Gendhis menangis, meraung-raung untuk yang kedua kali. Belum genap sepuluh hari setelah kematian Putra, tetapi ia merasa dunia telah hancur beserta isinya. Kebenaran kembali terbuka satu per satu. Kesakitan terus saja dilecut oleh takdir hingga tak lagi ada jalan untuk keduanya kembali memperbaiki keadaan. Abi yang sebelumnya amat marah, merasa begitu putus asa. Ia bahkan tak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Untuk sesaat, ingatannya tentang percakapan bersama Rania hadir di pelupuk mata. "Aku ingin anak laki-laki yang menggemaskan!" pinta Abi, sehari setelah menikah. "Mana mungkin! Yang pertama nanti aku akan mendapatkan anak perempuan. Pasti lebih lucu dari anak laki-laki yang nakalnya bukan kepalang," ucap Rania. Dibukanya pelukan Abi dari belakang dengan cepat. "Kenapa kamu

