Part 30 Pertanyaan Marina

1082 Words
Part 30 Pertanyaan Marina "Bu?" Tiba-tiba Marina bertanya padaku. Aku terperanjak kaget dan melihat ke arah Marina. "Ibu lagi mikirin apa?" Marina tiba-tiba bertanya padaku, "ayo dimakan Bu keburu dingin nanti," tambah Marina padaku. "Iya Mar," jawabku. Aku langsung membaca doa dan menyendok makanan yang ada di depanku. Kelihatannya sangat menggugah selera tapi aku sama sekali tidak ada nafsu makan karena takut jika Marina memasukkan sesuatu ke dalamnya. Tapi harus tetap aku makan karena di depan Rifal. Semua sudah selesai makan, dan Putri pun langsung berdiri untuk membawa piring-piring kotor ke dalam dapur. Dan aku juga melihat pemandangan yang tak seperti biasanya, Marina ikut berdiri dan membantu Putri membawa piring-piring itu. "Sebentar ya Mas, aku mau bantuin Putri bersih-bersih dulu!" Marina mengelus pundak Rifal sambil tersenyum. "Iya sayang," jawab Rifal sambil memberi balasan dengan memegang tangan Marina yang ada di pundak dan mengelusnya lembut. Aku terdiam tidak bicara sekata pun. Marina dan Putri membereskan semua piring-piring yang ada di atas meja makan. "Ibu tadi kenapa? Apa Ibu ada masalah?" Rifal tiba-tiba bertanya padaku sambil mengupas buah apel yang memang ada di atas meja sebagai cuci mulut. Aku melihat ke arah depan dan mengambil buah jeruk, "tidak kok Fal," tambahku sambil mengupas kulit jeruk itu. "Ibu yakin? Kelihatannya Ibu lagi banyak pikiran," jawab Rifal sambil memotong kecil-kecil buah apel tersebut dan menaruhnya ke dalam mangkuk yang disediakan. "Iya Fal, Ibu cuman memikirkan bagaimana nasib kolam pemancingan kita nanti?" Aku menjelaskan tapi berbohong pada Rifal. "Memangnya kenapa Bu?" Rifal terlihat bingung dengan ucapanku, sambil memasukkan buah apel yang sudah dipotong-potong ke dalam mulut. "Kan kamu sakit, Ibu juga sakit. Lalu siapa yang akan urus kolam pemancingan kita?" Aku menjelaskan pada Rifal dengan wajah lesu sambil mengupas kulit jeruk yang aku ambil tadi. "Iya Bu, maafkan Rifal. Rifal hanya bisa menyusahkan Ibu sekarang," jawab Rifal dengan mata terlihat berbinar-binar. "Iya Fal, itu sudah kehendak Tuhan Yang Maha Esa, jadi kita syukuri saja," jawabku sambil memberikan senyuman agar Rifal kembali bersemangat. "Iya Bu. Bagaimana kalau Marina saja yang urus kolam itu?" ucap Rifal padaku. Aku menghentikan kegiatanku mengupas jeruk dan melihat pada Rifal. "Kamu yakin Fal?" Aku kaget dengan ucapan Rifal dan kembali meyakinkan Rifal. "Tentu saja Bu," jawab Rifal enteng sambil mengangkat pundaknya ke atas. "Aku harus bisa mencari orang lain agar semua oekerjaan tidak dialihkan ke tangan Marina, bisa kacau semua!" batinku dalam hati. Aku dibuat pusing dengan ucapan Rifal. "Memangnya kenapa Bu?" Rifal membuyarkan lamunanku, aku kaget, "Marina kan belum pernah mengurus kolam pemancingan itu, apa dia bisa nanti?" Aku menjawab Rifal sambil memakan buah jeruk yang sudah ku kupas tadi. "Rifal yakin Marina bisa Bu. Kan nanti ada Rifal yang bisa membantu Marina meskipun tidak sepenuhnya," jawab Rifal enteng sekali. "Apa tidak diberikan ke orang lain saja Fal?" Aku bertanya lagi pada Rifal untuk meyakinkan Rifal. Tidak mungkin rasanya kalau aku harus mengatakan yang sebenarnya pada Rifal, yang ada nanti dia akan drop lagi kondisinya karena baru tadi pagi dia pulang dari rumah sakit. "Lalu kita berikan kepada siapa Bu kalau bukan Marina?" Rifal menghentikan kegiatan makan buahnya dan melihat ke arahku serius. "Kita berikan saja pada Pak Parno. Diakan sudah lama ikut kerja sama kita, dia juga tanggung jawab sekali pada pekerjaannya, dan dia juga sudah tahu semua keperluan yang dibutuhkan di kolam pemancingan, apa kamu setuju Fal?" Aku berganti melihat kearah Rifal dan menatapnya dengan tajam dan penuh. "Hmm, aku pikir kita berikan saja kepada Marina Bu, bagaimanapun juga dia adalah istri Rifal jadi dia berhak menggantikan posisiku di kolam itu selama aku sakit," iawab Rifal dengan sedikit menaikkan nada bicaranya. Aku kaget karena tidak biasanya dia berbicara padaku dengan nada tinggi seperti ini apalagi tepat di depan wajahku. Hatiku sangat teriris dan sakit rasanya, "yasudah kalau itu memang maumu, tapi kalo ada apa-apa nantinya kamu tanggung sendiri akibatnya, dan Ibu tidak mau tau itu!" Aku tidak membalas dengan nada bicara tinggi, melainkan aku membalas ucapan Rifal dengan nada seperti biasanya. Dalam hatiku sangat sakit, dan rasanya aku ingin teriak dan menangis sekeras mungkin. "Baik Bu, Rifal akan tanggung akibatnya sendiri," jawab Rifal sambil melanjutkan makan buah apelnya tanpa melihat kearahku. "Kamu sudah berhasil mengambil alih hati anakku Marina, tapi kamu tidak akan menang melawanku. Lihat saja apa yang akan aku lakukan nanti, itu akan lebih kejam dari yang kau lakukan pada keluargaku," batinku dalam hati, "Ibu ke kamar dulu," sautku. Aku melihat ke arah Rifal dengan air mata yang sudah bercucuran keluar di ujung kedua mata. Dia sama sekali tidak mendengarkan ucapanku. Dia memilih untuk melanjutkan makannya, dan aku langsung berjalan menuju kamar. Di sepanjang jalan menuju kamar, air mataku tak ada henti-hentinya keluar dari sudut mata, hatiku benar-benar sakit rasanya karena ucapan Rifal di meja makan. Aku benar-benar tidak menyangka, kalau dia akan setega itu padaku dia akan sekeras itu padaku. Aku merasa sangat pusing dan pandanganku sudah mulai kabur, aku terasa seperti melayang. Dan brukk aku jatuh terkapar dilantai. Entah siapa yang akan membantuku sadar dan membawaku ke dalam kamar. Aku tersadar dan aku ternyata sudah ada di dalamar kamarku. Aku celingukan mencari siapa yang sudah membawaku ke dalam kamar. "Sudah sadar?" Aku langsung menoleh ke arah sumber suara itu. Dan ternyata itu adalah suara Marina. "Apa dia yang membawaku masuk ke dalam kamar?" Batinku dalam hati. Ah rasanya tidak mungkin. "Kamu yang bawa Ibu ke kamar Mar?" Dan ternyata itu adalah Marina. "Ita, memang kenapa? Nih minum dulu," jawab Marina sambil berjalan kearahku dan memberiku segelas air putih. Aku menerima segelas air putih itu, dan meminumnya tanpa berpikir panjang lagi. "Putri kemana?" Aku menanyakan dimana Putri berada sekarang. "Dia masih di dapur, kenapa bisa pingsan? Pasti sakit hati kan sama ucapana anak tersayangmu tadi?" Marina menatap sinis kearahku sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. "Kamu dengar semuanya tadi Mar?" Aku balik bertanya pada Marina. "Iya lah aku denger, aku aja nguping pembicaraan kalian dari balik tirai dapur, hahaha," ucap Marina sambil tertawa bahagia. Tentu saja siapa yang tidak bahagia jika diberi tugas sebagai atasan, apalagi dia memang mengincar harta kekayaan Rifal. "Kamu memang menantu tidak tahu diuntung Marina!" Emosiku sudah meluap sehingga kutumpahkan semua keoada Marina. Aku berbicara dejgan teriak. "Tentu dong, haha," jawab Marina sambil tertawa atas kemenangannya, "jangan berani membentakku, atau aku akan membunuhmu," ucap Marina sambil memegang erat daguku, rasanya sakit sekali. "Lepaskan Marina!" Aku berusaha memlepaskan cengkraman tangan Marina di daguku. Tapi sangat sulit. "Kamu tidak akan pernah lepas dari cengkraman tanganku Ibu mertuaku," ucap Marina sambil melotot di depan wajahku. Dan tangannya masih mencengkram daguku. "Ibu." Tiba-tiba suara Rifal memanggilku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD