Perpisahan

1024 Words
Alea menepikan mobilnya, saat melihat kerumunan orang yang menghambat perjalanannya. Ia sedikit menggerutu, karena hari ini ia akan mengantarkan kepergian sang kekasih. Hari ini Vano Sebastian, kekasih Alea, akan pergi menuntut ilmu ke Australia. Jika terlambat bisa dipastikan Alea tidak akan bisa bertemu dengan Vano Lima tahun lamanya. "Ini ada apa, ya?" Alea bertanya kepada salah seorang wanita paruh baya. "Kecelakaan beruntun, Dek. Kasihan. Yang selamat cuma anak itu!" Seorang warga menjawab dan menunjuk seorang gadis yang sedang menangis memeluk sebuah selendang. Tatapan matanya kosong. Diperkirakan usia gadis itu sekitar lima belas tahun. Alea tertegun mendengar gadis itu tidak mau berhenti menangis. Tangisannya terdengar pilu. Ia juga mengatakan harus tinggal bersama siapa di dunia ini. Karena semua anggota keluarganya meninggal di tempat kejadian. Merasa iba, Alea mendekati gadis remaja tersebut lalu memeluk dan mengusap punggungnya. "Sudahlah! Jangan menangis lagi. Kakak disini. Kakak yang akan menjaga kamu," ucap Alea. Berusaha menenangkan gadis tersebut. "Siapa nama kamu, Sayang?" tanya Alea lagi. Sambil menghapus air mata gadis tersebut. "Di-dita, Kak," jawabnya terisak. Masih memandang ke arah pihak kepolisian yang sedang mengevakuasi jenazah keluarganya. "Ok, mulai hari ini Dita ikut Kakak, ya!" Alea menuntun gadis tersebut untuk berdiri. Sebelum meninggalkan tempat kejadian Alea menyerahkan nomor ponselnya kepada seorang polisi yang sedang bertugas di sana. Alea juga berpesan Dita ada bersamanya. Jika nanti ada pihak keluarga yang mencari mereka bisa mengubunginya di nomor tersebut. Begitu selesai, Alea segera membawa Dita pergi. Ia juga tidak ingin terlambat datang ke bandara. Setengah jam kemudian, Alea akhirnya sampai di bandara beruntung ia datang tepat waktu. Tidak menunggu waktu lama, dengan tangan Dita di dalam genggamannya, ia membawa gadis itu ikut serta untuk mengantarkan kepergian Vano. "Alea. Tante pikir kamu tidak jadi datang!" Luna, ibunya Vano, menyambut kedatangan Alea dengan sebuah pelukan. "Pasti datanglah, Tan. Masak nggak!" Alea membalas pelukan Luna dan mencium kedua pipi wanita paruh baya tersebut. "Ini siapa, Sayang?" sela Vano, saat melihat Dita yang berdiri di belakang Alea. Gadis remaja itu terlihat tidak sedang baik-baik saja. Di pipi dan bibirnya ada lebam yang cukup parah. Serta pakaian yang terkena sedikit bercak darah, ditutupi oleh sebuah selendang. Sebenarnya, Diita menolak untuk ikut bersama Alea. Namun, gadis itu sedikit memaksa agar ia bisa memperkenalkan Dhita kepada kekasih dan keluarganya. "Oh, ini. Perkenalkan ini Dita, Van, Tan! Dan Diita, ini tante Luna ibunya Kak Vano. Kak Vano ini kekasih Kakak!" ucap Dhita. Saling memperkenalkan mereka satu sama lain. "Dita, Kak, Tante!" Dita meraih tangan anak dan ibu tersebut, lalu mencium punggung tangannya satu persatu. "Aku bertemu Dita di jalan. Dia mengalami kecelakaan!" sela Alea cepat. Saat melihat Vano yang mulai membuka mulutnya untuk kembali bertanya. "Semua keluarganya meninggal di lokasi kejadian. Jadi aku membawa Dita bersamaku, karena aku juga merasakan bagaimana rasanya tidak memiliki orang tua. Akan tetapi aku masih beruntung, karena masih memiliki nenek yang menjagaku!" Alea mengusap bahu Dita yang menunduk. Seakan lantai bandara adalah hal yang paling menarik saat ini. "Jadi Dita akan tinggal bersama kamu?" susul Luna. "Iya, Tan. Itupun kalau tidak ada yang menjemputnya. Kalau nanti ada keluarganya yang menjemput, otomatis nanti aku akan mengembalikan Diita kepada mereka." "Kamu baik sekali, Sayang." Tanpa rasa malu Vano membawa Dhita ke dalam pelukannya. "Ihhhh. Main peluk aja. Belum mukhrim!" Luna menjewer telinga Vano. "Aduduh, Ibu sakit …," Vano mengusap telinganya yang memerah akibat jeweran sang ibu. Atraksi ibu dan anak tersebut, mengundang kikikan kecil dari Alea. Pipi gadis itu juga merah merona karena ulah sang kekasih. Setengah jam kemudian, akhirnya pesawat yang di tumpangi Vano akhirnya lepas landas juga. Meninggalkan Alea yang sedang bersedih karena kepergiannya. "Maafkan Tante ya, Sayang! Tante tidak bermaksud untuk menjauhkan kamu dari Vano. Akan tetapi Tante hanya ingin memenuhi permintaan almarhum ayahnya Vano, agar dia melanjutkan pendidikan di kampung halaman ayahnya tersebut. Disana nenek dan kakek Vano telah lama menanti kedatangannya. Kami semua juga berharap sepulangnya dari sana, Vano bisa menggantikan posisi ayahnya," terang Luna, seraya mengusap punggung Alea. Ia sungguh merasa sangat bersalah kepada sahabat, sekaligus kekasih putranya itu. "Tidak apa-apa, Tan. Alea akan mendukung apapun yang tebaik untuk Vano," ungkap Alea tulus seraya memeluk Luna, yang telah ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri. Yang juga merupakan sahabat dekat Dera, maminya Alea. "Kalau begitu, ayo Lea antar Tante pulang ke rumah!" "Tidak usah, Sayang. Tante datang bersama supir. Sebaiknya kamu bawa Dita ke rumah sakit, untuk mengurus jenazah keluarganya. Sekaligus untuk mengobati luka-lukanya. Kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa menghubungi Tante!" Alea mengangguk. "Tante benar. Alea harus mengurus semuanya. Kalau begitu, Lea sama Dhita pamit duluan ya, Tan!" gadis dua puluh tahun tersebut memeluk Luna, sebelum ia pergi bersama Dita. Selesai dari Bandara, Alea mengantarkan Diita ke rumah sakit untuk melihat kedua orang tua dan keluarganya. Diita terlihat sudah agak tenang. Ia tetap menangis. Namun, tidak sehisteris tadi. Sebelum Alea menuju ke rumah sakit, ia menghubungi sang nenek terlebih dahulu. Untuk membantunya mengurus jenazah keluarga Dita. Yang menjadi korban bukan hanya orang tua Dita saja. Namun, keluarga besarnya juga ikut menjadi korban. Karena mereka semua baru datang dari tempat wisata. Beruntung bagi Diita, ia melompat keluar dari mobil. Sehingga bisa selamat dari kecelakaan tersebut. "Kamu tidak apa-apa?" Alea mengusap tangan Dhita. "Tidak apa-apa, Kak!" jawabnya cepat. "Kamu harus ikhlas. Agar kedua orang tuamu tenang di alam sana. Kamu harus berdoa untuk mereka semua supaya kubur mereka dilapangkan. Kamu juga harus tumbuh menjadi pribadi yang kuat!" Alea menepuk pundak Dhita. "Kamu harus berjanji kepada Kakak. Kamu harus tumbuh menjadi wanita yang kuat. Jangan mau menyerah terhadap apapun. Percayalah, setiap badai yang sedang kamu hadapi, akan ada hari yang sangat cerah sedang menantikan kamu didepan sana!" Dhita mengangguk mantap. "Terimakasih, Kak!" ucapnya. Memeluk Alea dengan sangat erat. Dita merasa sangatlah beruntung, Tuhan mengirim Alea untuk menyelamatkannya. Kalau tidak, akan menjadi apa Dita sekarang Tumbuh menjadi anak tunggalbmembuatnya selalu dimanja. Jangankan untuk mengurus segala kebutuhannya, tidurpun Dita tidak akan bisa terlelap, jika sang ibu tidak memeluknya. Mulai semenjak hari itu Dita tinggal bersama Alea dan sang nenek. Tidak ada sedikitpun yang akan menyangka kalau Dita hanyalah seorang adik angkat. Karena Alea memperlakukannya layaknyanya adik kandung sendiri. Semua kebutuhan Dita dipenuhi dengan baik. Mulai dari pendidikan, keuangan, serta perhatian. Setiap weekend mereka berdua akan pergi berbelanja layaknya anak kembar. Apa yang dimiliki oleh Alea, maka Dita pun akan memilikinya juga. ** Selama berjauhan dari Vano, mereka berdua melepaskan rindu lewat panggilan telepon sampai panggilan video. Dan meskipun mereka saling berjauhan, baik Vano maupun Alea selalu menjaga kesetiaan dan cinta mereka masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD