BAB 24

2457 Words
Pangeran Mahkota Ivander de Bloich, berpenampilan luar biasa tampan seperti kabar yang beredar. Memiliki rambut hitam kelam yang acak-acakan, sepasang mata semerah darah, kulit putih sebersih salju, dan postur tubuh sangat ideal baginya yang masih berumur 11 tahun. Fisik yang sangat tampan dan aura penuh kharisma yang tidak perlu diragukan lagi menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Pangeran Mahkota. Lizzy sudah banyak mendengar detailnya dari Hera. Betapa tampannya, betapa jeniusnya, betapa berkompetennya, dan betapa buruk karakternya. Ya. Satu-satunya kekurangan Ian adalah karakter buruknya. Laki-laki itu terkenal sangat dingin dan perfeksionis. Dia tidak suka didekati dan mendekati siapapun yang baginya tidak memberi timbal balik menguntungkan. Ian lebih suka mengurus seluruh tugasnya hingga tuntas, tidak mau ada cela, tidak peduli hal itu merepotkan seluruh instansi kerajaan. Ian juga tidak ragu-ragu untuk menghabisi orang-orang yang bermasalah bagi kerajaan, persis sang Raja. Dan yang paling utama, Ian benci perempuan. Tidak perlu heran lagi. Pertemuan pertama, dia menyiksaku dengan membiarkanku membungkuk terlalu lama, rutuk Lizzy, menahan diri untuk tidak mengembuskan napas berat sebab dia melangkah tepat di belakang Ian. Lizzy cukup tidak bisa memercayai apa yang sedang terjadi. Dirinya melangkah di belakang Ian. Sosok Pangeran Mahkota itu berada di hadapannya. Setelah sekian lama Lizzy hanya berandai-andai membayangkan, kini figurnya berada tepat di depan matanya. Memang jauh dari ekspektasi Lizzy yang membayangkan pangeran baik hati, tapi tetap saja, Ian melebihi ekspektasi Lizzy terkait ketampanannya. Ini tidak seperti Lizzy langsung jatuh hati hanya karena ketampanan Ian. Lizzy hanya menyayangkannya. Ian sangat tampan, namun karakternya sangat buruk. Jika saja Ian tidak berkarakter seperti itu, sudah dipastikan Lizzy jatuh dalam pesonanya. Tunggu, pangeran baik hati dan tampan? Bukankah itu Pangeran Noah? batin Lizzy sambil mengerjapkan mata, baru tersadar. Benar, Hera pernah menceritakannya. Pangeran Noah berbanding terbalik dari Pangeran Ivander.  Dia sangat tampan, baik, dan tidak kalah jenius. Aku belum bertemu dengannya hari ini. Hera sudah menceritakan beberapa hal tentang Pangeran Noah. Seorang pangeran kedua yang berusia dua tahun lebih muda dari Ian. Informasi tentangnya sangat sedikit berikut karena hanya sedikit pula orang-orang yang pernah melihatnya. Bukan, Noah bukan seorang tahanan. Dia hanya ditempatkan jauh di Sapphire Palace sejak dilahirkan. Tidak ada yang tahu alasan di baliknya, untuk sekarang orang-orang hanya bisa berasumsi macam-macam. Namun setidaknya, Hera sedikit tahu bagaimana rupa dan sifat Noah. Kurang lebih Noah mirip Ian, hanya saja rambutnya berwarna perak dan tertata rapi. Matanya berwarna abu-abu. Kulitnya putih seperti Ian. Lengkap dengan sifat yang berbeda terbalik. Noah adalah kebalikan dari Ian. Bahkan penampilan fisik mereka seolah menggambarkan Yin dan Yang. “Sepanjang sejarah keluarga kerajaan, Pangeran Ivander dan Pangeran Noah adalah satu-satunya keturunan yang memiliki penampilan fisik sangat berbeda dan langka. Nona pun bisa memahaminya, tidak ada manusia yang memiliki mata merah dan mata abu-abu. Dan tidak ada pula manusia yang terlahir dengan rambut perak. “Fisik semacam itu hanya terjadi dengan presentase nol koma satu persen di dunia. Awalnya banyak yang mengaguminya karena sebuah kelangkaan dan mereka sungguh indah. Namun kemudian mulai muncul beragam asumsi dan rumor tentang kedua pangeran. Bahkan gereja St. Church pernah menyuarakan pendapatnya bahwa kelahiran kedua pangeran merupakan pertanda awal sebuah bencana.” Saat itu Lizzy masih polos, terheran, “Bencana? Bagaimana bisa? Mereka lahir dengan bentuk fisik yang berbeda dan langka, lantas apa hubungannya dengan bencana?” “Entahlah, nona. Benar mereka sangat indah dan istimewa selayaknya keluarga kerajaan pada umumnya. Namun pendapat gereja mulai mengarah pada perang saudara, bagi asumsi orang-orang. Gereja hanya berpendapat sejauh terjadinya bencana, mereka tidak menjelaskan apa maksudnya. Lantas, orang-orang menduga yang dimaksud adalah perang saudara.” Itu merupakan informasi mengerikan yang Lizzy ketahui tentang keluarga kerajaan. Mau dipikirkan bagaimana pun, hal semacam itu tidak mungkin terjadi. Raja sudah memilih penerus tahta, Pangeran Ivander. Pangeran Noah tidak pernah muncul ke publik karena menempati Sapphire Palace. Dan sejauh ini tidak ada hal signifikan yang terjadi. Perang saudara tidak mungkin terjadi. “Pangeran Mahkota Ivander dan Nona Elizabeth datang menghadap!” Ya, tidak akan mungkin terjadi. “Oh, lihatlah sepasang cilik ini. Arthur, bukankah mereka terlihat sangat serasi?” celetuk Marquis sesaat setelah pintu ruang pertemuan dibuka. Membuat Ian dan Lizzy mengernyit tidak suka. “Masuklah, anak-anak. Kalian cukup lama. Di mana kalian bertemu, jika orang tua ini boleh tahu, hm?” Elizabeth membungkuk hormat sebelum menjawab, “Kami bertemu di taman bunga Istana Ratu, Yang Mulia.” “Kau sudah melihat taman itu? Bagaimana menurutmu?” tanya Victorique tampak senang. “Sangat indah dan menakjubkan. Saya bisa membayangkan rupa asli taman bunga saat berada di luar musim dingin. Terima kasih, sebuah kehormatan bagi saya untuk bisa memasuki taman favorit Anda, Yang Mulia.”   “Ya, dan kuharap tidak ada yang mengizinkannya pergi ke sana lagi,” cetus Ian dingin membuat Marquis dan Victorique bingung. “Apa masalahnya? Sebentar lagi dia akan menjadi tunanganmu, calon Putri Mahkota. Sudah jelas dia punya hak untuk memasuki taman itu,” sahut Marquis santai dan ketika Ian hendak protes, Marquis bersuara kembali, menyela, “nah, kau tidak perlu mengajakku berdebat. Cepat kemari, duduk.”  Lizzy bisa mendengar umpatan kasar keluar perlahan dari bibir Ian. Dia jadi kembali bergidik mengingat betapa menakutkannya Ian kala di taman sebelumnya. Tidak perlu heran, Lizzy. Tidak perlu heran. Satu set sofa terdiri atas satu meja, dua sofa panjang saling berhadapan, dan dua sofa kecil ditempatkan di dua ujung meja. Ian dan Lizzy menempati masing-masing sofa kecil, Arthur duduk berhadapan dengan Marquis dan Victorique. Oh? Rambut perak dan mata abu-abu? Pangeran Noah? batin Lizzy terkejut melihat seorang laki-laki kecil duduk di samping Victorique. Orang baru yang sebelumnya tidak ada saat Lizzy pergi berkeliling istana. Wah, dia sangat tampan. Dia tersenyum? Astaga, rumornya benar. Lizzy segera mengerjap kala suara Marquis menginterupsi, “Kuperkenalkan padamu, Elizabeth. Dia putra keduaku, Noah de Bloich. Sebelumnya tidak hadir karena perlu menyiapkan diri usai menjalani kelasnya.” Lizzy tersenyum, lantas membungkuk ke arah Noah. “Salam untuk Sang Matahari Kerajaan Ophelia, Yang Mulia Pangeran Noah. Nama saya Elizabeth de Gilbert. Sebuah kehormatan bagi saya untuk bertemu Anda.” “Hai, aku Noah de Bloich, kau bisa memanggilku Noah. Senang bertemu denganmu, kau bisa berdiri,” balas Noah lengkap dengan senyum rupawannya membuat Lizzy kembali mengerjap kagum melihat mata abu-abunya. Marquis menyeringai kecil. “Baik, tanpa perlu berbasa-basi lagi, mari kita mulai diskusi ini.” “Aku mengajukan tanggal 1 Februari 1921,” sahut Arthur benar-benar tanpa basa-basi membuat Marquis melirik cukup sinis. “Tahun depan?” balas Marquis memberi penolakan secara tersirat. Alis Arthur naik sebelah, menatap Marquis sambil menggenggam cangkir teh. “Apa? Masalah bagimu?” “Perdengarkan alasanmu. Kau tidak perlu terlalu agresif padaku.” Tidak, jelas-jelas Anda sangat terganggu dengan tanggal yang diajukan Kak Arthur, batin Lizzy, berusaha mempertahankan wajah formalnya. “Lizzy perlu memasuki kehidupan sosial bangsawan sebelum pertunangan. Kau pun tahu selama ini dia tidak pernah keluar kediaman. Ini merupakan pengalaman pertamanya pergi ke luar,” ujar Arthur sebelum menyesap teh, lantas melanjutkan. “Para bangsawan perlu mengetahui Lizzy sebelum dia dipertunangkan dan diumumkan sebagai tunangan pangeran secara resmi. Demi menghindari munculnya rumor dari orang-orang tidak berotak.” Lizzy? Nama kecilnya? batin Ian selama mengamati Arthur dengan seksama. Dia memang Anjing Penjaga Kerajaan, anjing ayahku. Tapi dia bermata dua, dia tidak akan segan melawan majikannya dan punya prinsipnya sendiri. Seperti yang kuduga, dia tidak akan mudah kuhadapi.   Marquis manggut-manggut. “Masuk akal, aku mengerti. Hal-hal semacam itu memang perlu dihindari.” “Aku setuju dengan Arthur. 1 Februari bukan tanggal yang buruk,” celetuk Victorique setuju. Bibir Marquis sedikit mengerucut. “Bisakah dipercepat? Aku ingin dilaksanakan di tanggal 31 Desember.” “Kenapa terburu-buru? Lizzy perlu beradaptasi dengan kita sebelum bertunangan dengan Ian,” tanya Victorique sedikit bingung, lalu menoleh ke Ian, “bukankah begitu, Ian?” Lizzy yang hendak meraih cangkir teh, spontan terkesiap kaget melihat Victorique menarik Ian untuk menyuarakan pendapat tentangnya. Mata biru berlian Lizzy sedikit melirik Ian yang duduk berhadapan dengannya sebelum berpaling, menyelesaikan niatnya untuk mengambil cangkir. Setenang mungkin Lizzy menggenggam cangkir, menunggu respon Ian.   Meski, ya, Lizzy tidak berharap banyak. Mengingat betapa buruknya pertemuan pertama mereka, Ian tidak akan berubah baik dalam sekejap.   “Ya, ibu benar,” sahut Ian datar membuat Lizzy tersenyum sedikit canggung, sudah menduga. “Tetap saja, 1 Februari itu terlalu lama,” keluh Marquis mulai cerewet membuat keluarganya menghela napas pelan. “Bukankah tidak butuh waktu lama bagi Elizabeth untuk beradaptasi? Maksudku, lihatlah betapa elegan dan tingkat etikanya hari ini yang sempurna, tepat di hari pertama dia keluar dari kediamannya. Lantas, mudah juga baginya untuk memasuki kehidupan sosial bangsawan.” Arthur mendengus cukup kasar. “Siapa kau seolah mengenal adikku?”   “Aku tidak butuh waktu lama untuk mengenal adikmu. Dalam satu tatap aku dapat mengenalinya dengan baik,” balas Marquis mulai sombong, “bukankah kau yang tampak tidak mengenali adikmu dengan baik? Kau berpikir dia perlu waktu selama itu.” “Satu bulan bukan waktu yang lama,” tandas Arthur tegas. “Kau benar-benar sangat terburu-buru dalam hal ini, Raja Bodoh. Bukankah seharusnya kau lebih mendengarkan pendapat Ivander dan Lizzy terlebih dahulu? Yang akan bertunangan bukan kau.” Marquis menyeringai, menoleh ke Lizzy. “Bagaimana menurutmu, Elizabeth?” “Saya setuju dengan Kak Arthur, saya perlu memasuki kehidupan sosial bangsawan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu,” jawab Lizzy setenang mungkin, diam-diam menahan sensasi dingin datang dari arah kakaknya. Tiba-tiba saja Marquis memasang wajah memelas membuat Lizzy mengerjap kaget sejenak. “Benarkah? Kau tidak perlu menahan diri, Nak. Jujurlah pada hatimu.” A—Apa maksud Anda? Ini ancaman terselubung?! batin Lizzy menjerit seiring merasakan hawa dingin itu memancar kuat. Lizzy melirik Arthur yang meliriknya dingin, lalu kembali menatap wajah memelas Marquis. Apa-apaan ini?! “Marquis, menghasut bukan cara yang baik, kau tahu itu, bukan?” cetus Arthur menginterupsi Marquis membuat sang Raja meliriknya tajam. “Menghasut? Aku tidak seperti itu. Aku hanya meyakinkan Elizabeth,” sangkal Marquis jelas-jelas berbohong. “Jangan membual, jelas-jelas kau menghasutnya.” “Arthuria, aku sangat bisa menghukummu karena tindak kelancangan terhadap Raja.” Arthur menyeringai lebar. “Lakukan saja. Aku bisa meledakkan Ophele dalam sekejap, melebihi kekacauan Perang Kudeta Alfredo Weasley.” Lizzy mengerjap panik. “Kakak, jangan bersikap seperti—“ “Sebelumnya aku bertanya-tanya mengapa sifatmu sangat menjengkelkan. Kau dibesarkan oleh Eugene untuk menjadi musuhku, bukan aliansiku, benar begitu, huh? Bahkan dalam perkara semacam ini pun kau tidak berhenti berselisih denganku.” “Ya, benar sekali. Aku cukup terkejut kau baru menyadarinya sekarang.” Marquis mendengus kesal. “Sudah kuduga, satu-satunya cara agar hidupku damai adalah dengan membunuhmu.” Arthur menyesap teh. “Lakukan jika kau bisa, pria tua. Dengan begitu kau akan berhadapan dengan Alice, untuk informasi, kau tidak akan betah berurusan dengannya. Dia lebih tidak segan untuk menghancurkan Ophele jika satu kali saja kau membuatnya marah.” Benar juga, keluarga Gilbert tidak hadir dengan anggota lengkap. Alicia dan Theodoric. Kudengar mereka sama gilanya dengan Arthuria, batin Ian sambil melahap sandwich buatan Johan sebelumnya. Memilih menyimak dibanding terjun ke dalam perdebatan tidak berguna tersebut. “Alice menjadi pihak yang paling tidak menyetujui pertunangan ini, kau ingat, bukan? Dia akan langsung menghancurkan Ophele jika kalian menyinggung Lizzy. Aku sangat yakin pertunangan ini tidak akan bertahan lama karena keburukan etika Ivander.” Alis Ian langsung menukik tajam mendengar sindiran Arthur. Lantas mata merahnya melirik sangat tajam kepada Arthur. “Apa maksudmu?” sahutnya dingin. Arthur melirik Ian dingin. “Kau tidak tahu? Bukankah seharusnya ini mudah bagimu untuk menyadarinya?” Lizzy sungguh panik melihat kakaknya beradu argumen dengan dua tokoh penting kerajaan. Seolah tidak cukup dengan Marquis, Arthur ikut menyinggung Ian. Jika ini terus berlanjut, lama-kelamaan seluruh anggota keluarga kerajaan disinggung oleh Arthur! “Keterlambatanku sepenuhnya kesalahan ayahku yang tidak mengatasi masalah kerajaan terlebih dahulu sebelum pertemuan ini,” balas Ian membela diri dengan menjadikan Marquis kambing hitam membuat sang ayah tersulut emosi. “Marquis, tidak. Jangan lakukan—“ tegur Victorique memperingatkan, namun terlambat, Marquis terbakar amarah. “Bisa-bisanya kau menjadikanku kambing hitam. Aku sudah mengatakan padamu masalah kecil itu bisa diurus belakangan. Kau yang tidak bisa memilah tingkat prioritas,” hujat Marquis tidak terima kepada putranya. Ian mendengus kasar. “Oh, tidak bisa memilah tingkat prioritas? Bukankah itu kau, Raja Pintar? Masalah itu sudah menjadi tugasmu sejak seminggu lalu, tapi kau tidak segera membereskannya.” “Siapa kau berhak menilai tingkat prioritasku? Menjadi Pangeran Mahkota membuatmu merasa sangat berpengalaman, huh? Kau bahkan hanya mengurus masalah perpajakan dan biaya rekonstruksi jalanan, tapi memakan waktu sangat lama. Tidak bisa langsung menyelesaikannya dengan cepat, huh, Pangeran Perfeksionis?” Arthur mengangguk kecil. “Sudah kuduga dia menjadi tidak tahu diri hanya karena memiliki gelar Pangeran Mahkota.” “Hei, siapa kau berhak menghinaku?” sahut Ian mulai tersulut emosi. “Aku punya hak untuk menghina siapa pun,” balas Arthur menyeringai lebar. “Diam di situ, Grand Duke Bodoh. Aku akan—“ “TANGGAL PERTUNANGAN DITETAPKAN 1 JANUARI 1921!” bentak Victorique sangat lantang tepat saat Marquis hendak bangkit untuk berkelahi dengan Arthur. Sukses mengejutkan seisi ruangan. Mereka melongo kaku melihat wajah emosi Victorique yang mengerikan. “Kalian dengar itu? 1 Januari 1921!” ulangnya lagi. Astaga, aku hampir menjatuhkan cangkirku, tangis Lizzy dalam hati, benar-benar bersyukur dia bisa mempertahankan cangkirnya ketika sang Ratu tiba-tiba berteriak. Noah mengelus lembut pundak Victorique, tersenyum. “Baik, baik, tenangkan dirimu, ibu.” ujarnya pelan. Marquis berdehem, melipat tangan. “Jika itu yang istriku minta, aku tidak masalah.” “Ya,” timpal Arthur seraya memejamkan mata dan melipat kaki. “Bagaimana Elizabeth—atau harus kupanggil Lizzy mulai sekarang—kau setuju?” tanya Victorique kembali ke sikap anggunnya ketika menolehkan kepala ke Lizzy. “Em…,” gumam Lizzy menimang. Tidak masalah untukku, kakak juga menyetujuinya. Tapi, bagaimana dengan pangeran? Sudah jelas dia akan menolak dan ingin lebih diperpanjang lagi tanggalnya, bukan? “Ada apa? Kau tidak setuju?” tanya Victorique kala menemukan keraguan di wajah Lizzy. Dia menoleh ke Ian, “Kau sendiri bagaimana, Ian?” Ian? Nama kecil pangeran? batin Lizzy cukup terkejut. Bola matanya ikut mengarah pada Ian. Siku kanan Ian bersandar ke sofa, rahangnya bersandar pada tangan kanannya. Mata merahnya secara kasual membalas tatapan mata biru berlian Lizzy. “Aku tidak masalah dengan tanggal apa pun.” jawabnya. Lizzy langsung mengerjap. Eh? “Benarkah? Kau tidak memiliki masalah?” tanya Victorique. “Ya, terserah saja. Aku tidak akan komplain.” Lizzy langsung mengusap keningnya menggunakan saputangan biru muda miliknya. Kepalanya sedikit menggeleng untuk menyingkirkan pikiran super percaya dirinya karena tanggapan sederhana Ian. Ian mengikuti keputusan Lizzy. Mana mungkin seperti itu! Dia hanya ingin pertemuan ini segera selesai! jerit Lizzy menolak mentah-mentah asumsinya. Ketika Lizzy menyeka keningnya, matanya menangkap tatapan aneh Ian. Tatapan itu tidak terbaca, namun menghunus tepat padanya, entah atas dasar apa. Penampilan Lizzy baik-baik saja, tidak ada yang aneh. Lizzy hanya menyeka keningnya yang sedikit basah karena keringat dingin. Mungkin Ian menunggu keputusan Lizzy? “Saya tidak masalah dengan tanggal pilihan Yang Mulia Ratu,” ujar Lizzy setelah selesai menyeka kening dan memasukkan saputangannya ke dalam saku gaun. Victorique tersenyum lebar. “Baiklah, dengan begitu sudah diputuskan, tanggal pertunangan jatuh pada tanggal 1 Januari 1921. Kuharap tidak ada masalah dan kendala yang akan terjadi. Dan Lizzy, mulai sekarang kau tidak perlu formal, kau bisa memanggil kami ayah dan ibu.” Lizzy tersenyum canggung. “Bila memang diizinkan, dengan senang hati saya terima, Yang Mulia—“ “Ibu,” sela Victorique. Lizzy mengangguk kecil. “Ibu.” Victorique tersenyum senang bersama Noah. Sedangkan Arthur dan Marquis bertatap tajam tanpa bersuara. Sudah jelas memilih diam daripada kembali menyulut amarah Victorique yang jarang sekali muncul. Lizzy pun tersenyum menyembunyikan debar jantungnya, dengan tenang mengambil sepotong kue yang belum disentuh sama sekali. Lizzy berusaha mengalihkan mata dari tatapan Ian yang masih tertuju padanya. Tatapan yang tidak dapat Lizzy pahami maksudnya. Tanggal pertunangan telah ditentukan. TO BE CONTINUED[Komentar-komentar kalian selalu jadi moodbooster mujarab buat memicu ide bab-bab TQQ selanjutnya. I'm truly grateful, everyone :"]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD