BAB 17

1689 Words
Memasuki bulan Desember. Tahun akan segera berganti. Menutup lembar buku dan kembali membuka lembaran yang baru. Segalanya akan segera berlalu. Benar-benar cepat dan tanpa disadari sama sekali. Lizzy menjadi salah satu orang yang tidak siap melalui pergantian tahun. Lebih tepatnya lagi adalah melalui bulan Desember tahun ini. Sebentar lagi ulang tahun ketujuh Lizzy tiba. Usianya akan resmi menginjak tujuh tahun. Dengan begitu, sesaat setelahnya dia akan segera bertunangan dengan Pangeran Mahkota. Hal yang dahulu dinanti-nantikan, kini berubah menjadi mimpi buruk. Dua minggu lagi Lizzy akan menghadapi mimpi buruknya. Impian dari kebahagiaan naifnya berubah menjadi kenyataan naif dan Lizzy sama sekali belum siap. Lizzy selalu gemetar ketakutan membayangkan apa-apa yang mungkin terjadi sesaat setelah keluar dari pagar kediaman Gilbert. Sudah berulang kali Lizzy mendengar dunia luar bukan tempat yang aman. Jika saja Lizzy bisa menyuarakan ketidakbersediaannya, mungkin takdir Lizzy akan berubah. “Nona Elizabeth. Nona.” Mata biru berlian Lizzy mengerjap cepat, lamunannya buyar. Dia menoleh kepada Hera yang berdiri di sampingnya. “Huh? Ya?” “Apakah ada masalah, Nona? Anda merasa tidak enak badan?” tanya Hera khawatir. “Anda sangat diam tadi.” “Ah, tidak. Aku baik-baik saja.” Hera mengerjap pelan, meragu. “Benarkah?” Lizzy mengangguk, tangannya meraih secangkir teh hijau. “Ya, aku sangat baik-baik saja. Tampaknya tadi aku terlalu tenggelam dalam melihat taman berhubung hari ini tidak bersalju.” “Nona, tolong jangan berbohong.” Lizzy sedikit terkesiap di sela menyesap teh. Sedikit ragu-ragu ia kembali menoleh. “Apa maksudmu, Hera? Aku tidak berbohong.” Hera mengembuskan napas pelan. “Anda tidak bisa membohongi saya, Nona. Saya sudah merawat Anda sejak Anda masih bayi.” Perasaan Lizzy sedikit tercubit melihat Hera mengungkit perkara bohong-membohong. Memang benar Hera-lah yang sudah merawatnya sedari kecil. Hera tahu segala hal tentang Lizzy selayaknya seorang ibu kandung. Sebagai pelayan pribadi Lizzy, Hera menjadi satu-satunya orang terdekat dalam hidup Lizzy. Tapi, Lizzy masih mengingat ketidakjujuran Hera ketika Lizzy berusia lima tahun. Lizzy tidak pernah mengungkitnya lagi, namun melihat Hera menyenggol bohong-membohong, Lizzy tidak bisa diam begitu saja. “Tapi, kau pernah membohongiku, Hera,” tukas Lizzy bernada dingin membuat Hera terkesiap kaget. “A—Apa maksud Anda, Nona—“ Lizzy melengos pelan seraya memalingkan wajah dari Hera. Rahangnya bersandar pada tangan kanannya, sementara matanya menatap hamparan taman yang tertutup oleh salju. “Saat aku berumur lima tahun, kau pernah membohongiku. Kau tidak sepenuhnya jujur padaku.” Tentu saja Hera cukup bingung. “Apa?” “Kau ingat saat itu untuk pertama kalinya aku memintamu menjelaskan tentang keluarga kerajaan. Kau menceritakannya dan aku menjadi sangat bersemangat, tidak sabar ingin segera bertemu dengan mereka,” tutur Lizzy dengan hembusan napas berat, “lalu saat itu kau meyakinkanku dengan mengatakan Pangeran Mahkota akan menyukaiku. Itu bohong.” Tangan Hera menyatu, saling meremas penuh kegugupan. Terpergok basah. “Saya tidak sepenuhnya berbohong tentang hal itu, Nona.” “Ya, lebih tepatnya saat itu kau berharap hal itu akan terjadi. Kau tidak benar-benar yakin hal semacam itu akan terjadi karena ada beberapa hal yang kau tahu dan sembunyikan dariku.” Kepala Hera sedikit menunduk. Rautnya cukup sedih dengan bibir menipis. Gelagatnya sudah menunjukkan dia mengakui kesalahannya dan tidak menyangkal tuduhan Lizzy. Membuat Lizzy menghela napas pelan. Setelah dua tahun, Lizzy baru mengutarakan ketidaknyamanannya atas kebohongan kecil Hera. Bagaimanapun juga, Lizzy masih sedikit mengapresiasi kepedulian Hera. Dia mengerti. Hera hanya ingin Lizzy selalu bahagia. “Katakan, apa yang kau sembunyikan, Hera?” tanya Lizzy akhirnya, membuat Hera mendongak dengan mata sedikit membulat. “Aku berhak tahu. Sebentar lagi aku akan bertunangan dengannya, bukan?” “Tapi, Nona—“ Lizzy langsung menoleh, memutus ucapan Hera. “Katakan. Apa pun itu, tidak masalah bagiku.” Hera sangat memahami karakteristik Lizzy. Menjadi pelayan pribadi sekaligus pengasuhnya sejak bayi membuat Hera memiliki ikatan yang kuat dengan Lizzy. Hera sudah menganggap Lizzy seperti anaknya sendiri. Dia sangat menyayanginya hingga tidak ingin siapapun dan apapun melukai Lizzy. Namun, Hera juga tahu, Lizzy tidak akan selamanya berada di sisinya. Suatu saat Lizzy akan keluar dari pagar kediaman Gilbert. Bayi mungil yang dia besarkan itu akan menjadi Ratu Ophelia, seorang Ibu Kerajaan. Ketika saat itu tiba, Hera tidak akan bisa menjangkaunya lagi, tugas dan tanggung jawabnya pun selesai. Semua ini hanyalah tugasnya sebagai pengasuh dan pelayan pribadi. Tidak perlu terlalu mendalaminya hingga membawa perasaan pribadi. Hera tahu itu, tapi dia tidak ingin melihat Lizzy bersedih. “Pangeran Mahkota,” cicit Hera bersedia buka suara setelah lama terdiam, membuat Lizzy mengerjap memerhatikannya, “Pangeran Mahkota pernah mengutarakan pertentangannya atas pertunangan ini.” Tanpa diduga, Lizzy tersenyum tipis seolah tidak terkejut maupun terganggu. “Begitukah? Kapan?” “Saat Pangeran Mahkota berumur sembilan tahun.” “Oh? Bukankah saat itu tepat masa-masa rumor tentangnya beredar?” Hera mengangguk kecil. “Benar, Nona. Rumor Pangeran Mahkota tidak menyukai perempuan jelek muncul ketika pangeran berumur sembilan tahun. Saat itu pangeran bertugas menemani Putri Elesis dari Kerajaan Pennsylvania selama Raja Garrold dan Raja Marquis mengadakan pertemuan. Secara mengejutkan Pangeran Mahkota membuat Putri Elesis menangis karena berpendapat karangan bunga putri tidak bagus. “Dari situ, hubungan kedua kerajaan sempat terancam karena Raja Garrold cukup tersinggung melihat putrinya dibuat menangis oleh pangeran. Syukurlah, semuanya dapat teratasi dengan cepat. Lantas, beberapa hari kemudian, pangeran mengutarakan pertentangan pertunangannya dengan alasan tidak ingin berurusan lagi dengan perempuan. Baginya, perempuan itu merepotkan.” “Lalu, kenapa kau tidak mengatakannya padaku?” “Saya tidak ingin Nona bersedih karena ternyata pangeran tidak ingin bertunangan dengan Anda.”   Lizzy mendengus geli seiring senyumannya melebar. Dia kembali menyesap teh sebelum memberi tanggapan, “Aku tidak masalah, Hera. Aku sudah mengira pangeran menentangnya. Justru aneh kalau dia tidak menentang.” Mata Hera membulat kaget. “Nona, Anda—“ “Aku pun tidak menginginkan pertunangan ini.” “Anda berubah pikiran.” Lizzy melengos pelan. Wajahnya kembali mengarah pada hamparan taman. Tangannya menopang rahang. “Begitulah. Kebahagiaan naif itu sudah hancur. Saat itu, aku benar-benar kekanakan, bukan?” “Anda tidak kekanakan. Hal itu wajar terjadi.” “Jujur saja, aku sangat takut membayangkan bagaimana dunia di luar pagar,” tatapan Lizzy menyendu, “bulu kudukku selalu berdiri setiap kali waktu berjalan mendekati hari ulang tahunku. Aku sama sekali tidak siap dan tidak akan pernah siap menghadapinya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain, bukan?” Wajah Hera menyendu. “Nona, Anda akan baik-baik saja. Yang Mulia memang selalu tampak tidak memedulikan Anda dan bersikap dingin, namun sebenarnya beliau sangat menyayangi Anda.” “Begitukah? Kak Arthur menyayangiku?” “Benar, Nona. Yang Mulia sangat menyayangi Anda. Di hari pengukuhan pertunangan, Yang Mulia mengatakan dengan lantang bahwa dia lebih memedulikan Anda daripada kerajaan. Yang Mulia bersumpah tidak akan segan pada keluarga kerajaan bila mereka menyakiti Anda.” Lizzy tersenyum tipis, tampak tidak begitu terkesima. “Baguslah. Ternyata dia memang kakakku.” “Nona—“ “Hera,” Lizzy menoleh, tersenyum penuh ketulusan, “terima kasih. Aku senang Hera yang menjadi pengasuh dan pelayan pribadiku. Kau akan tetap menjadi pelayan pribadiku, Hera?” Tubuh Hera membatu di tempat dengan mata membelalak. Lidahnya terasa kelu tak mampu berkata. Benaknya langsung terlempar ke ingatan masa lalu kala dia mengantarkan Elliana menikah. “Kau akan tetap akan menjadi pelayan pribadiku, Hera?” Wajah yang sama, senyum yang sama, dan pertanyaan yang sama. Hera membungkuk dalam-dalam. Memberi hormat sekaligus menyembunyikan air mata yang siap tumpah. “Saya akan melayani Anda sampai akhir, Nona Elizabeth.” Nyonya, saya harap Anda dan Yang Mulia Grand Duke berbahagia di sana, batin Hera terisak. *** “Arthur, ini konyol.” Arthur melengos sinis. “Apa lagi masalahmu, Alice?” Alice menggeram kesal. Mata hijaunya berkilat penuh amarah pada Arthur. “Aku sudah membunuh tikus-tikus itu sesuai perintahmu. Tebak apa yang kutemui?” “Orang-orang bodoh?” sahut Arthur tidak minat membuat Alice kembali menggeram. “Bukan, i***t,” hujat Alice kasar, “ada salah satu laki-laki sialan yang berani-beraninya menghinaku! Ah! Mengingat wajah jeleknya saja membuatku muak!” Arthur manggut-manggut tidak peduli. “Oh, kau sedang jatuh cinta.” “HEI!” bentak Alice tidak terima sambil melemparkan jarum beracun, “omong kosong macam apa yang kau katakan, i***t!” Arthur menghela napas lelah, menoleh ke Alice. “Serius, berhentilah melempariku jarum. Kau pikir biaya perbaikan jendela itu murah?” Bibir Alice mengerucut sebal. “Mulai sekarang jangan memberiku tugas ke wilayah Kounat. Wilayah itu sekarang menjadi area terlarang bagiku, kau mengerti?” “Bisa-bisanya kau bertingkah sekonyol ini hanya karena laki-laki,” hujat Arthur tidak habis pikir membuat Alice langsung menatapnya tajam, “memangnya dia melakukan apa padamu, huh? Dia ingin memperkosamu?” “Kau pikir aku akan semarah ini hanya karena dia mencoba memperkosaku?” Alis Arthur naik sebelah, heran. “Lalu apa?” “Dia berkata aku perempuan mengerikan yang tidak feminin sama sekali. Perempuan sepertiku tidak akan pernah bisa menikah, katanya. Untuk ukuran laki-laki rakyat jelata, lidahnya sangat lancang!” Arthur mengerjap pelan, terheran-heran. “Huh?” “Atas dasar hak apa yang dia punya sampai berani-beraninya menghina perempuan bangsawan?! Dia hanya seorang pengembara rakyat jelata yang tidak berpendidikan dan tidak berbakat, tapi dia berani-beraninya menghinaku yang seorang bangsawan! Serius, bahkan aku tidak tahu kenapa aku perlu menerima hinaan seperti itu!” Ah, kepala Arthur pening. Seharusnya barusan dia tidak menerima kedatangan Alice. Arthur melupakan fakta bahwa terkadang Alice bisa menjadi sangat konyol dengan mengomel sepanjang hari tiap kali menerima perlakuan yang menyinggung hatinya. Tetap saja, Arthur bukan peramal yang bisa menerka apa yang akan semua orang lakukan. Beginilah hasilnya, mau tidak mau Arthur harus rela menjadi tempat pelampiasan omelan Alice. Jika saja orang tua mereka masih ada, Alice akan mengadu kepada ibu mereka, alih-alih Arthur. Ya, terkadang Arthur masih tidak terbiasa menjadi sosok yang menggantikan posisi orang tua mereka meski sudah akan menginjak tujuh tahun setelah kepergiannya. Arthur memang berkarakter penuh kuasa terhadap orang lain. Namun hanya sebatas itu. Dia masih belum bisa menempatkan diri menjadi tempat bersandar orang lain alias menjadi orang yang tidak dominan. Arthur hanya tahu bagaimana cara menguasai orang lain. Satu-satunya orang yang bisa menguasai Arthur adalah Alice, adik kembarnya. Dan Arthur benci fakta itu. “Lihat saja, suatu saat akan kubunuh laki-laki b******k itu. Akan kubuat dia menyadari betapa lemah dan tidak bergunanya—“ TOK TOK “Permisi, saya Charles, membawakan surat perintah kerajaan dan beberapa laporan terkait perusahaan.” Kedatangan Charles membuat Alice memerbaiki sikap. Gadis itu mendengus kasar, memerbaiki postur duduknya, dan mengambil secangkir teh untuk disesap untuk menenangkan diri. “Kita lanjutkan hal bodoh itu nanti,” ujar Arthur sedikit mendengus kepada Alice sebelum menyuarakan izinnya memersilahkan Charles memasuki ruangan. “Salam kepada Yang Mulia Grand Duke of Alterius.” salam Charles seraya membungkuk hormat. Punggungnya menegak, memerlihatkan setumpuk laporan dan sebuah surat di bagian teratas berkas laporan. “Ini laporan bulanan Phantom dan Gilbert Group, laporan perpajakan Alterius bulan November, dan sisanya laporan-laporan kasus di Alterius. Terakhir adalah Anda menerima surat resmi kerajaan.” Arthur melengos pelan. “Akhirnya tiba juga saatnya, huh.” “Ya, Yang Mulia,” sahut Charles ikut melengos, “waktu benar-benar berjalan dengan cepat.” Terlalu cepat hingga terasa cukup menakutkan, batin Arthur dalam diam. TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD