Lima

1240 Words
Rasanya Jesty tidak ingin keluar dari kamar mandi. Ia tidak tahu berapa lama ia mendekam di kamar mandi ini, dirinya tidak peduli. Yang pasti ia tidak mau bertemu Elwin dulu. Ia malu. Lebih baik berendam saja. Masa bodoh jika kulitnya mengkerut. "Jesty, masih di dalam?" Suara dari luar membuat Jesty mengumpat dari dalam hati. "Sudah belum berendamnya. Keluar Jesty! Makanannya keburu dingin." "Aku makan nanti saja!" balas Jesty dengan berteriak. "Rasanya beda kalau dingin, Jesty." Yah, Elwin mencoba membujuk dan sepertinya gagal. Pasalnya, memang Jesty sudah terlalu lama di kamar mandi. "Enak enak saja. Aku 'kan pemakan segalanya," sahut Jesty. Ia semakin menenggelamkan tubuhnya, hanya menyisakan bagian mulut ke atas saja. "Jesty jangan gitu. Enggak baik berendam terlalu lama." "Mas Elwin jangan cerewet deh. Aku masih mau berendam tau." Itu hanya alasan. Sejujurnya Jesty masih malu. Amat malu mungkin. "Mau pintunya mas dobrak?" Mendengarnya Jesty memberengut. "Ah, iya-iya aku keluar!" Jesty keluar dari Bathub sembari ngedumel, "Hah, hari ini aneh sekali. Bawaannya pingin marah terus. Sekali bisa enggak sih, enggak bikin kesel." Dari luar, terdengar suara menyahut, "demi kebaikan Jesty juga." Jesty menutup mulutnya. "Mas Elwin dengar?!" kaget Jesty. "Iya, Mas masih di depan pintu kamar mandi, Jesty." "Iiihhh, kok di situ. Pergi sana!" Usir Jesty, tidak menyukai keberadaan Elwin di luar sana. "Nanti Jesty enggak keluar." Elwin tidak mau mengalah. Sama seperti Jesty, Elwin juga keras kepala. Ah, bukan teguh pendirian maksudnya. "Aku nanti kelu--" "Mas kok bajunya dress begini sih. Enggak ada kaos dan celana panjang?" Protes Jesty akan benda yang kini ada di tangannya. Ia membolak-balik dress berwarna peach tanpa lengan tersebut seraya mengerutkan dahi. Wajahnya jelas terlihat tidak senang. "Adanya itu. Kebanyakan gaun panjang dan baju tidur tipis. Mau?" "Enggak sudi!" Yah kalau disuruh milih pakai baju yang bikin ribet alias baju bernama gaun dan baju kurang bahan, mending ini. "Jesty butuh dalaman enggak?" Sebenarnya sama sekali tidak nyaman pakai dalaman yang sudah di lepas. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin minta pada Elwin kan? Biarlah, dirinya pakai ini. Biar Elwin ilfeel padanya dan ia di pulangkan. "Enggak usah! Sudah, Mas pergi sana. Aku mau keluar!" "Iya." Ucapan tak sejalan dengan perbuatan. Itulah Elwin lakukan. Berkata 'iya' tapi masih berdiri di depan pintu. bagaimana sih, dua anak manusia yang sama-sama aneh memang. Tak berapa lama, Jesty pun keluar dari kamar mandi. Ia menggelengkan kepala melihat Elwin masih berdiri di depan pintu. "Masih di depan pintu," sarkas Jesty, kentara sekali dari nada bicara, ia lelah menghadapi Elwin. "Lima langkah dari pintu." Jesty memutar bola matanya. "kan sama saja." "Beda." "Umur mas berapa sih? Susah banget di bilangin." "Dua delapan." Mata Jesty melebar, cukup kaget juga. "Serius?" "Enggak kelihatan ya?" "Iya, kelihatan tiga delapan malah. Tua," goda Jesty sembari tertawa. Niat bercanda sih sebenarnya, tapi ya lucu. Untuk dirinya tapi, Elwin mah... diam. "Jesty cantik." Jesty menghentikan tawanya. "Apa?" "Jesty cantik," ulang Elwin. Wajah Jesty bersemu. Ini pertama kalinya ia di puji oleh seorang laki-laki. Apa semudah itu ia percaya? Tidak. "Gombal," ujarnya seraya melangkahkan kaki menjauh dari kamar mandi. Mata Jesty berbinar menemukan nasi bungkus khas nasi Padang dan minuman bubble di meja. Cacing di perutnya pun tidak tahu diri begini, mentang-mentang ada makanan enak. Jadi enggak sabar buat makan. Bunyi terus. "Aku makan ya, Mas," izin Jesty, ia bersiap akan membuka bungkusan nasi Padang namun suara Elwin mencegahnya. "Tunggu Mas, Jesty!" "Ya sudah sini. Buruan!" Elwin menghampiri Jesty, baru dua langkah Jesty berteriak, "Cuci tangan dulu sana!" "Jesty enggak?" "Kan aku habis mandi. Tangan aku masih bersih. Enggak nyentuh apa-apa juga." Bukannya berbelok arah ke kamar mandi. Elwin malah ke arah Jesty, menarik tangan perempuan itu untuk masuk kedalam kamar mandi juga. "Kyyaa ... kok bawa aku juga sih?" Bener-bener pria ajaib bin aneh ini susah di tebak. Tingkahnya absurd pula. "Temani." Tuh 'kan, untung dirinya lagi baik sekarang. Jadi nurut-nurut aja. Tapi aslinya enggak sih, ia sedang lapar saja dan sangat ingin menyantap nasi padang. Makanan yang selalu ia inginkan tapi tidak pernah tercapai, yah keterbatasan ekonomi. Jadi semua harus irit. Kali ini dirinya sudah terlalu berharap. Enggak mau lah jatuh. Sudah nunggu berhari-hari nyatanya, tak ade hasil. Sedih 'kan? Pokoknya hari ini ia harus makan nasi Padang dan minum es bubble. Harus terpenuhi. "Enggak gitu cara cuci tangan yang benar mas. Sela-sela jarinya itu di bersihkan juga." "Yang penting 'kan cuci tangan, Jesty." Jesty menghadapkan jari telunjuknya di wajah Elwin sembari di goyangkan ke kanan dan ke kiri, "tidak boleh. Kita harus terapkan cara cuci tangan yang bersih di mulai dari sekarang." "Harus?" "Ya harus! Biar kumannya hempas pergi." "Caranya?" "Mas enggak tahu?" Elwin menggelengkan kepalanya. Benar-benar ajaib. "Mas tahu nya apa?" "Kerja." "Televisi buat apa?" "Baru kamu yang nonton." "Jadi enggak pernah di tonton?" "Enggak." Sabar Jesty, sabar. Orang sabar di sayang Tuhan. Dapat rezeki banyak. Dan makanan banyak. Orang kaya memang suka mubadzir. "Terus ponsel digunakan buat apa?" "Buka e-mail dan pesan makan." Jesty menepuk keningnya. "Astaga, Mas!" Akhirnya Jesty pun turun tangan. "Begini nih, lihat dan contoh aku!" Daripada lama ia menikmati nasi Padang nya, mending ia contohkan, sekalian di tiru. "Tangannya dibasahi dulu." "Lalu kasih sabun." Jesty memencet tutup atas botol sabun, sedang tempat keluarnya sabun ia dekatkan dengan telapak tangannya yang lain. "Kasih air dikit. Terus di gosok-gosok kedua telapak tangannya, masuk ke sela-sela jari juga. Lalu balik, tangan satunya di atas dengan jari-jari masuk di sela-sela jari tangan lainnya. Satunya juga." Bagus tidak ada masalah. Lancar. Elwin mengikuti Jesty dengan baik. "Sekarang tekuk ke empat jari. Tangan dua-duanya ya. Benar begitu." "Terus satukan, dan gosok seperti ini, bagus." "Lalu buka lagi. Tangan satu di kuncupkan begini, buat gosok di telapak tangan yang lain, seperti ini dan ulangi." Jesty merasa mengajar anak SD. Tapi yang ini lebih mudah meniru dan paham. Tanpa ribet. Tanpa bertanya. "Sekarang tinggal dibilas." Elwin membilas tangannya sesudah Jesty, saat dirinya akan mematikan kran air, Jesty meneriaki nya. "Jangan, Mas!" Perempuan itu menarik tangannya. "Ini harus di bilas dulu." Di tangan Jesty ada handuk kecil yang di ambil dari gantungan dekat westafel. Tidak perlu basa-basi, Jesty mengeringkan tangan Elwin. Lagi-lagi membuat sang empunya tangan mengukir senyum tipis. "Nah, kalau sudah bersih begini. Kita putar kran nya pakai handuk saja. Kan tadi sebelum cuci tangan kita pegang kran. Otomatis, kuman tangan kita ikutan nempel di sana. Jadi biar enggak sia-sia gitu." Jesty melempar handuk kecil itu ke keranjang baju. "Untungnya pintu kamar mandi tidak di tutup. Enggak pakai acara pegang ganggang pintu. Sekarang, cus kita makan. Aku sudah lapar sekali." Terlalu semangatnya, Jesty meninggalkan Elwin di belakangnya. Tanpa membuang waktu lagi, Jesty menyiapkan nasi yang sudah bercampur bumbu berikut ikan dalam satu tumpukan, ia kurung dalam jari-jarinya dan ia terbangkan kemudian ia darat kan ke mulutnya tentunya. Tapi kok.. tangannya berbelok arah. "Mas!" "Berdo'a dulu Jesty," pinta Elwin sambil mengunyah makanan dalam mulutnya. "Kok mas masukin ke mulut mas sih?" Tuh 'kan bikin jengkel lagi. "Berdo'a dulu Jesty." "Mas enggak berdo'a tuh, langsung makan." "Mas sudah berdo'a kok." "Kapan?" "Waktu Jesty ambil nasi." Jesty mendengus. Ia lalu mengangkat kedua tangannya dan berdo'a. Ah, akhirnya. Dirinya dapat merasakan nasi Padang juga. "Enak ya, Jesty?" Jesty menganggukkan kepalanya, "Mas rasakan tadi juga enak. Lebih enak malah. Soalnya disuapi langsung sama Jesty. Pakai tangan Jesty." Kontan Jesty menghentikan makannya, benar juga tadi 'kan. "Jesty pakai tangan Jesty juga buat makan. Itu artinya tanpa sadar kita sudah ..." "Mas Elwin! Aku membencimu!" Begituan tahu, cara cuci tangan enggak tahu. Bilang aja modus. Dasar, Elwin si pria Ajaib bin Aneh!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD