7

1520 Words
Pagi itu meskipun masih jam setengah tujuh, namun Puji sudah mengumpulkan dua anaknya di meja makan. Kinta masih memakai baju tidurnya karena ini adalah hari minggu, harinya dia bisa tidur sepuasnya dan berkelana kemana saja tanpa melihat wajah Kaila dan ocehannya yang menyebalkan itu. Sedangkan Kakaknya, sudah berpakaian olahraga dengan keringat yang masih terlihat. Dia baru saja pulang dari lari pagi seperti biasanya. "Mau sarapan sekarang?" tanya Puji dari arah dapur. Meskipun masih mengantuk, Kinta bangun dari duduknya. Membantu Maminya memindahkan makanan, sedangkan Kada mulai menata piring untuk mereka bertiga. Menu yang tersaji berbeda, Kinta dan Maminya memakan nasi kuning buatan maminya sejak pagi. Sedangkan Kada seperti biasa hanya menyantap salad yang menjadi teman favoritnya saat pagi. "Kada, soal perjodohan itu--" "Mi, aku kan udah bilang kalau aku engga bisa. Aku engga kepikiran buat nikah, apalagi sama orang yang engga aku kenal," tukasnya cepat. Maminya menarik napas, bertukar tatap dengan Kinta yang hanya mengangkat bahunya acuh. "Kamu dengerin dulu kalau orang tua ngomong. Mami engga pernah ngajarin kamu buat engga sopan ya," tegur Puji. Kada langsung terdiam, mengaduk asal salad dalam mangkuknya. "Perjodohan itu sudah ditentukan, dan Kinta yang akan menjadi calon pengantin perempuannya," beritahu Puji. Sendok yang ada di genggaman Kada terjatuh begitu saja. Dia mengangkat wajah, menatap adiknya yang masih asik dengan nasi kuning miliknya. "Beneran? Kok bisa?" tanyanya tidak percaya. Terang-terangan Kinta mendengus. "Engga usah tanya kenapa sih, Kak. Toh kalau aku nolak pun, Kakak tetep engga akan mau nerima perjodohan ini," katanya tidak senang. Alis Kada menukik, tidak senang dengan ucapan adiknya. "Kamu kan tahu alasan aku engga bisa buat--" "Ya ya. Bahkan yang jadi alasan kakak engga bisa pacaran bahkan menikah sudah hidup bahagia sama orang lain, bisa-bisanya Kakak terpuruk sendirian." Kinta lalu terdiam, tidak menyangka jika dirinya bisa berkata seperti itu pada Kada. Padahal selama ini dirinya hanya diam, mengalah dan terus mengalah pada kakaknya. "Kamu jahat banget ngomong begitu! Justru karena dia hidup bahagia di saat aku sakit begini, makanya aku semakin engga bisa maafin dia! Kenapa kamu bisa-bisanya ngomong begitu? Jangan mentang-mentang kamu maju dan nerima perjodohan itu sedangkan aku engga bisa, terus kamu anggap diri kamu yang paling berjasa buat keluarga kita?" "Kalau iya, memang kenapa?!" balas Kinta marah. Dirinya sejak tadi menahan diri mendengar omong kosong Kakaknya. Sekarang baru terlihat jelas bahwa ucapan Kaila saat itu adalah benar, Kada selalu bersikap egois dan hanya memikirkan perasannya sendiri tapi tidak dengan perasaan orang di sekitarnya. "Aku dan Mami udah cukup banyak mengalah, nyoba jaga perasaan Kakak. Bahkan dulu pas aku punya pacar, aku engga pernah bawa dia kesini karena engga mau bikin Kakak sedih. Itu semua karena apa? Karena aku mikirin perasaan Kakak, tapi coba tanya sama diri kakak sendiri, pernah engga kakak mikirin perasaan aku dan Mami yang juga sedih lihat Kakak selalu ngurung diri dan sebagainya kalau ada yang ngungkit soal pasangan! Pernah engga??" "Cukup!" Napas Kinta terengah, dia langsung menoleh pada Maminya yang baru saja berteriak begitu keras. Kinta kelepasan. Dia kelepasan mengutarakan apa yang ada dalam hati dan otaknya selama ini. "Kalian..bisa-bisanya kalian bertengkar di depan Mami?" Tidak sanggup bertatapan dengan wajah marah bercampur sedih dari Maminya, Kinta memilih memalingkan wajah. "Mami engga pernah ngajarin kalian jadi keras kepala dan egois kayak gini! Kita keluarga, dan akan sampai mati seperti itu," tukasnya lagi. Kinta mengangguk, kemudian dia menarik napas pelan. "Maafin Kinta, Mi. Tapi sekarang Kinta mau balik ke kamar dulu," pamitnya dengan nada pelan. Lalu ia berbalik, meninggalkan Mami dan kakaknya yang masih ada di ruang makan. Bahkan nasi kuning yang ada di piringnya masih tersisa banyak. * "Agni!!" Agni menyipitkan matanya ke arah seseorang yang baru saja memanggilnya. Dari saku celana, dia mengeluarkan kacamata tanpa bingkai untuk dapat melihat dengan jelas. Kemudian baru lah dia tersenyum saat mendapati Rosana, teman jaman kuliahnya tengah duduk di salah satu meja di restonya, gadis itu hanya seorang diri. Setelah melepas celemek yang dipakainya, Agni kemudian berjalan mendekat ke arah temannya itu. "Apa kabar, Ros?" tanyanya masih dengan berdiri. Rosana melepas senyum lebar, "Baik. Kamu gimana?" tanyanya. Kemudian matanya mengerling ke arah kursi yang ada di depannya. "Duduk deh, Ni, kalau kamu engga sibuk," pintanya. Karena Agni memang tidak sedang sibuk, dia akhirnya mengambil duduk berhadapan dengan Rosana. "Engga nyangka, dulu waktu pertama buka, resto ini cuma terisi beberapa meja aja. Sekarang udah seluas dan sebanyak ini. Kamu hebat," puji Rosana sambil mengedarkan pandangannya ke arah resto. Tersenyum, Agni menggeleng pelan. "Engga ada yang instan, ini juga masih belum terbilang berhasil. Cuma saya ngerasa bersyukur karena masih bisa bertahan di tengah banyaknya resto-resto baru," balasnya. Di depannya, Rosana mencibir. "Agni banget deh kalau dipuji pasti merendah," sindirnya. Agni tertawa, menunduk sejenak dengan senyum kecil. "Saya cuma ngomong kenyataan," ujarnya kemudian. Lantas Rosana menyodorkan buku menu ke arah Agni. "Rekomendasiin menu yang enak," pintanya. Melongok ke arah buku menu, Agni menunjuk menu utama hari ini yang berupa dendeng daging sapi dan juga mie aceh. Rosana berbinar senang, dia memanggil pelayan kemudian menyebutkan pesanannya. Pilihannya jatuh pada dendeng daging sapi dan juga jus kiwi. "Kamu engga mau makan juga? Udah hampir jam makan siang loh," tanya Rosana. Yang dijawab gelengan oleh Agni. "Saya udah makan cemilan tadi, nanti aja makan laginya." Rosana mengangguk pelan, tangannya mengetuk meja dengan iseng sambil melihat para pengunjung yang lain. Rosana ini adalah teman satu jurusan dengan Agni di Manajemen Bisnis, namun sekarang wanita yang sedang duduk di hadapannya ini justru bekerja sebagai Penulis yang bukunya sudah diterbitkan sebanyak dua belas buku. "Katanya sekitar bulan depan bakalan ada reuni jurusan loh, Ni. Kamu udah dengar kabarnya?" tanya Rosana sambil melipat tangannya di atas meja. Agni mengangguk, "Katanya yang nyelenggarain Umar ya?" Rosana yang mengangguk kali ini, dia mengambil ponsel dari dalam tasnya kemudian menunjukan sesuatu pada Agni. "Dia kan udah habis kontrak di Dubai dan bakalan balik kesini, makanya dia minta yang lain buat bikin reuni. Aku sih kayaknya ikut, kamu gimana?" Tidak langsung menjawab, Agni justru terdiam. Dirinya tidak yakin apakah akan bisa datang atau tidak, karena sepertinya jika perjodohan dirinya dan Kintamani berjalan dengan baik, maka dia akan sibuk di bulan berikutnya untuk mengurusi pernikahan mereka. "Belum tahu, tapi nanti kalau memang bisa pasti saya datang," ujarnya. Agni menoleh pada Lili yang mengantarkan makanan pesanan Rosana, padahal tugas gadis itu adalah berjaga di meja kasir. Tapi kali ini Lili malah membiarkan Fahri yang berjaga disana dan dia yang malah mengantarkan makanan. "Makasih ya, Li," ucap Agni Gadis itu tersenyum, sebelum kemudian berbalik kembali ke tempatnya. "Kalau nanti jadi datang, bisa engga kalau kamu kabarin aku? Siapa tahu..kita bisa pergi bareng?" tanya Rosana. Agni sempat bingung karena gadis itu bertanya sambil menunduk ke bawah dengan senyum tipis. Padahal biasanya Rosana bukan gadis yang bertingkah malu-malu seperti ini. "Saya engga bisa janji, soalnya saya juga belum tahu bakalan datang atau engga," ujar Agni memilih untuk tidak memberi harapan. Rosana mengangguk kecil, tangannya sudah mulai menyendok nasi dan dendeng dari atas piringnya. "Aku engga punya teman dekat pas kuliah, cuma kenal kamu sama Ridwan. Tapi Ridwan kan sekarang di Papua, sedangkan aku kenal sama teman yang lain juga pas KKN doang sama Resti. Jadi aku berpikir mungkin aku engga akan canggung kalau ada kamu," katanya. Tidak tahu harus menjawab apa, Agni hanya tersenyum kecil sambil melempar pandangan ke arah luas jendela. Dia tidak mengerti, namun berbicara berdua saja dengan Rosana seperti ini bahkan mulai mengganggu hati nuraninya. Mungkin karena secara tidak sadar dia mengklaim diri sendiri sudah memiliki calon istri, sehingga bertemu dengan perempuan lain seperti ini terasa ganjil. "Coba kamu gabung di grup alumni, kamu cukup populer jadi pasti banyak kok yang masih ingat kamu dan mau datang bareng kamu. Saya engga bisa janjiin apa-apa, jadi jangan berharap sama saya," cetus Agni. Dia sempat melihat bola mata Rosana berpendar terkejut. Sedetik kemudian gadis itu tertawa pelan, tangannya menusuk daging dendeng empuk yang ada di piringnya. "Dari dulu kamu memang engga pernah ngasih harapan, cuma aku yang berharap," gumamnya. Lalu dia mengangkat wajah, memasang senyum lebar. "Iya sih, aku kan dulu populer banget. Engga mungkin kan mereka lupa sama aku?" tanyanya dengan nada jenaka. Agni ikut tertawa, mengangguk setelahnya. "Iya. Bahkan dulu Ridwan sebegitu sukanya sama kamu sampai nyaris engga mau pergi ke Papua karena engga mau ninggalin kamu. Hebat banget dia," balas Agni sambil mengungkit sahabatnya yang sejak dulu jatuh cinta pada Rosana. Rosana mendengus tawa. "Jangan ungkit itu dong. Setiap inget itu, aku jadi merasa bersalah soalnya aku hampir bikin seseorang kehilangan kesempatan besar dalam hidupnya. Sekarang kan Ridwan udah sukses banget jadi Tentara angkatan Udara." Senyum sama-sama muncul di wajah Agni dan Rosana, mengenang sahabat mereka yang baik dan juga cerdas, yang kini berhasil menjadi prajurit meskipun harus meninggalkan kota kelahirannya. "Kalau gitu kamu lanjutin makannya ya. Maaf banget harus saya tinggal, soalnya hari ini hari gajian. Saya harus transfer semua gaji karyawan," ujar Agni. Lalu dia tertawa sedikit keras saat Rosana men cie kan dirinya. "Transfer ke aku juga ya!" teriak Rosana ketika Agni sudah berjalan menjauh. Agni melambaikan tangan, mengangkat jempolnya tinggi-tinggi sebelum kemudian berbalik berjalan lagi. Tiba-tiba saja dia teringat ucapan Ridwan sebelum sahabatnya itu pergi ke Papua. "Rosana itu sukanya sama kamu, Ni. Dia bilang begitu waktu nolak aku." ____
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD