Backstreet

1453 Words
Hari ini aku makan siang bersama mba Maya dan yang lainnya. Saat sedang duduk dan menikmati makan, tiba tiba Rihar datang dari arah belakang memegang pundakku dan berbisik ditelingaku "makan yang banyak ya sayang". Mendengar itu jantungku serasa ingin copot. Aku hanya melirik kearahnya dan dia kembali berjalan menuju meja makannya bersama teman temannya. Mba Maya dan yang lainnya melihat kejadiaan itu langsung bertanya tanya padaku "cie Luna...Rihar perhatian banget sih sama lo. Beneran naksir tuh dia" celetuk mba Maya. "Apa jangan jangan kamu udah jadian ya?" Dilanjut pertanyaan oleh teman yang duduk disebelahku. "Hmm ngga" aku berusaha santai dan melanjutkan sisa makanku. Mba Maya kembali berkata kepada teman teman lainnya "lo tau gak? Si Rihar gue perhatiin tuh selalu ngeliatin Luna mulu. Mau di kantin, mau di Line ataupun lagi briefing. Fix itusih dia naksir lo lun" Mendengar perkataan itu semua mata yang sedang menyantap makan siang di meja kami tertuju kearahku. "Mba Maya apaan sih?" Sahutku sambil melotot ke arahnya. Mba Maya yang melihat itu hanya tertawa geli. Selesai makan siang aku segera kembali ke line. "Mba Maya, Luna duluan ke line ya? Mba Maya menjawab "Lo gak sholat dulu?" "Lagi ngga sholat" jawabku yang memang sedang datang bulan. Aku berjalan keluar kantin lalu terdengar suara memanggilku "Luna, mau kemana?" Kulihat kearahnya ternyata Weni. "Hey Wen, mau balik ke Line. Gw lagi gak sholat." jawabku "Ohh oke" Weni kembali berkumpul bersama temannya . Aku duduk di Line sambil merapikan peralatan kerjaku. Tak lama ponselku bergetar, "pasti rihar" gumamku. tak sabar ku buka pesannya ternyata dari nomor tak dikenal. "Halo Luna, hari ini aku gak lihat kamu sama Weni. Save nomorku ya, Dimas". Begitu isi pesannya. Aku membalasnya, " iya soalnya Luna balik ke Line duluan. Oke Luna simpan nomornya." balasku. Kemudian aku mengirimkan pesan ke Rihar "kamu jangan kaya gitu lagi ya. aku tadi malu jadi perhatian orang, mereka mulai curiga kalau kita udah jadian". Aku menunggu balasan dari Rihar tapi tidak ada pesan yang masuk. "Mungkin lagi ngobrol sama temannya" pikirku. Tadi saat melewati gazebo, terlihat masih sepi karena biasanya mereka berkumpul disitu setelah selesai makan dan sholat. Aku mendengar suara langkah kaki menghampiriku, saat ku tengok kebelakang ternyata Dimas. "Lagi ngapain lun?" Tanyanya sembari mengulas senyum dibibirnya. "Eh Dimas, lagi nunggu bel masuk" jawabku "Lagi gak solat ya." tanyanya "iya" jawabku. Lalu kulanjutkan bertanya "kamu gak ngumpul sama teman kamu di gazebo?" Kemudian dia menjawab "aku sengaja kesini biar ketemu kamu. Hehe" Aku hanya tersenyum lalu ponselku bergetar. Aku membuka pesan masuk dari Rihar "gpp sayang, kalau kamu mau menutupi hubungan kita ya silahkan. Tapi aku ngga mau dan jangan paksa aku" balasnya. Dimas yang melihatku tersenyum saat membaca pesan kemudian dia bertanya, "senang banget, dari pacarnya ya" Aku segera memasukkan ponselku ke dalam saku berharap dia tidak membaca si pengirim pesan. "hmm bukan" jawabku. suasana hening sejenak. ... "Lun nanti pulang aku antar ya" tanyanya. terdengar suara teriakan dari belakang "Hayo ngapain lo berduaan disini?" Aku yang belum sempat menjawab pertanyaan Dimas tiba tiba terperanjat mendengar teriakan itu, ketika ku menoleh kebelakang ternyata Rihar sedang berdiri memperhatikan kami dari jauh. Dimas tertawa tetapi aku mematung. (Jangan sampai Rihar salah paham) batinku. "Hahaha ganggu aja lo" teriak Dimas. Kemudian Rihar menjawab sambil menatapku "Luna pegang janjimu". "Janji apa Lun?" tanya Dimas bingung. aku merasa seperti orang bodoh, aku bingung apa yang harus kukatakan. Lalu Rihar menghampiri kami dan berkata pada Dimas "Mas jangan macem macem lo, Luna punya gue" Dimas tertawa "ah siapa aja lo bilang punya gue" sahut Dimas. Rihar memasang raut wajah kesal lalu pergi meninggalkan kami. Beruntung bel masuk telah berbunyi. Dimas telah kembali ke bagiannya. Kulihat ke line Rihar, dia tampak sibuk dengan pekerjaannya tanpa menoleh kearahku. "Biasanya kalau seperti itu dia sedang marah padaku" gumamku. Sampai bel pulang berbunyi ia tidak juga melihat atau menghampiriku. Lalu aku berjalan keluar menuju gerbang dan melewati parkiran. Dimas yang sudah menunggu diparkiran kemudian memanggilku "Luna, ayo?" Tanyanya. Seingatku tadi aku tidak menerima ajakannya. "Ngga Dimas, makasi. Luna pulang sendiri aja" sahutku sembari aku melanjutkan langkah kakiku. Saat sampai di pintu gerbang, kulihat Rihar yang sedang menatapku. Aku kembali menatapnya tetapi dia segera membuang muka. "Aneh banget sih" gumamku. Dan aku segera menaiki angkutan umum yang telah menunggu penumpang didepan pabrik. Sampai dirumah, Rihar tidak mengirim pesan untukku ataupun menelfon. Aku ingin sekali memulai menelfonnya tetapi gengsi mengalahkan egoku. "Ah kutunggu sampai malam aja, pasti dia menghubungiku" pikirku. Hingga malam tiba, tak ada kabar dari Rihar. Aku yang kesal sekaligus rindu akhirnya mengalah dan mencoba menghubunginya... ...tuuuut.... tuuuut... terdengar sambungan telefon tapi tidak ada jawaban. "Kok gak diangkat sih" kesalku sambil terus mencoba menghubunginya lagi. Untuk yang ketiga kalinya dia mengangkat telfonku. "Ya.. kenapa?" Jawabnya dengan suara datar. Aku gugup mendengar suaranya, lalu kuberanikan bertanya "kamu lagi apa, kok gak ngehubungin Luna?" Jawabku "Harus yah?" Kembali dengan suara ketus yang membuatku takut. "Rihar ko gitu.. kalau ada salah Luna minta maaf" jawabku dengan suara gemetar. "AKU GAK BISA LUN KALAU HARUS NGEJALANIN HUBUNGAN KAYA GINI. BUANG BUANG WAKTU DAN NYAKITIN DIRI SENDIRI TAU GAK?!" sahutnya bernada kesal. aku tersentak mendengarnya, dadaku terasa sesak. Aku terdiam tak menjawab.. Suasana seketika hening. Lalu aku beranikan diri untuk berkata "Luna minta maaf".. dengan suara lirih. Rihar tak menjawab. Kemudian ia mengakhiri panggilan. Aku mengerti betapa kecewanya Rihar. Aku berniat menjelaskan semua yang terjadi tadi dan berusaha menjalin hubungan terbuka dengannya. Ku coba menghubungi Rihar kembali, tapi nomornya tidak aktif. Tak terasa air mataku menetes. "Ternyata begini rasanya jatuh cinta. Senang, sedih, sakit, kadang tertawa sendiri, kadang memaki sendiri. Cukup Rumit" pikirku. Kembali ku mulai aktifitas pagi dengan sedikit tidak bersemangat dan rasa sakit hati akibat bentakan Rihar di telfon tadi malam. Saat ku berjalan memasuki gedung dan melewati Line Rihar, ku lihat ia sedang menelfon seseorang. Ia melirik kearahku ketika aku melewatinya. Kudengar sekilas ia berbicara dengan seseorang disana dengan bahasa 'aku'. Dalam hati ku berkata "biasanya Rihar ngomong aku itu sama perempuan atau orang terdekat aja. Pasti dia lagi menelfon seseorang. Segitu cepatnya dia melupakanku" gerutuku dalam hati. Jam makan siang tiba, aku bergegas menuju kantin bersama mba Maya. Saat melewati Line Weni, ia menyapaku "Lun, bareng dong" pintanya. Kami makan dimeja yang sama. Mataku mencari kesana kemari keberadaan Rihar, walaupun dia telah membuatku sakit hati atas perkataannya tapi aku tetap merindukannya. karena banyaknya karyawan jadi aku tak menemukannya. Rasanya aku tidak berselera makan. "Lun, nanti pulang kerja anterin gue yuk ke mall" tanya Weni sambil berantusias. "Ngapain wen?" tanyaku "Besok Rihar ulang tahun. Rencananya gue mau beliin jam tangan" sahutnya. Aku terkejut, kenapa Weni bisa mengetahui semua tentang Rihar sedangkan aku pacarnya sama sekali tidak tau. "Yee malah bengong, mau ya Lun?" Tanya Weni kembali. Aku hanya mengangguk. Selesai makan dan menunggu Weni sholat. aku dan Weni menuju Line. Mba Maya masih menunggu temannya di musholla. Tanpa disangka kami berjalan beriringan dengan Rihar yang hendak ke gazebo. "Rihar..." sapa Weni "Ya Weni... Ceria banget hari ini" jawabnya "Iya kan Weni selalu ceria" sahut Weni sambil menepuk lengan Rihar. "Nah bagus itu wen, jadi cewek emang harus selalu ceria" jawab Rihar. Aku hanya terdiam sambil menggerutu dalam hati (Apaan sih Rihar, ada aku disini tapi gak di sapa juga?! Nyebelin banget). Setelah jam kerja selesai, Weni menungguku di loker. "Yuk Lun" ajaknya. "Naik apa Wen?" tanyaku sambil mengganti sepatu. "Hari ini gue bawa mobil, kan udah gue rencana in semuanya hehe" jawabnya sambil tersenyum. "Memang ya hidup lo selalu terencana Wen. Gue mau ganti baju dulu deh" sahutku. Aku memang menyiapkan baju ganti di loker untuk berjaga jaga ada keperluan dadakan seperti ini. "Iya dong.. lo masih lama gak? Atau gue ambil mobil duluan ya. Parkiran mobil kan jauh dibelakang, nanti lo tunggu aja di depan gerbang." Sahut Weni yang tidak sabar menungguku. Aku membiarkan rambutku terurai. Dengan mengenakan celana jeans dan kaos putih pendek berkerah V yang memperlihatkan leher jenjangku. Untuk sepatu kali ini aku memakai flatshoes dan membawa jaket jeans di tanganku yang membuat penampilanku terlihat casual. Aku menunggu Weni tepat di pintu gerbang. Mataku melihat setiap mobil yang keluar dari pabrik, berharap itu Weni tapi tak disangka yang keluar adalah Rihar dengan motor hijaunya. Dia yang melihatku berpakaian casual langsung berhenti didepanku "Mau kemana?" tanyanya aku yang masih merasa kesal dan sakit hati oleh atas bentakannya di telfon tidak menjawabnya. "Ayo pulang samaku" pintanya aku hanya menggeleng kepala lalu dia menarik tanganku "NAIK KEMOTOR" kali ini pintanya dengan paksa. Aku menarik tanganku dan pergi meninggalkannya. Baru beberapa langkah ku berlari, ponselku berdering. "Lun, gw yang mobil merah" sahut Weni. Aku mencari cari keberadaan mobil merah dan menemukannya di tepian jalan. Weni melambaikan tangannya dan aku menghampirinya. Sebelum menaiki mobil Weni, aku menoleh kearah Rihar. Dia masih memperhatikanku dari kejauhan. Aku berusaha tidak memperdulikannya dan masuk kedalam mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD