Lizzy gugup. Cukup gugup. Mata birunya berulang kali melirik anak laki-laki di sebelahnya. Anak lelaki bernama Peter itu tidak melakukan apa-apa. Dia hanya mengamati burung-burung, tidak menyinggung Lizzy sama sekali. Hanya saja, Lizzy benar-benar gugup berada di dekat Peter walaupun Peter tidak melakukan apa-apa padanya selain menegurnya beberapa menit lalu.
Lizzy baru menyadari sesuatu, ini pertama kalinya dia berbicara dengan anak lain. Tentu saja Ian dan Noah bukan orang lain, mereka pangeran, dan sebentar lagi akan menjadi keluarga Lizzy juga. Berbeda dengan Peter, dia sepenuhnya orang asing. Peter dan Lizzy tidak ada hubungan apa pun, mereka bahkan tidak mengenal satu sama lain. Tapi Lizzy tahu, Peter bukan orang jahat. Terbukti dari ia yang menegur Lizzy, menyelamatkan jari Lizzy dari patukan burung parkit.
Lizzy sungguh berterimakasih sekaligus gugup. Dia kebingungan sendiri memikirkan apa yang harus dia katakan selanjutnya kepada Peter. Apakah berterimakasih saja sudah cukup? Apakah Lizzy perlu memberikan imbalan?
“Aku tidak butuh imbalan,” celetuk Peter membuyarkan lamunan Lizzy, mengejutkan Lizzy. “Kau ini benar-benar terbaca sekali.”
Lizzy tersenyum canggung, berusaha menutupi kebodohannya lagi. “Eh? Apa maksud Anda? Saya tidak memikirkan hal-hal semacam itu.”
Peter mendengus pelan, kembali menoleh ke sangkar burung kenari. “Kau tidak perlu formal. Perempuan bangsawan tidak boleh merendahkan diri di hadapan orang biasa.”
“Ah, saya hanya berusaha bersikap sopan kepada orang yang lebih tua dari saya.” elak Lizzy, tanpa sadar saling meremas kedua tangannya akibat menahan gugup. “Tapi, bagaimana bisa Anda tahu?”
“Lambang jubahmu,” jawab Peter seadanya.
Lizzy tersenyum, lantas menoleh ke burung parkit yang hampir menjadi pelaku pematuk jarinya. “Ah, saya mengerti.”
Seharusnya Lizzy tidak perlu heran. Sejak kecil, Mrs. Bellogia selaku guru tata krama, sudah menegaskan betapa besar pengaruh keluarga Gilbert. Dimulai sejak Eugene menjadi pahlawan perang hingga mendapatkan gelar Grand Duke dan menguasai Alterius, keluarga Gilbert sudah menancapkan pengaruh dan kekuatannya. Lambang keluarga Gilbert pun sudah berkibar di mana-mana, orang-orang biasa dapat mengenalinya.
Ah, Lizzy jadi ingat bahwa dia belum memperkenalkan diri pada Peter.
“Tuan Peter,” panggil Lizzy membuat Peter menoleh, “maafkan saya, saya belum memperkenalkan diri. Nama saya—“
“Peter! Apa yang kau lakukan, huh?! Kau pergi terlalu lama!” sela seorang wanita dari depan stan, memutuskan perkenalan Lizzy.
Raut sedih langsung terpasang di wajah Lizzy. “Ah, Anda sudah harus pergi.”
Peter menghela napas pendek, menatap datar pada Lizzy. “Tampaknya seperti itu.”
Peter langsung melangkah pergi tanpa memberi salam apa-apa kepada Lizzy. Lelaki itu memasang tudung kepalanya, tidak berniat menoleh ke belakang. Tidak menyadari tatapan sedih Lizzy tertuju padanya. Peter juga tidak memedulikan raut sedih Lizzy. Itu wajar, lagipula mereka tidak saling kenal. Pertemuan kecil itu tidak terencana dan interaksi mereka hanya karena Peter menyelamatkan jari Lizzy.
Ya, tidak seharusnya Lizzy bersedih. Tapi, entah mengapa, rasanya sedikit disayangkan. Peter adalah orang luar pertama yang berbicara tidak formal pada Lizzy, padahal Peter tahu Lizzy seorang bangsawan. Peter memperlakukan Lizzy selayaknya orang biasa. Dan Lizzy senang.
“Peter!” panggil Lizzy setelah berlari kecil, berhenti beberapa meter di belakang Peter.
Peter menoleh. “Apa?”
“Ki—kita akan bertemu lagi, bukan?” tanya Lizzy menahan malu, kedua tangannya meremas coat.
Peter tidak menjawab. Mata cokelatnya sedikit membulat menatap Lizzy, nyaris tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
“A—Aku senang, Peter memperlakukanku seperti orang biasa. K—Kau tahu aku seorang bangsawan, tapi kau berbicara tidak formal dan bersikap seadanya. Ya, aku tahu itu terdengar agak aneh, ha—hanya saja, kau adalah orang luar pertama yang berbicara denganku. Jadi, aku senang!” ungkap Lizzy sangat gugup, wajahnya sepenuhnya memerah seperti tomat. Lizzy menarik napas panjang, wajahnya lebih serius. “Namaku adalah—“
“Baguslah, kau tidak formal padaku,” sela Peter diikuti senyum tipis, sukses membuat Lizzy mematung. “Ya, mungkin kita akan bertemu lagi.”
Peter menoleh ke depan, kembali melangkah menjauh dari Lizzy. Memberi sinyal bahwa dia tidak ingin mengetahui nama Lizzy. Peter keluar dari stan, melewati Caesar, berbaur ke jalanan pasar, sepenuhnya meninggalkan Lizzy hanya dengan melempar senyuman tipis. Jika seperti itu keinginannya, Lizzy tidak bisa berbuat apa-apa.
Lizzy hanya bisa berharap akan ada kesempatan lain bertemu dengan Peter.
“Nona, ada yang ingin Anda beli?” tanya Caesar menghampiri Lizzy setelah kepergian anak laki-laki yang tampak tidak asing bagi Caesar.
Lizzy tersenyum simpul sembari mengenakan tudung kepala. “Ada. Burung parkit dan burung kenari di sana.”
***
Lizzy membaringkan tubuhnya di ranjang setelah membersihkan diri. Dia menggeliat merenggangkan seluruh otot tubuhnya yang terasa lelah. Kemudian, berguling ke kiri, menatap deretan jendela kamar. Salju baru saja turun di kediaman Gilbert tepat setelah Lizzy sampai.
Puas menatap salju, tubuh Lizzy berbaring lurus, kini menatap langit-langit kamar. Benaknya memutar ulang segala hal yang dia alami hari ini. Mulai dari melihat perkotaan, menginjakkan kaki di istana kerajaan, bertemu keluarga kerajaan, mengelilingi perkotaan, dan bertemu Peter. Hanya dalam waktu satu hari, banyak sekali yang terjadi.
Sebelumnya, ketika Lizzy baru sampai di kediaman Gilbert, Arthur sempat komplain tentang burung parkit dan burung kenari yang dibeli oleh Lizzy. Lizzy terpaksa berdiri mendengarkan segala komplain Arthur sebelum akhirnya Arthur membiarkan Lizzy pergi.
Apa masalahnya mempunyai hewan peliharaan, cibir Lizzy. Lagipula Kak Arthur memelihara belasan burung elang dan ratusan hyena liar, Kak Theo memelihara puluhan burung hantu. Aku yakin sebentar lagi Kak Alice akan memelihara hewan juga, jadi kenapa aku tidak boleh?
“Permisi, nona, saputangan ini milik siapa?” tanya Hera menginterupsi benak Lizzy, membuat gadis itu menoleh kepadanya.
Lizzy mengerjap, baru ingat. Lizzy bangkit, duduk di ranjang. “Ah, iya, aku melupakannya.”
“Milik siapa?” tanya Hera bingung, mengamati saputangan hitam di tangannya.
Lizzy menggeleng. “Aku tidak tahu. Aku menemukannya di taman bunga Istana Ratu.”
“Menemukan?”
“Iya, menemukan. Kejadian itu cukup aneh. Aku sangat yakin ketika aku sampai di sana, tidak ada barang apa pun di meja tehnya. Ketika aku hendak kembali ke ruang pertemuan, tiba-tiba ada saputangan ini tergeletak di meja teh.”
Hera menggumam paham. Dia mengamati saputangan lebih detail. “Tidak ada inisial yang tersulam di sini. Kain katunnya berkualitas tinggi, jahitan sulaman corak merahnya pun sangat rapi.”
“Benar, bukan? Aku yakin pasti milik salah satu orang di istana kerajaan. Aku membawanya untuk kuserahkan ke Yang Mulia Ratu, tapi, aku lupa,” desah Lizzy.
“Akan saya cuci dan simpan untuk Anda. Di kesempatan lain pergi ke istana kerajaan, kita akan membawanya.”
Lizzy mengangguk setuju. “Terima kasih, Hera.”
Hera melipat saputangan, memasukkannya ke kantung seragamnya. “Jadi, bagaimana perasaan Anda?”
“Sangat luar biasa,” Lizzy kembali berbaring di ranjang, dia memeluk boneka kelinci besar yang sudah menemaninya sejak bayi. “Aku senang dunia luar tidak seperti yang kutakutkan.”
“Saya dengar Anda bertemu seseorang saat mengunjungi stan burung.”
Senyum cerah langsung tercipta di wajah cantik Lizzy. “Benar, dia Peter. Dia sangat baik dan memperlakukanku seperti orang biasa.”
Hera tampak sedikit syok. “Memperlakukan Anda seperti orang biasa?”
“Iya, dia menyelamatkan jariku dari paruh burung parkit. Dia tidak banyak bicara. Dia menegurku untuk tidak formal padanya karena dia hanya orang biasa. Sejak awal dia tahu sedang berhadapan dengan bangsawan, menyuruhku untuk tidak formal padanya di saat dia sendiri tidak formal padaku. Bukankah itu seperti interaksi sesama teman?”
“Anda hampir kena patuk burung parkit?”
“Iya, aku tidak tahu burung parkit yang ingin kusentuh sangkarnya itu masih sedikit agresif. Peter menegurku tepat waktu.”
Hera tersenyum hangat. “Dia orang baik.”
Lizzy tersenyum senang. “Ya, Peter orang baik, aku sudah menganggapnya sebagai temanku. Kuharap aku bisa bertemu dengannya lagi.”
“Omong-omong, nona, Nona Alicia sudah menentukan pesta teh yang akan kalian hadiri.”
“Begitukah? Di mana? Kapan?”
“Tanggal 24, di kediaman Battenberg.”
Lizzy mengerjap pelan, cukup terkejut. “Battenberg? Battenberg yang itu?”
Hera mengangguk. “Benar, keluarga Duke Battenberg, Nicholas Battenberg, Kepala Kedutaan Kerajaan Ophelia.”
“Aku tidak menyangka Kak Alice mendapatkan undangan pesta teh dari keluarga Battenberg,” Lizzy mendecak kagum.
“Pesta teh yang diadakan Duchess Battenberg merupakan acara terbesar di kalangan bangsawan. Seolah sudah menjadi tradisi terselubung, pesta teh di kediaman Battenberg selalu menjadi ajang bagi para bangsawan untuk memperluas koneksi dan menunjukkan kekuatan masing-masing. Jadi, ini merupakan langkah awal yang bagus bagi Anda untuk memperkenalkan diri di kehidupan sosial bangsawan.”
Lizzy mengangguk. “Aku mengerti. Aku akan melakukannya dengan baik.”
“Baiklah, sudah waktunya untuk beristirahat. Selamat tidur, nona,” salam Hera seraya menarik selimut hingga menutupi leher Lizzy.
Lizzy tersenyum, memperhatikan kepergian Hera bersamaan dengan kamarnya menggelap karena lampu gantung telah dimatikan.
Jika sudah seperti ini, Lizzy mulai tidak bisa tenang. Benaknya terlalu memikirkan banyak hal berhubung hari ini banyak juga yang dilalui oleh Lizzy. Di luar dugaan Lizzy, hari yang ditakutinya berakhir tidak menakutkan. Mungkin sedikit. Yakni pertemuan pertamanya dengan Ian. Lizzy jadi ingat wajah dingin Ian.
Tidak hanya wajah dinginnya, karakter buruknya juga. Laki-laki tidak berperasaan yang membiarkan seorang gadis membungkuk lama kepadanya. Ian memang tampan, tapi tidak berperasaan sama sekali. Satu-satunya hal yang sesuai dengan ekspetasi Lizzy. Selain itu, semuanya berjalan menyenangkan.
Kuharap aku bisa berkeliling di Ophele lagi dalam waktu dekat, batin Lizzy berharap sungguh-sungguh, dan kuharap, di waktu selanjutnya aku mengunjungi istana kerajaan, aku tidak akan bertemu Pangeran Ivander lagi.
TO BE CONTINUED
[Bersiaplah kalian dibuat oleng kesana-kemari. Peringatan keras, nih, HAHAHAHAHA]