BAB 58

1820 Words
“Saya lihat Anda telah memberitahu pangeran.” Suara Charles menginterupsi Arthur yang sedang bermain catur seorang diri. Arthur tidak memberi tanggapan. Mata birunya hanya melirik Charles yang berdiri di samping sofa yang didudukinya. Lirikan yang tidak menyiratkan apa-apa, hanya sekedar curi lihat sebelum kemudian kembali berfokus ke papan catur. “Apakah Anda masih belum ingin menjenguk Nona Elizabeth?” tanya Charles kembali bersuara. Arthur mengeluarkan pion putih dari papan catur usai menyerangnya menggunakan benteng hitam. “Aku akan menjenguknya.” “Kapan?” “Ketika semua orang berkumpul di sana.” Charles sedikit tersentak. “Mengapa?” “Tidak ada alasan khusus. Aku hanya merasa akan menyenangkan bila berkumpul bersama.” Padahal nada bicara Arthur tidak mengandung ancaman. Kalimatnya pun biasa saja. Arthur sedang dalam kondisi biasa-biasa saja. Menghibur diri dengan bermain catur seorang diri, menjauh dari segala t***k bengek dunia gelapnya. Tidak ada yang aneh dari pria itu. Akan tetapi, bulu kuduk Charles bergidik seolah Arthur sedang menyiapkan diri untuk merampas nyawa orang lain. Tentu saja Arthur menyadari apa yang dirasakan oleh Charles. Dia sangat mengetahui siapa pun lebih dari yang mereka tahu. Arthur menyeringai senang. “Ada apa, kakek tua? Kau berpikir aku merencanakan sesuatu?” “Tidak, tidak sama sekali, Yang Mulia,” jawab Charles sedikit kikuk. “Kau juga tahu aku tidak akan melakukan apa pun sampai di waktu yang telah kutentukan, bukan? Semakin hari kau semakin mudah merasa cemas.” Charles berdehem untuk meringankan tenggorokannya. “Maafkan saya.” “Tampaknya sudah saatnya kau pensiun, huh? Jika kau masih terus melayaniku, siapa tahu kau akan terkena serangan jantung akibat syok mendadak karena kelakuanku.” “Yang Mulia, itu tidak sopan.” Arthur bersiul setelah berhasil menyingkirkan salah satu kuda lawan dalam catur. “Aku juga mulai muak dengan ocehanmu tentang Grand Duchess, pernikahan, penerus, dan sebagainya itu.” Charles sedikit terbatuk, langsung merasakan de javu. “Anda telah memahami bahwa itu bukanlah perkara sepele. Umur Anda sudah 19 tahun, tahun ini akan menginjak berkepala dua. Anda harus berpikir panjang untuk keberlangsungan keluarga Gilbert ke depannya. Tentu Anda tidak berniat dilangkahi oleh Nona Elizabeth, bukan?” “Kau pikir di kondisi semacam ini, aku sempat memikirkan hal-hal merepotkan itu?” “Saya mengerti perasaan dan kondisi Anda. Tapi, Yang Mulia, Anda pun tidak boleh mengabaikan masa depan keluarga Gilbert.” “Aku memiliki urusan yang harus kuselesaikan sebelum memikirkan masa depan yang kau ocehkan, kakek tua,” tolak Arthur mendengus pelan, “aku tahu kau memedulikan kehidupan kami. Tapi, untuk sementara waktu berhentilah meladeni Duke Rothbason.” Charles berdehem keras. “Yang Mulia, Duke Rothbason telah menjadi sahabat karib ayah Anda sejak lama, sangat lama. Duke sangat memedulikan Anda beserta Tuan Muda dan Nona-Nona. Akan menjadi hal yang lancang bila Anda memerlakukannya secara kurang baik.” Arthur mendecak, konsentrasinya retak karena omelan Charles. “Maksudku dalam hal pertunangan, kakek tua.” “Anda tidak bisa melakukan hal itu. Diana Iris Rothbason merupakan perempuan bangsawan terbaik di Kerajaan Pennsylvania. Saya sangat, sangat, sangat mengharapkan persetujuan Anda dalam pertunangan yang Duke Rothbason ajukan dengan putrinya.” Lagi-lagi Arthur mendecak. “Bukankah aku sudah menyetujuinya tepat di depan wajahmu? Kau mulai mengalami gejala alzheimer, huh?” “Ya, benar Anda telah menyetujuinya. Tapi, selama lima tahun sejak Anda resmi bertunangan dengan Nona Rothbason, Anda belum pernah menemuinya sama sekali. Anda juga tidak berusaha berkontak dengannya. Sebagai tunangannya, Anda sangat kasar.” Arthur kehabisan kesabaran. Dia mencengkram pion hitam seraya menoleh ke Charles, melempar tatapan tertajam dan terdingin. “Kakek tua, kau mulai lancang padaku.” Melayani Arthur sejak kecil telah membuat Charles sangat terbiasa dengan karakternya yang tidak berbeda dari Eugene. Jadi, Charles tidak gentar sama sekali. “Dengan seluruh hormat saya kepada Anda, saya tidak bermaksud menentang Anda. Saya hanya berusaha menuntun Anda dengan baik.” “Aku tidak akan melakukan apa pun sampai tanggal 23 Juni 1932. Jika perempuan itu mengeluhkanku sebagai tunangan yang buruk, dia memiliki hak untuk membatalkan pertunangan tanpa harus membayar biaya kompensasi. Justru aku yang akan membayar. Kupikir semua sudah jelas bagimu, Charles.” Wajah Charles menyendu. “Yang Mulia, Anda tidak boleh langsung percaya begitu saja. Bukti yang Anda dapatkan bisa saja palsu, Anda harus memertimbangkan dan memikirkannya secara lebih kritis lagi.” “Apa lagi yang perlu dipertimbangkan dan dipikirkan lagi?” tanya Arthur dingin, penuh nada kebencian. “Ini adalah era monarki. Tidak ada yang benar-benar berkawan. Bahkan jika memang ayah “bersahabat” dengan Duke Rothbason, aku yakin ada yang tidak sungguh-sungguh di sana. Tidak ada bedanya dengan ayah dan raja bodoh itu.” “Yang Mulia, itu tidak benar. Raja-lah yang menemukan dan menyelamatkan Tuan Eugene di masa peperangan—“ “Aku tahu cerita bodoh itu. Mereka bertemu saat berperang melawan Douphens dan Pennsylvania. Ayah hanya berniat membalaskan dendamnya atas kematian keluarganya, namun tanpa sadar aksi sukarela tak diundangnya membuat Ophelia memenangkan perang dalam sekejap. Raja bodoh itu mengangkatnya menjadi Jenderal Kerajaan dan kembali turun ke medan perang sebelum akhirnya ayah mendapatkan gelar bangsawannya. Cerita yang sangat heroik dan menyentuh sekaligus idiot.” “Yang Mulia.” “Bukti dan alibi sudah jelas, kakek tua. Kau tidak bisa selamanya menyangkalnya. Bahkan ada pepatah yang mengatakan musuh dalam selimut.” “Saya mendengar hari ini hubungan pangeran dan nona berjalan lancar. Ketika kemarin Anda mengetahui ada duri di sana, namun kini duri itu telah menghilang. Pangeran memerlakukan nona dengan sangat baik. Bukti bahwa hidup ini memiliki banyak sisi yang harus Anda temukan, Yang Mulia.” Arthur mendengus kasar, kembali menoleh ke papan catur. “Bisa-bisanya kau memercayai kelakuan bocah itu. Hatimu terlalu mudah terperdaya.” “Apakah Anda sunggu berniat memisahkan mereka?” “Ya.” *** “Aku bisa makan sendiri,” rengek Lizzy sambil menoleh ke kiri guna menghindari sendok yang disodorkan oleh Ian. Ian melengos pelan seolah-olah lelah merasakan kelakuan Lizzy padahal Lizzy baru merengek satu kali. “Tidak ada gunanya memerdebatkan hal ini. Diamlah dan makan dengan tenang.” “Tapi, aku bisa melakukannya sendiri. Pergilah memakan makan malammu sendiri.” “Pikirkan dirimu sendiri, Elizabeth.” “Itu kalimatku.” “Kau ini sudah tidak tidur siang, sekarang meributkan hal sepele. Kau ingin segera sembuh atau tidak, huh?” Lizzy menggembungkan pipi. “Ini tidak akan menjadi keributan jika kau mau mengalah.” “Aku sudah mengalah dengan membiarkanmu tidak tidur siang. Kau cukup banyak meminta.” Ya. Pada akhirnya, Lizzy tidak tidur siang. Dia sama sekali tidak bisa tidur meski Ian telah menggenggam tangannya. Tidak mempan sama sekali. Mungkin itu hanya berlaku untuk Hera, jadi Ian maupun Lizzy tidak bisa menyalahkan satu sama lain. Sesudah membersihkan diri, makan malam Lizzy diantarkan. Suhu tubuhnya masih belum berubah, namun gadis itu sudah kembali riang seperti biasa. Setidaknya, tidak selemah pagi sebelumnya. Bahkan Lizzy sudah mampu ribut dengan Ian. Bukti nyata bahwa dirinya telah berangsur pulih. “Yang Mulia Pangeran Noah hadir!” Laporan Chester dari balik pintu mengagetkan Ian dan Lizzy. Mereka menoleh ke daun pintu. Interupsi Chester membuat keributan di antara sepasang tunangan itu terhenti. Baik Ian dan Lizzy, keduanya sama-sama tidak menyangka kedatangan Noah, terlebih Ian. Noah selalu berada di Istana Sapphire sejak kecil. Pangeran kedua itu tidak pernah menginjakkan kaki ke Istana Emerald, area utama istana yang ditempati oleh Marquis dan Ian. Bahkan Noah tidak pernah pergi ke Istana Ratu yang ditempati oleh Victorique. Bukan karena Noah sengaja menjauh dari keluarganya sendiri. Namun karena dia memiliki peraturan tidak tertulis yang ditaati sejak kecil. Noah memiliki larangan tidak tertulis yang berisi tidak boleh keluar sembarangan dari Istana Sapphire. Marquis telah menempatkan Noah di Istana Sapphire sejak Noah berumur lima bulan. Victorique hanya merawatnya sampai di usia lima bulan. Selepas itu, Noah dirawat oleh Samantha—dayang Noah—di Istana Sapphire. Sejak itu, Noah terisolasi di Istana Sapphire, hampir tidak pernah berhubungan dengan keluarganya sendiri. Noah tidak pernah komplain maupun melanggar peraturan khususnya, namun kini tiba-tiba dia melanggarnya. Ini menimbulkan kecurigaan dan ketakutan tersendiri bagi Ian. “Nona Gilbert, maafkan aku karena tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Apakah kau berkenan menerimaku?” tanya Noah dari balik pintu. Lizzy sedikit kikuk karena kedatangan Noah terlalu mendadak. “Silahkan masuk, Yang Mulia.” Ian meletakkan sendok di piring. Melengos pelan melihat daun pintu memersilahkan adiknya masuk. Ian mengalihkan tatapannya dari kedatangan Noah dengan membereskan tumpukan buku yang telah dibacanya. Untuk sementara, Ian akan menahan diri untuk tidak memertanyakan gelagat aneh Noah. “Ah, tampaknya aku mengganggu makan malammu,” ujar Noah usai berdiri di sisi ranjang, berhadapan dengan Ian. Lizzy membungkuk. “Salam untuk Sang Matahari Kerajaan—“ Noah melambaikan tangan, menolak. “Tidak perlu memberi salam. Kau sedang sakit, jangan terlalu banyak bergerak.” Lizzy meluruskan punggung, mengangguk kecil. “Saya mengerti. Terima kasih banyak, Yang Mulia.” Noah meletakkan keranjang buah di nakas. Keranjang buah itu menarik perhatian Lizzy karena terisi oleh beragam buah yang tersusun rapi. Mayoritas merupakan buah kesukaan Lizzy. Tidak ada buah pir dan delima. Stroberi dan jeruk mendominasi keranjang. Lizzy jadi terperangah takjub. “Terima kasih banyak, Yang Mulia. Saya merepotkan Anda,” ujar Lizzy tak bisa mengalihkan tatapan berbinarnya dari keranjang tersebut. Sekejap kemudian, dia menyadari ketidaksopanannya dan lantas menoleh ke Noah. Wajahnya memerah malu. “Tapi, kenapa Anda bisa tahu… itu… stroberi dan jeruk?” Noah tersenyum hangat. “Aku menanyakannya ke dayangmu, Hera. Aku khawatir kau punya buah-buah tertentu yang tidak bisa kau makan.” Ian mendengus pelan mendengarkan percakapan Noah dan Lizzy. Dia berusaha menenggelamkan diri ke dalam kisah Sophie, namun suara percakapan itu selalu saja memecahkan konsentrasinya. “Terima kasih banyak, Yang Mulia,” ujar Lizzy sekali lagi, lengkap dengan senyuman manis. Ian tidak tahan lagi. “Noah, sangat jarang sekali melihatmu di Istana Emerald,” celetuk Ian menginterupsi suasana berbunga-bunga di antara Noah dan Lizzy. Noah menoleh ke Ian yang menatap buku di pangkuannya. Noah memertahankan senyumnya. “Kudengar Nona Gilbert jatuh sakit sejak kemarin. Jadi, aku menjenguknya dan membawakan buah-buahan.” Ian berdehem datar. “Apakah kau berpapasan dengan ayah dan ibu?” Noah menyadari pertanyaan itu merupakan sindiran keras untuknya. Noah memang sangat jarang berinteraksi dengan Ian. Sama seperti hubungannya dengan Marquis dan Victorique, hubungannya dengan Ian terhalang oleh dinding besar sejak Noah berumur lima tahun. Saat itu Noah menyadari bahwa dirinya terasingkan dari keluarganya sendiri untuk alasan tertentu. Bisa dibilang, Ian dan Noah tidak dekat lagi. Mereka menjadi asing satu sama lain. Maka, Noah meladeni sindiran Ian. “Sayangnya, tidak. Tampaknya hari ini ayah dan ibu sangat sibuk sampai tidak tahu kedatanganku di Istana Emerald,” jawab Noah dengan wajah penuh aura positif dan senyuman hangat, menyilaukan mata Lizzy. Ian menyeringai, seolah tahu ekspresi wajah Noah meski dia tidak menolehkan kepala. “Oh, baguslah untukmu. Kau tidak memiliki hambatan untuk sampai di unit kesehatan.” “Benar. Kulihat kakak sangat sehat dan baik-baik saja sejak terakhir kali kita bertemu tahun kemarin, aku sangat bersyukur. Dengan begitu, tidak akan ada halangan bagimu untuk mengerjakan jadwal kesibukanmu.” “Ya, kulihat kau juga sangat sehat hingga mampu pergi jauh-jauh ke Istana Emerald.” Entah mengapa, suasana di sekitarnya berubah mencekam. Bulu kuduk Lizzy pun sedikit merinding melihat percakapan dua pangeran tersebut. Tunggu, apakah bisa disebut percakapan? Noah menatap Ian dengan wajah sangat hangat lengkap dengan senyuman, sementara Ian tidak membalasnya. Memberi lagak sombong dan arogannya yang sangat Lizzy kenali. Tunggu, apakah hubungan Ian dan Noah memang seperti ini? Lizzy mulai bertanya-tanya. TO BE CONTINUEDNggak kerasa TQQ sudah sampai di BAB 58. Bentar lagi ngelewatin TKL dan masih belum sampe di konflik pertama Season 1, huhu. Cepet sekali, ya. Oh, ya. Untuk yang bertanya-tanya atau mungkin nggak tahu topi floppy, topi floppy adalah topi pantai, gengs. Topi lebar itu, lho. Tapi di sini yang terbuat dari kain dan lurus kaku, ya. Bukan yang bergelombang kayak topi pantai, hehe. Okay, dengan ini diumumkan #IANLIZZY atau #NOAHLIZZY :>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD