yauda.." sahutku "Kamu sekarang udah resmi jadi milikku, jangan berani beraninya dekat ke cowok lain ya" ucanya sambil memegang daguku. "Luna gak pernah dekat ke cowok lain, tapi cowok yang sering deketin Luna" jawabku sambil menyeringai "Ohh kalau gitu sama dong" sahutnya Aku mencubit pinggangnya "Awas macem macem" "Hahaha ngga sayang, aku gak pernah menggombal atau mencari perhatian mereka. Mungkin orang melihatku sering bersama wanita tapi percayalah mereka yang mendekatiku, aku hanya berusaha ramah padanya." Aku hanya mengangguk. Rihar kemudian berdiri dan segera ingin pulang "aku pulang ya.. besok mau dijemput?" Tanyanya aku baru sadar bahwa aku melupakan perasaan Weni. "E..mau sih tapi jangan dulu, Luna juga gak mau orang tau hubungan kita" Rihar sedikit terkejut mendengarnya, "Backstreet? Kok gitu? Nanti cowok lain bebas ngedeketin kamu dong?" tanyanya dengan raut yang sedikit kesal. "Luna masih belum siap, please... Ngertiin ya?" tanganku memohon sambil memasang wajah memelas. Rihar terdiam sejenak kemudian melirikku dan berkata "Oke lah, terpaksa" jawabnya. Lalu kemudian dia berkata "tapi ada syaratnya?" "Apa syaratnya?" tanyaku "C*um aku dulu, supaya aku yakin kalau kamu serius dan gak main main." Aku memicingkan mata "hah gak salah? Harusnya kamu yang buat Luna yakin kalau kamu serius dan gak main main" Rihar yang mendengar itu langsung bersemangat "jadi kamu mau dic*um? Dengan senang hati sayang" jawabnya. Aku salah tingkah dan terdiam mematung. "Em..Maksudku bukan gitu". "Jadi boleh aku c*um kamu lagi?" Tanyanya lagi "Jangan sekarang, aku lagi grogi" sahutku. Rihar tertawa mendengar jawabanku. Kemudian dia mendekapku dan menc*um keningku. "Aku pulang ya, Assalamualaikum.." "Waalaikumsalam" jawabku. Aku mengantarnya sampai ke pagar dan melihatnya mengendarai motor hingga tidak terlihat lagi punggungnya. Aku merasakan perasaan yang begitu bahagia bercampur haru. Kali ini aku mempercayai Rihar dan tidak memperdulikan gosip orang lain tentangnya. Seperti hari kemarin saat sebelum tidur kami saling membalas pesan. "Besok Luna harus bersikap gimana kalau bertemu Weni?" tanyaku "Bersikap biasa aja. Tapi saranku kamu jangan berlarut seperti itu karena cepat atau lambat semua orang pasti mengetahuinya" balasnya. "Luna harus jujur ya?, tapi kayaknya Luna takut menanggung akibatnya" jawabku. "Akibat apa? Kamu takut dijauhi teman? Teman yang baik pasti mendukung apapun keputusan temannya selagi tidak merugikan orang lain. Toh kamu dan aku single" balasnya "Tapi Weni suka sama kamu. Sama saja itu merugikan dia. Argghh bagaimana ini?" Jawabku. "Kalau gitu biar waktu yang menjawab. Sekarang kamu tidur ya sayang, besok harus kerja. Sampai ketemu besok" balasnya. Aku tidak membalas pesannya dan sibuk memikirkan hari esok. Perasaan insecure datang lagi menghantui. Pasti Weni akan murka padaku, teman teman akan menjauhiku. Bayangan seperti itu terus memutar di pikiranku sampai aku tertidur pulas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD