Tujuh

1254 Words
Raut lelah Jesty hilang begitu saja melihat Elwin tidur dengan damai di atas ranjangnya. Daerah kekuasaannya. Harusnya, hanya ia yang boleh menempati tempat itu. Kini dengan seenak jidatnya pria aneh itu menempatinya. Hah, mau bagaimana lagi. Tidak ada tempat lagi untuknya sekedar merebahkan diri di tempat yang nyaman. Terpaksa, Jesty jadikan sofa ruang tamu sebagai temannya. Baru merebahkan diri, bunyi satu chat masuk mengganggunya. Hah, untung saja ia bisa mendapatkan ponselnya kembali meski ia harus kehilangan ranjang empuk kesayangannya. Ayud Jes. Dahi Jesty mengerut melihat pesan temannya ini. Mau apa lagi si Ayud ini pikir Jesty dalam otaknya. Ya, otak ya. Otak yang berada di kepala bukan di dengkul atau yang dibungkus daun pisang. Haha. Me Apa? Tak berselang lama, Ayudia membalas. Tidak sampai satu menit loh dari pesannya terkirim. Tumben. Ayud Aku bingung. Me Bingung apa? Ngomong itu yang jelas. Jangan bikin aku ikutan bingung ya. Lagi males mikir nih. Ayud Yaelah, gitu banget sama teman sendiri. Me Teman itu ada batasannya. Kalau mau cerita, cepetan cerita nih. Mumpung aku lagi nganggur. Ayud : Ya ...Ya ...Ya. Perasaan nganggur terus, deh. Me Mohon maaf, adakah cermin di rumah anda. Enggak sadar ya, Buk. Wajah Jesty tampak biasa saja menanggapi celaan Griya padanya. Yah, temannya tidak tahu saja meski terlihat tidak ada pekerjaan alias pengangguran dirinya bisa mendapatkan uang. Eits, ia tidak melakukan hal yang negatif ya, jangan berpikiran buruk. Dirinya dan karya tulis tidak bisa di pisahkan. Ok. Ayud Wkwkwk, oke. Aku bingung, Jes. Dia hilang lagi. Tidak ada kabar lagi. Enggak ada perhatiannya. Kapan dia punya inisiatif hubungin aku? Perhatiin dikit napa? Tanya kabar kek, ngabarin kek. Sebentar aja masak enggak bisa. Sesibuk itu kah? Mau chat duluan, tapi takut. Aku 'kan cewek. Masak chat duluan Aku juga takut enggak dibalas. Bagaimana dong? Jesty dengan cermat membaca setiap kata chat yang Ayud kirimkan padanya. Matanya membulat sebesar jam di dinding begitu sadar akan sesuatu. "Orang yang di bicarain Ayud ini 'kan--" Bunyi notifikasi chat masuk terus bermunculan di ponsel Jesty. Ayud Tolong kirim chat ke dia dong Jes. Coba di bales atau enggak. Kalau bales aku mau chat dia juga. Berarti dia ada waktu. Tadi sih sepulang dari rumahku dia bilang lagi banyak pekerjaan. Makanya, aku takut hubungin dia. Mau ya, please! "Ini gila!" Jesty langsung berdiri dari rebahan ya. Ia berlari menuju kamarnya. "Oh Tuhan! Kenapa aku baru sadar sekarang!!" Membuka pintu, Jesty masih menemukan pria itu nyenyak dalam tidurnya. "Duh, bangunin enggak ya?" "Kalau dibangunin kasihan. Nyenyak banget." Jesty jadi bingung sendiri. Ia harus apa. Tapi ini 'kan ... "Apa lupa diri, jadi tanda-tanda Pelakor ya? No, aku tidak mau." Jesty menepuk pipinya. "Kok lupa si Jes, pria yang seharian bersama mu itu pacar temanmu. Dasar Jesty gila!" maki Jesty pada dirinya sendiri. "Aku enggak mau masuk lubang dosa. Udah lah bangunin saja." Melangkah mendekat menuju ranjangnya, Jesty memutuskan untuk membangunkan Elwin. Meminta pria itu untuk pulang. Pergi jauh sekalian. "Mas bangun." "Mas Elwin." Elwin tak kunjung bangun, tak habis ide. Jesty mengambil air di dalam kamar mandi dan ... "Mas Elwin, bangun! Banjir!" Tidur Elwin terasa tidak nyaman. Cipratan air di wajahnya cukup mengganggunya. Mau tidak mau ia harus buka mata. Ia pikir rumahnya ini sedang bocor. Nanti ia akan panggil orang untuk membenarkan, tapi ... "Mas Elwin bangun! Banjir! Banjir!" "Yuhuu ... Banjir!" ... suara memekakan telinga itu, cukup untuk menyadarkannya. Di mana ia sekarang. "Mas Elwin!" Mengerjai Jesty, Elwin memutuskan untuk tetap menutup matanya. "Ish, dasar Elwin si Kebo!" Rasanya Elwin ingin tertawa mendengar julukan baru Jesty padanya. Wanita baru di kenalnya ini cukup unik dan berbeda. Karena itu, ia tertarik untuk lebih dekat. Hal yang baru baginya, memiliki ketertarikan pada perempuan. "Elwin kebo!" "Kebo bangun!" Hilang sudah kesopanan Jesty. Eh, bukannya, sudah hilang sejak lama ya? Sadar diri dong Jesty, orang tua enggak punya, sebatang kara, hidup pas-pas an. ish, apa hubungannya. Jesty nyengir sembari menepuk dahi menyadari kekonyolannya sendiri. Apa menurut kalian itu konyol? Saya rasa tidak. Haha. Elwin yang merasa Jesty tak lagi bersuara, membuka matanya. Di samping kanannya, ia melihat Jesty tengah membelakanginya. Kebiasaan wanita yang baru di kenalnya ini yaitu berbicara sendiri. Tanpa bicara, Elwin menarik tangan Jesty. Selain mendapatkan Jesty, ternyata Elwin mendapat guyuran air pula. "Mas Elwin!!!" *** Sedari tadi wajah Jesty di tekuk. Gara-gara Elwin, ia harus mandi lagi. Kasurnya basah. Udah kasur jarang di jemur, di basahi lagi. Makin banyak dong kumannya. Elwin menggelengkan kepalanya melihat Jesty menyandarkan tubuhnya ke kursi tunggal depan meja rias. Tidak bisa di bilang meja rias juga sih, kalau kenyataannya di depan Jesty tidak ada alat rias, skincare atau semacamnya yang ada hanya buku-buku serta notebook. Bahkan skincare yang katanya peralatan wajib wanita, cuma satu. Pelembab. Kebutuhan tambahan lainnya cuma bedak dan sisir. Se simple itu. "Jesty, Mas sudah selesai mandi." "Sana pulang!" Usir Jesty, cukup ketus. Dan Elwin tidak menyukai nada bicara itu. Bukannya pergi, Elwin malah duduk di pinggir ranjang Jesty. Membuat Jesty semakin dongkol tapi malas berbicara. Gimana dong? Ada yang mau wakilkan? "Mas akan tanggung jawab." "Sorry, aku masih suci. Enggak butuh tanggung jawab," sarkas Jesty. Membuat raut wajah Elwin sedikit menunjukkan keterkejutan. "Jesty bicaranya bisa sampai situ ya. Mau main sama mas?" Satu benda melayang mengenai kepala Elwin. Lemparan yang bagus Jesty. Tepat sasaran. "Mas, sakit Jesty," adu Elwin sembari mengusap dahinya. "Salah sendiri, siapa suruh asal ngomong!" balas Jesty, tanpa mau melihat Elwin. Ogah rasanya. Ia merasa sejak bertemu Elwin, kehidupan ternyamannya hilang. Ada aja yang buat mulutnya ini tidak bisa berhenti bicara. Bagaimana tidak? masalah terus menghampirinya. "Jesty, Mas berdarah." Tubuh Jesty menegang. Tadi ia lempar apa ya? Di sini 'kan gak ada benda tajam? "Halah, bohong," jawabnya, masih enggan menatap Elwin. "Mas Enggak bohong, Jesty." Jesty mendongak saat ia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Seseorang yang terasa horor terlihat dari cermin rias di depannya. Darah mengucur di dahi, dan bubuk putih di badan, kacau. "Astaga, beneran berdarah, mas!" seru Jesty. Jesty langsung berdiri dari duduknya. "Kok bisa? Jesty lempar apa tadi?" "Bedak. Kacanya pecah. Kena sini." Tunjuk Elwin pada dahinya. Tidak ada kemarahan sama sekali. Elwin tidak marah meski telah di lukai. "Mas duduk! Bentar aku mau ambil air buat bersihin luka itu." Jesty bergegas ke kamar mandi, jujur dalam hati melihat Elwin tadi ia ingin ketawa sih, muka bertabur bedak, lucu, tapi luka di dahi Elwin menutup tawanya. Nanti deh, kalau luka itu sudah di obati, sekarang di tunda dulu. Tidak ada rasa bersalahnya ya, Jesty. Bagus! dua jempol! Kembali dari kamar mandi, Jesty membawa gayung serta handuk kecil. Sampai di depan Elwin, Jesty mulai membersihkan wajah Elwin dari darah dan bedak. Selama Jesty bertanggung jawab akan perbuatannya, Elwin tidak pernah menurunkan pandangannya. Ia tatap, berbagai macam ekspresi Jesty. Ekspresi serius, ikut meringis kesakitan padahal dirinya yang sakit, dan lain-lain tapi yang paling ia suka, ekspresi Jesty mengerutkan dahi dengan menggigit bibir bawahnya. Ekspresi itu seolah membangunkan sesuatu dalam dirinya. Diam-diam ya, nanti Jesty marah. Wajar 'kan laki-laki. "Jesty," panggil Elwin, hal yang ia gunakan untuk mengalihkan pikiran. Biar tidak berpikir yang iya iya terus. Nanti pembaca suka. Kan repot. "Hmm." "Tidur di rumah mas ya." "Enggak mau." "Tempat tidur Jesty 'kan basah semua." Lagi-lagi Jesty mengerutkan dahinya sembari menggigit bibir bawahnya. Elwin jadi tidak tahan. Tanpa bisa di kendali, tangannya membelai bibir Jesty. "Jangan di gigit, nanti mas sakit." "Hah?" Bingung Jesty. "Di sini, mas nahan sakit." Dengan tidak tahu malunya, Elwin menunjuk bagian terlarangnya. Jesty yang tidak tahu menahu, spontan melihat yang Elwin tunjuk. Wajahnya langsung memanas saat tahu itu. Ia langsung menepis tangan Elwin yang asik membelai bibirnya. "Mas Elwin, Gila!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD