4. Ikan paus

1910 Words
Setelah memastikan jika putri kecilnya dan adik perempuannya telah pergi kini Ando kembali menghadap sosok sekertarisnya itu. "Sekarang kau buatkan aku kopi hitam tanpa gula ingat tanpa gula," Ulang Ando penuh penekanan. "Apa, tanpa gula? Ya ampun Pak, muka bapak saja sudah pahit begitu masa mau meminum yang hambar," Protes Jesika dengan nada ketusnya, tanpa jesika sadari jika ia telah membangkitkan kemarahan sang atasannya. "APA kau bilang? Mukaku pahit," Ando berdiri sambil berjalan mendekati sosok Jesika dan Otomatis Jesika melangkah mundur, sambil meremas kedua tangan mungilnya membuat Jesika merasakan rasa gugup karena Ando terus saja mendekati dirinya. "Pak. Pak Ando a-pa yang tengah anda lakukan?" Tanya Jesika dengan nada gugup. "Kau bilang apa tadi? Kau bilang mukaku sudah pahit, aku seperti es beku bahkan kepala batu terus apa lagi? Hah apa lagi?" Tanya Ando penuh penekanan di setiap pertanyaannya itu. "Tidak begitu Pak, anda hanya sedang salah paham saja padaku. Aku itu hanya bilang bapak itu seperti Monster saja. Upss, ya ampun kau ini Jesika, bibirmu selalu ceplas ceplos. Begini," Gerutu Jesika sambil memukul jidatnya sendiri, Jesika lebih memilih melangkah mundur karena Ando terus saja berjalan ke arahnya. Bruukkk Tubuh Jesika menabrak dinding ruangan milik Ando, sehingga itu dapat memudahkan Ando untuk menghentikan gerakan Jesika. Jesika kini terperangkap, dirinya berusaha untuk kabur, tapi sisi kiri dan kanannya di tahan oleh Ando dengan kedua tangan besarnya itu. "Aku monster dan kau apa ehmm?" Tanya Ando saat dirinya menatap sinis pada sosok Jesika yang terlihat sekali tengah ketakutan. "Ya, aku princess tercantik selautan dong pak," Ujar Jesika membanggakan diri sambil, Jesika bahkan sampai tersenyum manis tanpa rasa takut sedikitpun. "Princess se-lautan? Kau itu lebih cocok menjadi ikan paus karena bibirmu ini suka sekali berbicara tanpa menyadari perasaan orang lain. Biar aku beri tahu bahwa kau itu lebih pantas menjadi ikan paus," Ucap Ando dengan nada meledek dan terkesan seperti ejekan di setiap kata katanya. Jesika harus menahan rasa kesalnya karena dirinya justru di bilang mirip seekor ikan paus. Sial. Membuat darah Jesika mendidih tanpa bisa gadis itu tahan lagi. "APA. Enak saja kau mengataiku seperti ikan paus, dasar kau kepala batu nyebelin tidak punya hati. Tidak wa.... Ehhmm," bibir Jesika langsung di tutup oleh telapak tangan besar milik Ando. "Kau sudah berani berkata hal yang sangat tidak sopan padaku, aku ini bosmu. Apa kau mau aku memecatmu hari ini juga," Ando membentak Jesika sambil mendorong tubuh gadis itu untuk menjauh darinya. Aaaaaaaaa Teriak Jesika yang hampir saja terjatuh tapi dengan cepat Ando menahan tangan Jesika dan menariknya ke dalam pelukannya. Bruukk Tubuh Jesika menabrak dada... bidang milik Ando membuat sensasi aneh. Menimbulkan sesuatu perasaan yang sulit diartikan oleh mereka sendiri. Dug! Dug! Dug Suara jantung Jesika yang berdetak begitu kencang, membuat keduanya saling menatap cukup lama. Tanpa sadar kedua tangan Jesika melingkar mesra dileher jenjang Ando. Keduanya bahkan menatap dalam diam. Ando yang tersadar tanpa basa basi lagi langsung melepas pelukannya pada tubuh Jesika hingga. Bruuk Tubuh Jesika terjatuh dan bokong... seksinya mencium lantai tanpa ia duga. "Aauuuu. Aduh sakit, pantatku ini ya ampun, kenapa kau ciptakan manusia batu ini," Adu jesika dengan mimik wajah sebal. "APA. Kau bilang? Kau bilang aku apa?" Tanya ando sekali lagi dengan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun.. "Ma-maksud saya ehmm," Jesika berusaha untuk berpikir, dirinya sungguh bingung harus membuat alasan apa lagi," Ya ampun. Habislah aku, bibirku ini benar - benar suka sekali ceplas ceplos tanpa lihat tempat begini," Batin Jesika menahan cemas. Dirinya berusaha membuat alasan yang lebih kuat tentunya. Sedangkan Ando menatap jesika dengan tatapan kesal dan marahnya "Ya ampun lama-lama aku bisa gila karena ulahmu itu Jesika." Keluh Ando semakin naik darah saja. "Yang gila itu aku, kenapa nasibku selalu sial jika bertemu dengan kepala batu seperti dirimu," Ucap Jesika lagi - lagi tanpa sadar. "JESIKA KA....," Geram Ando. "Ampun pak, maaf pak bibirku ini memang gak bisa di lem," Mohon jesika harap-harap cemas," Maaf pak, saya janji tidak akan begini lagi. Saya janji," Tambah Jesika dengan wajah polos menatap Ando, Ando yang marah tentu saja berjalan keluar dari ruangan miliknya meninggalkan Jesika di dalam ruwnhani. "Sanskar. Sanskar," Teriakan Ando dengan nada baritonnya yang terdengar tegas dan tajam itu. Sanskar pun berlari menghampiri sosok Ando dengan cepat. "Iya pak, ada apa bapak memanggil saya?" Tanya Sanskar dengan nada hati-hati. "Kau yang membawa sekertaris baru itu bukan?" Terlihat sanskar mengangguk," Kau ajarin dia cara ber-perilaku sopan pada atasannya, kau paham Sanskar?" Kata Ando tanpa ekspresi sedikitpun. "Ba-baik pak, saya paham. Saya akan segera mengajari dirinya," Ucap Sanskar yang langsung menundukkan kepalanya dengan hormat. Ando pun berjalan keluar meninggalkan perusahaan miliknya tanpa berbicara apapun lagi. ***** Di dalam mobil Ando mengusap wajah tampannya. Hari ini ia kebanyakan emosi hanya karena sikap kurang ajar sekretaris barunya itu, yang suka sekali membuat ia marah tanpa alasan. "Lama - lama aku bisa mati berdiri, jika setiap hari aku harus bertemu dengan gadis itu. Astaga, terbuat dari apa gadis itu," Ucap Ando sambil mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. ***** Di ruangan milik Ando. Jesika tidak merasa bersalah sedikitpun, gadis itu justru tengah menggerutu tanpa jelas pada sikap atasannya itu. "Dasar kepala batu. Apa kepalanya itu penuh dengan batu kali ya, kerjaannya marah - marah mulu Seperti orang gi..." Jesika menghentikan kata - katanya saat mendengar suara manager kantor ini berteriak memanggil dirinya. "Jesika," panggil Sanskar sambil berteriak di belakang gadis itu. "Aaaaaa. Copot. Copot pak Sanskar, apa bapak berniat membunuh saya? Kenapa selalu aku yang di kagetkan begini," kesal Jesika dengan bibir mengerucut sebal. "Maaf Jesika, hehe Kau ini. Oh iya, aku ingin memberitahu kan hal ini pada dirimu. Aku harap kau tidak lagi membuat pak Ando emosi atau marah pada dirimu. Soalnya dia itu paling tidak suka di ajak bercanda," Kata Sanskar sambil memegang bahu Jesika, membuat Jesika sedikit risih dan tanpa di duga oleh Sanskar Jesika langsung melepaskan tangan Sanskar dari bahunya dengan lembut. "Maaf pak Sanskar, Tidak baik begini dan ya. Aku permisi dulu, aku berniat keruanganku dan aku pasti akan belajar agar tidak ceplas ceplos lagi," Jesika berjalan pergi tanpa mendengar jawaban Sanskar terlebih dahulu. "Shiiitttt. Sombong sekali, awas saja kau Jesika. Mungkin sekarang kau bisa jual mahal padaku, Tapi aku pastikan kau akan menjadi milikku. Lihat saja," Kata Sanskar sambil keluar dari ruangan Ando penuh emosi dan keyakinan dihatinya. ***** Pagi ini Ando telah berada di teras, sambil menikmati secangkir kopi hitam dan tidak lupa berbagai dokumen penting yang tengah ia periksa. Sedangkan Tania berlari ke arah Ando Sambil meminta di gendong oleh papa tercintanya itu. "Putri papa yang cantik ini sudah selesai mandi ya. Sayang, muach. Wangi sekali putri cantik papa ini," Ando mencium gemas wajah putri kecilnya sambil mengendus mencium wangi tubuh Tania, putri kecilnya yang memang selalu wangi setiap hari. "Iya dong pah, Tania itu selalu wangi," Tania merasa bangga pada dirinya sendiri, gadis kecil itu tidak lupa sambil membelai wajah tampan Ando penuh rasa sayang," Tante. Ayo duduk disini bersama Tania dan papa," Ajak Tania dengan wajah lucunya. "Iya Sayang," Melodi melangkah dan duduk disamping Ando sambil membaca majalah fashion yang berada di tangannya itu. "Tante. Tante kemarin Tante lihat gak kalau papa itu suka berantem sama tante cantik yang ada di kantor itu?" Tanya Tania dengan suara lucunya membuat semua orang selalu saja merasa gemas saat melihat tingkah lucu dari gadis kecil itu. "Ehmmm," Suara singkat Melodi tidak membuat gadis kecil itu menyerah sedikitpun. "Terus Tante tahu gak? Kalau Tante itu sudah berani mengatakan bahwa papa itu seperti kepala batu dan es beku loh ha-ha-ha," Tania, gadis kecil itu bahkan sampai terkekeh geli. Gadis itu terus saja menceritakan semua yang ia lihat saat di kantor kemarin. Sedangkan kedua kakak beradik itu hanya diam tanpa menanggapi ocehan Tania yang di anggap tidaklah penting itu. Membuat wajah Tania semakin cemberut saja, membuat Tania menatap kesal pada kedua sosok yamg ada di hadapannya saat ini. Seakan - akan tidak dapat tersentuh sedikit pun dengan ucapannya barusan.. "Iiihhh. Tante dan papa kok diam saja sih? Iihhh. Tania kan sudah cerita panjang lebar tapi kenapa Tante cuman diam saja. Iihh sebal-sebal," Protes Tania dengan wajah kesalnya. "Sayang. Tante ini masih mendengar semua ocehanmu itu kok, Tapi Tante harus bilang apa coba? Tante rasa tidak ada yang harus di tanggapi," Jelas Melodi saat menatap si kecil Tania yang sudah memasang wajah memerah seakan-akan gadis kecil itu sudah siap untuk menangis mungkin. "iya Tania, itu hal yang tidak penting jadi jangan di ceritakan. Hanya membuat papa bad mood saja," Kata Ando tentu saja membenarkan semua ucapan adik perempuannya itu dan menurunkan Tania tanpa menatap wajah memerah Tania yang tengah menahan tangis itu. "Huaaa. Huaaaa, hiks... hiks... papa kok jahat sama Tania? Salah Tania apa coba, huaaa papa.. papa," Gadis itu sambil menangis dan tidak lupa memanggil Ando yang tengah berjalan pergi tanpa mau menatap dirinya lagi. Melodi yang melihat pun membawa Tania ke dalam gendongannya dengan penuh kasih sayang, sedangkan Tania masih menangis histeris di dalam pelukan Tante cantiknya itu. "Huaa... huaaa.. hiks... hiks.. Tante kenapa papa marah? huaa... huaa... Kenapa Tante?" Tanya Tania yang masih saja menangis membuat isakan tangisnya semakin terdengar jelas. "Sayang. Papa tidak marah kok, Tania jangan salah paham dulu ya, Ayo diam. Hapus air matamu itu, Oke," Melodi memeluk Tania dengan rasa sayang seperti seorang ibu pada anaknya." Aku tahu apa yang kau rasakan kak, tapi kau tidak boleh terus bersikap egois seperti ini. Tania butuh seorang ibu untuk mendidiknya dirinya dan seorang istri untuk menemani hari-harimu," Batin Melodi sambil mengelus rambut panjang Tania. ****** Perusahan Ando telah sampai di perusahaan miliknya, Ando tidak lupa memarkirkan mobil sportnya di parkiran khusus dan setelah itu Ando melangkah memasuki perusahaan Mahabarata. Seperti biasa Jesika pun juga sudah sampai, Saat masuk ke pintu kantor. Bruukk Keduanya sama - sama tidak sengaja saling bertabrakan membuat pekikan Jesika terdengar. "Aauuu," Jesika menahan sakit pada tubuh kecilnya itu, tidak seperti Ando yang masih memasang wajah super datarnya ciri khas seorang Ando. "Kau lagi, kau lagi. kenapa sih selalu kau yang berbuat ulah hah," Suara bentakan Ando menyadarkan sosok Jesika yang tengah mengaduk sakit.. "Dimana - mana bapak itu yang selalu buat ulah bukannya saya, Kan bapak sendiri yang menabrak saya tanpa permisi be...!!! "DIAM," Bentak Ando membuat nyari Jesika menciut seketika. Apa lagi saat tatapan tajam Ando Terlihat begitu menusuk dirinya. "Aaaaaa. Copot, copot. Dasar kepala batu entah terbuat dari apa kau ini, iihhh kepala ba..." Jesika menghentikan ucapannya saat gadis itu teringat akan posisinya disini," Astaga. Lagi - lagi aku salah bicara, aduh bagaimana ini?" Batin Jesika dengan kepala menunduk sambil mencari ide untuk melarikan diri. Ando yang sudah merasa kesal pun masuk tanpa ingin berdebat lagi. "Lama - lama aku bisa mati berdiri dan juga aku bisa stres setiap hari jika terus saja bertemu dengannya," Batin Ando. Plaaakkk pintu di tutup dengan kasar oleh Ando. Membuat para karyawan terbengong-bengong dan tersentak kaget akan tingkah laku Ando yang secara tiba-tiba itu. "Ada apa lagi dengan pak bos? Kenapa pak bos marah-marah begitu," "Iya. Sampai menutup pintu sekasar itu lagi," "Huh. Tapi itu kan sudah biasa," "Biasa sih biasa. Tapi dulu kan tidak begitu," Itulah yang menjadi kasat kusut bagi para staf di kantor Mahabarata Para karyawan bergosip tidak karuan Sedangkan Jesika yang menjadi pendengar pun merasakan rasa penasaran itu, Jesika bertanya-tanya apa hubungan dulu dan sekarang. "Apa hubungannya dengan sekarang dan dulu?" Pertanyaan Jesika entah kepada siapa, yang jelas Jesika berjalan sambil meletakkan telunjuknya di bibir mungilnya sambil berpikir." Aah, sudahlah. Nanti saja aku mencari tahu, Oh ya ampun. Aku lupa sebentar lagi rapat si es beku itu," Tambah Jesika sambil masuk ke dalam ruangannya. TBC,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD