Cuan Haram
Di sebuah pemakaman, banyak orang berkumpul menghantarkan seorang wanita yang baru menikah beberapa hari lalu ke peristirahatan terakhir. Keluarga Andaresta tengah berduka, karena putri pertamanya meninggal dunia setelah berperang dengan kangker ganas yang bersarang di kepalanya.
Sebelum meninggal dia memiliki keinginan untuk menikah dengan kekasih hatinya, Abimana Husain. Mereka menjalin cinta dari masih mengenakan seragam hijau putih. Cinta masa kecil yang terus saling menjaga, membuat banyak pasang mata iri melihat kemesraan mereka.
Tapi takdir berkata lain, setelah menjalin kasih selama lima tahun lebih. Bahkan mereka berniat untuk menikah, keinginan itu harus terhalang oleh penyakit kangker otak yang menyerang kepala Giskha Andaresta.
Penyakit itu ternyata cepat menyebar, hanya dalam kurun waktu setengah tahun. Keinginan menikah mereka akhirnya di majukan, karena Abim tidak ingin ada penyesalan. Pernikahan di lakukan tepat di hari kedua setelah Giskha sadar dari koma nya beberapa hari.
Di usia dua puluh dua, Abim memberanikan diri untuk mengesah kan cintanya menjadi halal. Padahal dia tengah mengurus skripsi yang sangat memusingkan. Kembali lagi dengan tidak ingin ada penyesalan, Abim mengambil keputusan besar itu sendiri.
Semua keluarga setuju dan pernikahan pun berlangsung. Mengharapkan kesembuhan pada gadisnya, siapa yang sangka jika pernikahan seakan menjadi tujuan akhir dari Giskha.
Tidak lama dari ijab qobul itu terucap, Giskha kembali anfal. Gadis itu tidak memiliki tujuan hidup lagi ternyata, dia menghembuskan napas terakhir setelah menyatukan tangan suaminya dengan Gia.
"Untuk apa kau bangun jika hanya sesaat dan pergi selamanya? Bangun! Kau punya janji pada ku kak. Aku akan menagih janji itu nanti." Gia tidak terima, ketika layar monitor Giskha menunjukkan garis lurus penanda waktunya habis.
Semua terpukul, semua kehilangan. Tidak ada yang tidak sayang pada gadis baik itu, namun nasib nya saja yang sungguh buruk. Usianya tidak lebih dari dua puluh dua tahun.
Hari-hari Abim sebagai menantu keluarga Andaresta tidak berhenti sampai di pusara seorang Giskha saja. Abim tetap menganggap jika dirinya masih menjadi menantu di keluarga itu. Mengklaim dirinya sebagai kakak ipar dari seorang Gia, dengan itu dia membangun benteng kokoh untuk membatasinya.
Sebagai gantinya Abim selalu mengajak adik iparnya itu ke mana pun ia pergi. Seperti sekarang Abim tengah makan siang di sebuah kafe, di temani dengan seorang gadis cantik dan bos nya. Gia menunggu di meja tak jauh dari tempat Abim mengadakan pertemuan.
"Bagaimana, ingin Apa tertarik dengan penawaran kami?" tanya sekarang gadis cantik yang menjadi sekretaris pribadi klien Abim saat ini.
"Memang menarik, tapi keuntungan yang anda tawarkan seperti orang yang tengah bermain pasaran di depan rumah. Menggelikan dan tidak masuk akal." Abim melempar pelan map yang di berikan padanya ke atas meja.
"Apa keuntungan lima persen itu kurang? Kami biasanya hanya memberi dua persen saja pada mitra kami." jelasnya lagi.
"Berapa modal yang tuan berikan?" tanya Abim seakan menyetujui apa yang di ajukan padanya.
"Kami sudah menyediakan bahan dan beberapa desain untuk proyek ini. Jadi di pihak anda cukup mengelola saja bahan ini menjadi barang berkualitas dan memiliki daya pikat pembeli." kata seorang CEO itu dengan menunjukkan contoh kain yang ia bawa.
"Apa anda ingin bermain dengan ide anda ini? Bahkan saya tidak pernah menggunakan kain ini sebagai bahan dasar kami. Ini kain kualitas paling buruk yang pernah saya lihat." hanya dengan melihat saja Abim sudah tau jika kain yang di bawa itu tidak akan memenuhi standar perusahaan nya.
Abim memberi kode pada Gia untuk datang dan bersikap manja padanya. Merengek kelaparan dan ingin pulang, itulah intruksi yang di berikan oleh Abim.
"Abang, lama sekali... Aku bosan, bahkan kau tidak menemani ku makan sama sekali. Kau terus berbincang dengan mereka, apa waktuku tidak lebih berharga dari....." Gia membaca sedikit keuntungan yang di dapat perusahaan Abim sebelum melanjutkan rengekan nya. "Lima persen? Apa kau yakin akan bekerja sama dengan keuntungan kecil itu? Bahkan kau tidak akan pernah mampu mengajak ku makan di tempat mewah lagi setelah ini. Kau sungguh mengecewakan aku bang. Aku akan pulang jika kau tidak mau menghargai ku." Gia pergi dari tempat itu.
Jangan tanya soal Abim, sudah jelas dia akan mengejarnya. Karena memang ini yang di mau oleh Abim. "Maaf tuan, aku tidak bisa bekerja sama dengan mu. Pekerjaan ini akan mengambil seluruh waktuku, jika tidak cukup untuk membagi dengan adik iparku. Sudah pasti aku akan rugi."
Wajah sumringah bercampur kesal menghiasi wajah Abim saat masuk ke dalam mobil nya.
"Itu muka, minta di setrika?" tanya Gia memberikan minuman yang baru di bukanya.
"Jangan tanya, itu orang ingin merampok. Dari pada menawarkan kerja sama. Tapi terima kasih sudah menolong abang lagi. Sekarang mau ke mana?" tanya Abim.
"Kampus bang, ada kelas satu jam lagi."
Keduanya menuju ke kampus Gia, mengantarkan gadis itu setelah mengajak nya makan sebentar di restoran dekat kampus. Gia berpamitan pada Abim sebelum mereka kembali ke rutinitas masing-masing.
Di kampus, Gia langsung di sambut oleh dua sahabatnya, Nova dan Ibra. Mereka berdua berada di fakultas yang sama, sudah jelas mereka bertiga akan terus menempel bagai permen karet.
"Dari mana? Lama banget keluarnya. Apa berhubungan dengan kakak ipar mu itu?" Ibra memberondong pertanyaan pada Gia.
"Ya begitulah, hampir saja itu orang jadi kuda orang lain. Memberikan keuntungan yang jauh dari kata standar." katanya masih dengan nada jengkel.
"Begitulah dunia bisnis. Oh iya, kelas seni rupa akan segera mulai. Apa kau sudah mempersiapkan segalanya?" tanya Ibra mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, oh iya. Entar malem club yuk," ajak Gia yang tadi mendapat beberapa komisi dari abang iparnya.
“Cairan ni?” goda Nova yang sangat tahu jika pekerjaan menemani kakak ipar Gia, akan menghasilkan cuan yang lumayan.
“Lumayan lah untuk minum satu buah minuman setan.” kata Gia menepuk tas tangannya.
“Asek, minuman setan. Setan nya di bawa sekalian kagak?” tanya Nova asal.
“Bukan hanya setan, tapi jin iprit yang aku bawa. Tuh,” kali ini tawa mereka pecah saat melihat salah satu teman mereka yang mengenakan kaca mata dengan dandanan yaaaannnnggg begitulah.
Ketiganya masuk ke dalam kelas, mengikuti mata pelajaran yang di jadwalkan hari itu.
Jika di saat mereka di luar kelas terkenal urakan, pada saat di dalam kelas dan mengikuti pelajaran. Mereka bisa di bilang orang-orang yang sangat patuh, bahkan otak mereka tidak bisa di ragu kan.
Pintar, cerdas dan yang pasti mereka bertiga terkenal kritis. Dan dari sikap kritisnya mereka, tidak sedikit yang mengeluh seakan di gurui oleh muridnya.
Alasannya sih mereka cuma hanya ingin tau, dan guru itu sudah pasti belajar lebih dulu dari murid. Tetapi mereka rupa kalau guru itu sudah tidak muda lagi, sehingga daya ingat mereka sangat terbatas.