Dichotomy ( Indonesia )

Hal pertama yang masuk ke otaknya setelah tubuhnya bergerak lebih dahulu dengan refleks dan kini paru parunya terengah engah meraup oksigen semampunya adalah siapa orang orang aneh ini yang kini tengah mengejarnya dengan raut wajah yang panik? Belum sempat pertanyaannya terjawab, datang kembali kumpulan orang yang ikut mengerjarnya. Jika tadi adalah kumpulan para gadis muda, kini para pemuda tinggi besar yang berteriak padanya dan menyuruhnya berhenti. Siapa mereka berani beraninya menitahnya untuk berhenti. Kenal saja tidak, kok berani beraninya berpikir bahwa gadis ini akan menuruti perintah mereka?? Memangnya siapa yang bisa memastikan bahwa orang orang aneh tadi tak akan memperlakukannya dengan buruk?? Gadis mungil yang kisaran tingginya hanya sekitar seratus enam puluh sentimeter itu ikut ikutan panik ketika menyadari bahwa langkah kakinya yang pendek tentu saja akan mudah disusul para pemuda tadi yang tungkainya jauh lebih jenjang darinya, meskipun ia berlari dengan sekuat tenaga sekalipun. Juga, sepertinya tubuhnya memang tidak terbiasa dengan hal melelahkan seperti ini, karena hanya dalam jarak beberapa meter, ia sudah merasakan dadanya seakan terbakar dan sesak luar biasanya hanya karena lari dalam kurun waktu kurang dari sepuluh menit. Ingatkan gadis itu untuk melatih tubuhnya suatu hari nanti, jika ia selamat dari kejar kejaran menakutkan ini. “TUAN PUTRI IRENE!!” Yang diteriaki seperti itu ikut histeris karena semakin ketakutan, namun juga bingung karena.. Irene?? Namanya Irene?? Atau itu nama orang lain?? Tapi tidak ada siapapun selain dirinya yang sedang dikejar gerombolan orang asing itu. Tahu bahwa dirinya tak akan selamat jika hanya mengandalkan kecepatan dan kaki pendeknya, yang dikejar berkelit dengan cara berbelok tiba tiba dan langsung bersembunyi di samping kotak kayu berisikan botol bekas dan menutupi dirinya dengan kain. Persetan dengan bau khas dapur basah. Yang terpenting sekarang, ia harus bisa sembunyi, kemudian beranjak keluar dan menyelamatkan diri dari tempat aneh itu. Mengumpat beberapa kali ketika mendengar derap langkah kaki dan suara suara yang memanggil nama asing semakin mendekat ke posisinya. Rasa takut semakin menjalar ke sekujur tubuh ketika menyadari bahwa jantungnya berdetak sangat kencang sampai sampai si gadis takut bahwa suara jantungnya akan membesar dan membuat persembunyiannya diketahui. Namun, untung saja tidak. Selama beberapa menit bersembunyi bersama kotak sampah kering yang sudah kosong, ia semakin merasakan hawa hawa manusia semakin menjauh dari tempatnya kini. Ia menghela nafas dengan berat namun sedikit tercekat, menghembuskan nafasnya takut takut kemudian memantapkan diri untuk keluar dari sana sembari berjingkat kecil. Berkomat kamit dengan harapan semoga saja tidak ada yang menyadari keberadaannya sekarang. Gadis itu berjalan menyusuri dinding, mencoba membiasakan tubuhnya berjingkat dan berjalan dibawah apapun yang setidaknya memiliki bayangan, dan berbentuk besar, dengan harapan mungkin saja akan melindunginya dari banyak pasang mata yang diam diam mengetahui keberadaannya. Tapi, ketika pandangannya jatuh pada titik tepat di hadapan matanya, ia mematung. Binar matanya semakin mengkilat ketika menyadari bahwa pemandangan indah di hadapannya ini semakin indah ketika dipantuli sinar matahari yang berwarna keemasan karena sekarang memang sudah petang. Kesan pertama yang langsung ia dapatkan adalah seberapa nyaman rumput yang nampak empuk disana jika ia pakai berbaring untuk sekedar membaca buku atau bermain dengan kucing? Sebuah taman besar yang rapih dan dipenuhi bunga bunga cantik ini seakan menghipnotisnya untuk beranjak kesana, menginjakkan kaki telanjangnya untuk merasakan tekstur dari rumput yang tidak nampak kering namun tak basah. Tanpa sadar, tangannya mengepal dan ia sedikit melompat kecil dengan senyum yang muncul di bibir tipisnya. Mendesah lega ketika akhirnya tersampai harapan kecilnya mengenai bermain main dengan rumput yang kini sudah ia jejak. Mengangkat kepalanya- karena sedari tadi sibuk memperhatikan rumput dan bunga- ia semakin terkejut ketika tubuhnya ia bawa berputar agar pandangannya dapat mengelilingi lingkungan asing yang luar biasa indah ini. Tak jauh dari sana, matanya mendapati sebuah gedung besar dan megah mirip sebuah istana yang dilapisi warna warna cool tone dan menyenangkan hati. Pun ada gazebo di sekitar taman itu lengkap dengan kolam ikan mini yang sangat jernih membuatnya merasa bahwa tempat ini akan sangat nyaman untuk ia tempati, jika tak mengingat bahwa dirinya kini bak buronan yang tengah dikejar para penawan. Ketika alam bawah sadarnya kembali menyadari bahwa ia sedang dalam situasi tak biasa, kini perempuan mungil itu sedikit berlari kecil untuk menemukan jalan keluar dari wilayah cantik namun menyeramkan ini. Namun sialnya, beberapa dari penjaga tadi kini berada di hadapannya- dengan wajah lega campur panik, mereka kembali melarikan tungkainya, bahkan sebelum orang yang dikejar sempat untuk panik. “KALIAN SIAPA!!!!” pekik si gadis ketakutan saat realitanya kembali menyadari bahwa ia tak dapat kabur dari mereka. Tangannya yang sedari tadi masih menggenggam botol kosong dari kotak sampah tadi terjulur dengan maksud sebagai senjata ala ala agar orang orang dihadapannya tak ada yang berani mendekatinya. “Mohon ampun kami, tuan putri” ujar mereka kini dengan serempak berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepalanya. “maafkan kami bersikap lancang, tapi tuan putri harus kembali kedalam karena kondisi tuan puteri belum pulih” “Siapa yang kau maksud tuan putri dan kenapa AKU BISA BERADA DI SINI!!” memecahkan botol kaca yang sedari tadi dibawahnya, membuat beberapa keping tak kasat mata berhamburan dan memenuhi punggung kaki telanjangnya. “mundur atau akan ada yang terluka disini” “Kau adalah tuan putri!!”