3. Calon Ayah Yang Terlalu Protektif

1213 Words
"Kamu mau saya buatkan roti bakar lagi? Kamu pasti masih lapar, kan? Bilang, kamu mau seberapa banyak? Biar saya buatkan. Saya tahu katanya orang hamil akan makan lebih banyak karena bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk janin yang ada di dalam perut." Alvar berdiri di depan Aroha yang masih duduk, menawarkan diri dengan antusias setelah mereka berpelukan dan mengungkapkan haru-biru perasaan mereka mengenai kabar baik ini. Melihat suaminya yang bersemangat, alih-alih menjawab pertanyaan Alvar, Aroha justru merasa gemas dengan reaksi antusias suaminya itu. Itu sebabnga juga Aroha malah terkekeh, menutup mulutnya dan menunduk menahan agar sikapnya itu tidak menyinggung Alvar. "Kenapa?" Alvar kemudian bertanya melihat reaksi istrinya. Mode antusiasnya seketika teredam karena respon Aroha yang di luar dugaannya. "Ah maaf, Mas. Aku nggak bermaksud ngetawain kamu. Cuma aja kamu yang kelihatan bersemangat kayak gini rasanya lucu. Hhm... Bukan sesuatu yang berarti negatif. Ah, gimana ya jelasinnya? Intinya, entah kenapa sedikit buat hatiku berbunga-bunga dan… ya semacam itulah intinya.” Meski dijelaskan, toh Alvar malah menggaruk kepalanya karena dia tidak mengerti maksud Aroha. Ya, syukurnya Alvar memang tidak tersinggung dengan tawa kecil Aroha karena sikapnya. Bagaimana Alvar bisa tersinggung, di saat kebahagiaannya begitu mengisi kepala, hati dan perasaannya saat itu. "Maaf, maaf. Intinya, nggak perlu buatin aku roti lagi, Mas Sayang... Aku udah kenyang. Ini lebih dari cukup untuk sekarang, dan bukan makanan yang sekarang aku butuhin, tapi kasur." Raut wajah berseri Aroha kemudian berubah sedikit lesu, karena wanita itu sebenarnya sudah berusaha menahan kantuknya sejak tadi. Itu sudah hampir pukul 3 dini hari, jadi wajar saja kalau tubuh Aroha menuntutnya untuk beristirahat. "Ah, tentu. Kenapa saya bisa lupa? Ya, tentu aja kamu harus istirahat. Ayo. Ayo Sayang kita ke kamar. Atau kamu mau saya gendong?" "Masss...." Aroha merengek geli, diselingi kekehan yang tidak bisa ditahannya karena melihat dan mendengar sendiri sikap suaminya itu. Yang jelas-jelas, sebelum ini tidak pernah seberlebihan itu. "Aku baik-baik aja. Masih bisa jalan sendiri. Aku bisa lakuin semuanya sama kayak biasanya kok. Nggak ada yang berbeda, aku masih sama. Kamu nggak perlu memperlakukanku seolah-olah aku sakit, aku nggak sakit Mas Alvar. Aku hamil." "I-iya, Aroha. Saya tahu, tentu aja saya tahu setelah kamu kasih surat dari dokter kandungan itu. Tapi saya pikir, apalagi setelah kamu bilang kamu baru makan setelah seharian. Saya pikir..." "Iya, nggak apa-apa. Aku ngerti, aku juga pernah lihat beberapa kasus suami yang bersikap kayak gini di rumah sakit. Bisa dimengerti, tapi kewajiban sekarang itu mengedukasi Mas Alvar. Kasih tahu Mas Alvar keadaan yang sebenarnya. Well, walau pun akan menyenangkan kalau Mas manjain aku kayak gitu" Kekeh Aroha, dengan senyuman berartinya. Alvar tidak lagi mengatakan apa-apa, dan memang hanya mendengar serta mencerna ucapan istrinya itu. "Ah, soal nggak ada yang berubah dariku. Mungkin aku harus menarik atau meralat bagian itu." Ringis Aroha, memancing tanda tanya lain yang kemudian muncul di wajah Alvar. "Karena kayaknya setelah ini aku akan lebih banyak ngerepotin Mas—ah, bukan aku, anak kamu yang ada di dalam perutku ini yang menginginkannya." Ucap Aroha kemudian bangkit dari duduknya, merangkul Alvar dan menarik pria itu ke kamar mereka meski tanda tanya di wajah pria itu belum menghilang dari sana. Yah, mungkin Alvar belum paham maksud ucapan Aroha saat ini. Tapi seiring berjalanannya waktu, pria itu pasti akan paham dengan sendirinya, kan? *** "Kita harus mengabari Ayah dan Ibu soal ini, kan? Mereka pasti akan sangat senang sekali dengarnya." Alvar membuka percakapan di meja makan pagi itu. Dengan dirinya yang sudah rapih mengenakan seragam dan atributnua, sementara Aroha masih dengan penampilan bangun tidur dan wajah mengantuknya. Sebenarnya saat bangun Alvar sudah benar-benar berhati-hati agar Aroha tidak terbangun. Berniat membiarkan Aroha tidur lebih lama karena wanita itu kekurangan tidur sejak kemarin. Tapi begitu Alvar tengah berkutat menyiapkan sarapan di dapur sebelum pergi, Aroha justru terbangun dan bersikukuh untuk menemani Alvar sarapan dan akan kembali tidur jika Alvar sudah berangkat kerja. Ah, shift Aroha hari ini di mulai lumayan siang, jadi tidak masalah jika dirinya mengambil jatah tidur beberapa jam lagi. Meski di masa awal-awal kehamilan pasti saat yang berat—tidak, semua waktu dan proses kehamilan hingga melahirkan memang berat, bahkan setelah melahirkan dan menjadi Ibu jelas semakin berat. Tapi intinya meski berat toh Aroha tidak mungkin melalaikan pekerjaannya hanya karena kondisinya sekarang, kan? Seperti yang Aroha katakan pada Alvar semalam. Dia hamil, bukan sakit yang sampai membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa. "Hhm, aku juga udah berencana kasih tahu mereka kok. Tapi mungkin nanti. Aku nggak bisa ngabarin mereka dengan penampilan berantakan kayak gini walau cuma kelihatan di layar. Mereka bisa khawatir dan minta aku rehat kerja cuma karena apa yang mereka lihat. Belum lagi kalau Ayah dan Ibu jauh-jauh sampai datang ke Jakarta dari Solo cuma karena dengar kabar aku hamil." Raut wajah Alvar yang duduk di hadapan Aroha berubah, lebih serius dengan tatapan yang sedikit menyipit. "Sayang, sebenarnya saya juga mikirin itu semalam. Gimana kalau—" "Mas, tolong. Jangan katakan itu. Aku udah bilang sama Mas semalam, kan? Aku hamil, bukan sakit. Aku masih bisa bekerja dan melakukan hal lain seperti biasanya, meski mungkin ada beberapa hal yang berubah karena pengaruh hormon dan semacamnya. Tapi aku baik-baik aja, sungguh baik-baik aja." Ucap Aroha berusaha setenang mungkin, berharap suaminya juga Ayah dan Ibunya nanti bisa mengerti dan memahami hal ini. "Iya, Aroha. Saya mengerti, saya paham dengan apa yang kamu maksud. Tapi dengan jam kerjamu itu, apalagi seperti kemarin, nggak salah kalau saya khawatir, kan? Gimana bisa saya nggak khawatir? Ini bukan cuma soal satu orang yang saya sayang dan cintai, tapi udah mengenai dua orang di mana salah satunya masih berada bersama kamu." Menyebalkan, menurut Aroha suaminya ini dalam beberapa hal benar-benar menyebalkan. Karena beberapa kalo, di saat Aroha ingin tegas dan berharap Alvar mendengarkannya tanpa bantahan, pria itu justru akan mengatakan sesuatu yang membuat Aroha tersentuh dan melunak karenanya. Dalam beberapa kesempatan Aroha akui dirinya kalah, tapi kali ini, wanita itu tentu harus mempertahankan argumennya karena itu kenyataan yang harus Alvar pahami. "Aku ngerti, dan aku akan berusaha untuk bekerja seminimal mungkin supaya Mas nggak perlu khawatir berlebihan. Semua akan baik-baik aja. Aku juga anak kita, semuanya akan baik-baik aja, Mas..." Hah, entah sudah berapa kali Aroha mengatakan hal ini pada Alvar dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, bahkan 6 jam saja belum lewat dengan saat pertama Aroha mengatakannya dini hari tadi. Pria di hadapan Aroha itu terdiam, terlihat tengah menimbang dan mencerna di dalam kepalanya, sebelum kemudian kembali bicara. "Kita beritahu Ayah dan Ibu dulu sekarang, mendengar pendapat mereka maka saya juga akan ikut dengan apa yang mereka pikir dan sarankan mengenai kamu." Putus pria itu, mencoba kembali fokus dengan sarapannya. "Masss..." Rengek Aroha. Jadi dirinya bukan hanya harus menaklukan hati satu orang lantas dua orang setelahnya? Tapi harus melakukannya sekaligus. “Itu keputusan finalnya, Aroha. Atau kamu harus ngikutin apa kata saya.” Hah, benar-benar. Calon Ayah baru ini, apa di mana-mana selalu seperti ini? Menganggap orang yang tengah hamil lemah dan rawan melakukan sebuah pekerjaan? Agaknya tidak semua, karena di luar sana jelas banyak suami yang tetap membiarkan istrinya bekerja bahkan meski hamilnya sudah besar karena memang perusahaan hanya memberikan cuti maksimal selama 3 bulan, yang harus dipakai sebelum dan sesudah kelahiran. Iya, yang jelas memang hanya beberapa. Dan entah bisa dikatakan sialnya atau tidak, salah satu dari beberapa itu adalah Alvar—suami Aroha sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD