BAB 10

1584 Words
Kabar rencana pertunangan tidak pernah surut terhempas ombak. Selalu ada saja yang membahasnya secara menggebu-gebu seolah kabar itu baru tersebar kemarin sore. Tiap sudut istana kerajaan, tidak ada yang berhenti membicarakan dan menerka-nerka kapan rencana pertunangan itu dilaksanakan. Hal ini tentu mengganggu Ian, sang Pangeran Mahkota yang terlibat rencana pertunangan tersebut. Memang benar usia Ian masih empat tahun. Semua orang masih menganggapnya anak kecil polos hingga ada beberapa orang tidak sungkan maupun gentar berbisik-bisik tentang rencana pertunangan Ian di dekat Ian. Mayoritas lainnya memilih bungkam sejenak kala Ian berada di dekat mereka, tindakan yang diapresiasi oleh Ian. Namun tetap saja, Ian meraa tidak bisa menoleransinya lagi. Satu bulan sudah berlalu sejak rencana pertunangan Ian muncul. Ian sudah terlalu banyak bersabar membiarkan orang-orang membicarakannya tanpa henti. Kini, Ian tidak akan segan-segan. “Dengan begitu, Nona Elizabeth berada di peringkat delapan dalam strata status sosial bangsawan wanita Kerajaan Ophelia. Anda harus mengingatnya dengan baik selaku calon tunangannya sebab status dan kedudukan Nona Elizabeth benar-benar berpengaruh besar terhadap anda meski Nona Elizabeth menduduki peringkat kedelapan, Yang Mulia,” tutur Mrs. Bright selaku guru tata krama pengganti Ronald hari ini di jadwal kelas Ian. Ck, bahkan guru-guru sialan ini selalu menyebut nama bayi itu, umpat Ian dalam hati, menahan geram. “Mungkin ini sedikit terlalu cepat bagi anda untuk mengetahuinya. Ada beberapa hal yang perlu anda lakukan sebagai laki-laki terhadap Nona Elizabeth. Perlakuan-perlakuan manis akan menunjukkan seberapa tinggi tata krama dan harga diri seorang pria. Dimulai dari dasar-dasarnya seperti tidak menolak ajakan berdansa perempuan, memberikan kecupan ringan pada punggung tangan perempuan usai berdansa, membantu perempuan turun dari kereta kuda, dan hal-hal kecil lainnya.” Diam-diam Ian mengumpat dari dalam mulutnya. Tak bersuara, tak membuka bibir, umpatan demi umpatan tercipta dalam rongga mulutnya dengan mata lurus menatap Mrs. Bright menerangkan betapa pentingnya manner seorang pria terhadap perempuan. Selalu ada sial kala beruntung hinggap, pepatah omong kosong yang menjadi kenyataan dalam hidup Ian. Ian berhasil memaksa seluruh gurunya untuk langsung lompat ke materi berat, namun tidak bagi kelas tata krama.   Sungguh menjengkelkan. Meski satu bulan telah berlalu, Marquis dan Victorique belum membicarakan rencana pertunangan itu dengan Ian, sama sekali belum. Marquis selalu sibuk dengan tugasnya sebagai Raja. Sementara, walaupun setiap hari bertemu dengan Victorique, ibunda Ian itu tidak pernah membicarakannya lagi sejak terakhir kali Ian mengungkitnya tempo hari. Tak terjadi kesepakatan apa-apa antara orang tua Ian dengan Ian. Akan tetapi, semua orang berpikir pertunangan itu benar-benar akan terjadi seolah sudah terumumkan secara resmi. Sungguh menjengkelkan. Ah, banyak sekali masalah yang harus Ian hadapi di umur empat tahun begini. “Seperti tradisinya, para remaja bangsawan yang memasuki usia empat belas tahun akan merayakan hari debutnya dengan mengadakan pesta perayaan. Khusus bagi keluarga kerajaan, perayaan debutnya akan dihadiri pula oleh anak-anak bangsawan yang juga merayakan debutnya. Berbeda dari anak bangsawan biasa yang hanya dihadiri oleh tamu-tamu penting tanpa anak-anak sepantaran. Pesta ini akan menjadi pesta resmi pertama anda yang sangat penting sebagai ajang menunjukkan fondasi kesan pertama kepada seluruh bangsawan,” tutur Mrs. Bright beralih topik. Aku sudah tahu hal sepele itu, batin Ian gemas menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya. Mrs. Bright berdehem sejenak. “Di setiap hari debut anggota keluarga kerajaan, selalu memancing para bangsawan untuk mendekati keluarga kerajaan. Terutama anggota yang melalui fase debut tersebut. Selain itu, akan selalu menjadi ajang bagi para orang tua untuk menemukan pasangan yang cocok untuk putra-putri mereka. Tentu saja yang paling sering mereka incar adalah Pangeran dan Putri kerajaan. Anda akan melalui fase-fase itu, Yang Mulia. Namun, mungkin tidak akan terjadi karena anda sudah memiliki calon tunangan.” Ah, persetan dengan tata krama, Ian sudah tak dapat membendungnya lagi. “Mrs. Bright, saya menghargai jasa anda sebagai guru saya. Tapi, bisakah anda—“ “Ah, Yang Mulia! Anda tidak boleh masuk—YANG MULIA!” KLEK “Kakak!” Mrs. Bright dan Ian spontan menoleh ke pintu. Keduanya mengerjap kaget melihat figur balita berusia dua tahun berdiri di ambang pintu. Berwajah polos penuh riang dan tawa, balita itu berlari menghampiri Ian tepat ketika pelayan hendak menangkapnya. Kehadiran balita laki-laki itu tentu sedikit menginterupsi kelas Ian dan Ian bernapas lega. Telinga Ian bisa sedikit beristirahat dari mendengarkan ocehan Mrs. Bright. “Noah, apa yang kau lakukan?” tanya Ian kala balita bernama Noah itu sampai di hadapannya. Noah mengangkat kedua tangannya, tersenyum lebar. “Main! Ayo, kakak! Main!” Mrs. Bright terkekeh. “Ya ampun, betapa menggemaskannya Yang Mulia Pangeran Noah.” Ian mengembuskan napas pendek sebelum mengangkat Noah dan mendudukannya di sebelahnya. “Aku masih memiliki jadwal kelas, Noah. Lagipula, bagaimana bisa kau sampai ke area Emerald Palace?” Pelayan yang menjadi penjaga Noah langsung membungkukkan badan dalam-dalam. “Maafkan kecerobohan saya, Yang Mulia. Sebelumnya Pangeran Noah bermain di kamarnya seperti biasa. Namun, tiba-tiba Pangeran berlari keluar saat saya sedang merapikan mainannya.” Seharusnya Ian tidak perlu heran. Noah sedang dalam masa-masa sangat hiperaktif setelah mampu berlari. Saat Noah sudah mampu berjalan pun tingkah hiperaktifnya sudah muncul dengan berusaha bergerak ke seluruh sudut istana. Yang Ian sedikit bingungkan adalah Noah tiba-tiba mengajaknya bermain. Selama ini, Ian dan Noah sangat jarang bertemu. Mereka bertemu kala sarapan dan makan malam bersama Marquis dan Victorique. Tentu saja sarapan dan makan malam bersama itu sangat jarang terjadi. Bila dihitung, sejauh ini hanya terjadi delapan kali. Dengan intensitas sekecil itu, Ian cukup terkejut melihat Noah mengingatnya sebagai seorang kakak dan mengajak bermain pula. “Aku masih ada kelas. Kembalilah ke kamarmu,” ujar Ian seraya menurunkan Noah dari sofa, namun Noah memberontak sebelum kaki kecilnya menyentuh lantai, “Noah, jangan membantah.” tegur Ian dengan sedikit decakan. Noah meronta penuh keras kepala. Ia berusaha kembali menggapai sofa hingga membuat Ian mengalah dengan mengembalikannya duduk di sofa. “Aku ingin sama kakak. Bosan!” rengek Noah manja. Rengekan Noah membuat Mrs. Bright dan pelayan Noah terkesiap kaget. Mereka langsung was-was melirik Ian untuk memastikan ekspresi wajahnya. Mewanti adanya kemungkinan sifat kejam Ian meluap karena rengekan Noah.   “Yang Mulia, maafkan saya, saya akan menuntunnya kembali—“ “Noah, kau ingin bermain bersama ibu?” tawar Ian langsung memotong ucapan pelayan Noah.   Noah mengerjap polos menatap sepasang mata berpupil merah milik kakaknya. “Ibu?” “Iya, ibu. Kau sudah lama tidak bertemu ibu, bukan?” sejenak Ian melirik Mrs. Bright, mengirim sinyal meminta izin untuk keluar dari ruang belajar. Ketika Mrs. Bright mengangguk, Ian kembali bersuara kepada Noah, “bermain bersama ibu lebih menyenangkan, Noah.” Mata amber Noah melebar memancarkan antusias. “Benarkah? Lebih seru daripada bermain mobil-mobilan dan balok?” “Ya, percayalah. Aku akan mengantarkanmu menemui ibu, bila kau ingin.” Secara spontan tubuh kecil Noah melompat turun dari sofa. Hampir membuat Mrs. Bright dan pelayan Noah terkena serangan jantung. “Ayo, kakak!” seru Noah bersemangat. Dengan begitu, Ian memiliki jeda istirahat di sela-sela kelas. Untuk kali ini saja Ian bernapas lega dan mensyukurinya. Dari sekian guru yang menjadi pengajarnya, Mrs. Bright yang sangat cerewet dan kaku selama mengajar. Tingkat kecerewetan dan kekakuannya benar-benar menguji kesabaran Ian. Ian menggandeng tangan Noah menyusuri lorong demi lorong istana. Mengantarkan adiknya ke Istana Ratu yang letaknya jauh dari Emerald Palace, area utama istana kerajaan. Di belakang, ada pelayan Noah dan empat pengawal pribadi Ian, mengekor. Tak ada yang berani bersuara selain Noah. Pelayan Noah dan empat pengawal Ian sama-sama tahu apa yang akan Ian suarakan nanti, terutama pelayan Noah. Ketika berbelok di tikungan lorong, Ian menyuarakan komplainnya yang langsung membuat pelayan Noah berkeringat dingin penuh ketakutan.   “Aku sudah mengatakan padamu untuk menjauhkan Noah dari area Emerald Palace,” ujar Ian bernada dingin. “M—Maafkan kecerobohan saya, Yang Mulia. Saya benar-benar lengah—“ “Ruby Palace letaknya jauh dari Emerald Palace. Kau tidak sanggup mengejar balita dua tahun dalam jarak sejauh itu, huh? Selain ceroboh, kau tidak becus menangkap balita dua tahun.” Pelayan Noah menipiskan bibir dengan mata mengerjap cepat, ketakutan. Bibirnya pun bergetar mengeluar suara. “Saya memohon maaf dan ampunan anda, Yang Mulia.” “Bagaimana Yang Mulia? Apakah anda ingin mengganti pelayan Pangeran Noah lagi?” tawar Chester membuat pelayan Noah semakin bergetar takut. Ian menghela napas lelah. “Sudah tujuh kali aku mengganti pelayan Noah, terlalu sering. Kalau kutambah lagi, ayah akan mulai mempertanyakannya.” “Menurut saya, Raja akan memakluminya bila mengetahui alasannya. Lagipula, tujuan Yang Mulia menjauhkan Pangeran Noah dari Emerald Palace demi kebaikan Pangeran Noah juga,” ungkap Ben diikuti anggukan setuju Chloe. “Kebaikan Noah, huh,” gumam Ian dengan nada terkesan bersangsi membuat keempat pengawalnya menaikkan satu alis. “Yang Mulia melakukan hal itu agar Pangeran Noah tidak diincar oleh oknum bangsawan luar istana, bukan? Intinya, demi menghindari oknum yang ingin membuat Yang Mulia dan Pangeran Noah berseteru memperebutkan tahta kerajaan di masa depan,” ujar Dale memastikan. Ian tidak memberikan respon. Pangeran Mahkota itu menoleh ke kanan, menatap adiknya yang asyik menyanyi dan berceloteh riang. Ketika mata merah Ian menatap mata perak Noah, saat itu juga suara Victorique terngiang dalam kepalanya. Sebuah keinginan dan nasihat yang tiga kali Victorique ucapkan kepada Ian hingga tertancap kuat dalam kepala Ian. “Ian, walaupun kamu resmi ditunjuk menjadi Pangeran Mahkota, bukan berarti masalah sudah selesai. Kamu memiliki adik laki-laki. Di masa depan, oknum-oknum bangsawan akan mengincar Noah untuk dijadikan pion dalam perebutan tahta. Sekarang memang belum ada bukti apa-apa, tapi ibu yakin hal semacam itu pasti akan terjadi. Jadi, ibu harap kamu bisa menjaga Noah dari mereka.” Sekarang, Ian mulai berpikir apakah tindakannya saat ini sesuai dengan keinginan ibunya atau semata-mata karena Ian tidak ingin tahta jatuh ke tangan Noah. Entahlah. TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD